"Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan tiada aku termasuk di antara orang-orang yang musyrik" (QS Yusuf:108)

21 February, 2009

Berbakti pada Kedua Orang Tua-"Makna Al-Birr"

Al Birr iaitu kebaikan, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam (artinya) :

"Al Birr adalah baik-nya akhlaq". (Diriwayatkan oleh Muslim)

"Al Birr adalah mentaati kedua orang tua didalam semua apa yang mereka perintahkan kepada engkau, selama tidak bermaksiat kepada Allah, dan Al 'Uquuq dan menjauhi mereka dan tidak berbuat baik kepadanya." (Disebutkan dalam kitab Ad Durul Mantsur 5/259)

Berkata Urwah bin Zubair semoga Allah meredhai mereka berdua tentang firman Allah Subhanahu wa Ta'ala bermaksud:

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ
ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

"Dan rendahkanlah dirimu kepada keduanya kerana belas kasihan dan kasih sayangmu, dan doakanlah: Wahai Tuhanku! Kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka telah memelihara dan mendidikku semasa kecil. " ( Surah Al=Israa': 24)
"Jangan sampai mereka berdua tidak ditaati sedikitpun". (Ad Darul Mantsur 5/259)

Berkata Imam Al Qurtubi semoga Allah merahmatinya : "Termasuk 'Uquuq (durhaka) kepada orang tua adalah menyelisihi/ menentang keinginan-keinginan mereka dari (perkara-perkara) yang mubah (membolehkan), sebagaimana Al Birr (berbakti) kepada keduanya adalah memenuhi apa yang menjadi keinginan mereka. Oleh karena itu, apabila salah satu atau keduanya memerintahkan sesuatu, wajib engkau mentaatinya selama hal itu bukan perkara maksiat, walaupun apa yang mereka perintahkan bukan perkara wajib tapi mubah pada asalnya, demikian pula apabila apa yang mereka perintahkan adalah perkara yang disukai/disunnahkan). (Al Jami' Li Ahkamil Qur'an Jil 6 hal 238).

Berkata Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah semoga Allah merahmatinya: Berkata Abu Bakar di dalam kitab Zaadul Musaafir "Barangsiapa yang menyebabkan kedua orang tuanya marah dan menangis, maka dia harus mengembalikan keduanya agar dia boleh tertawa (senang) kembali". (Ghadzaul Al Baab 1/382).

Suatu hari ada seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu ’Alaihi wa sallam. Dia bertanya, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai harta kekayaan dan anak. Sementara ayahku berkeinginan menguasai harta milikku dalam pembelanjaan. Apakah yang demikian ini benar?” Maka jawab Rasulullah, “Dirimu dan harta kekayaanmu adalah milik orang tuamu.” (Riwayat Ibnu Majah dari Jabir bin Abdillah).

Begitulah, syari’at Islam menetapkan betapa besar hak-hak orang tua atas anaknya. Bukan saja ketika sang anak masih hidup dalam tanggung jawab kedua orang tuanya, bahkan ketika ia sudah berkeluarga dan hidup berdikari. Tentu saja hak-hak yang agung tersebut sebanding dengan besarnya jasa dan pengorbanan yang telah mereka berikan. Sehingga tak menghairankan jika perintah berbakti kepada orang tua menempati kedudukan ke dua setelah perintah beribadah kepada Allah dengan mengesakan-Nya.

Allah berfirman:

وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

"Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu sekutukan Dia dengan sesuatu apa jua; dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibubapa...."(Surah An Nisaa': 36)

Hukum Birrul Walidain (berbakti kepada orang Tua)

Para Ulama' Islam sepakat: bahawa hukum berbuat baik (berbakti) pada kedua orang tua hukumnya adalah wajib, hanya yang mereka berselisih ialah tentang ibarat-ibarat (contoh pengamalan) nya.


Berkata Ibnu Hazm, semoga Allah merahmatinya.

"Birul Walidain adalah fardhu (wajib bagi masing-masing individu). Berkat beliau dalam kitab Al Adabul Kubra: Berkata Al Qodli Iyyad: "Birrul walidain adalah wajib pada selain perkara yang haram." (Ghdzaul Al Baab 1/382)

Dalil-dalil Shahih dan Sharih (jelas) yang mereka gunakan banyak sekali , diantaranya:

1. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

"Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu sekutukan Dia dengan sesuatu apa jua; dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibubapa...." (Surah An-Nisaa': 36)

Dalam ayat ini (berbuat baik kepada Ibu Bapak) merupakan perintah, dan perintah disini menunjukkan kewajiban, khususnya, karena terletak setelah perintah untuk beribadah dan meng-Esa-kan (tidak mempersekutukan) Allah, serta tidak didapatinya perubahan (kalimat dalam ayat tersebut) dari perintah ini. (Al Adaabusy Syar'iyyah 1/434).

"Dan sembahlah olehmu akan Allah,". Hendaklah tegakkan ibadat, hendaklah engkau sedar selalu bahawa engkau ini adalah 'abdun' iaitu hamba dari Allah dan Dia adalah 'ma'budmu', iaitu tempat menghadapkan sembah. Maka beribadat kepada Allah itu, hendaklah semata-mata kepada Allah, Esa tujuan dan janganlah musyrik. Jangan memandang ada sesuatu yang lain dari Allah. Maka tiba lanjutan ayat: "Dan dengan kedua ibu-bapa, hendaklah berlaku baik." Berlaku hormat dan khidmat, cinta dan kasih. Inilah yang kedua sesudah taat kepada Allah. (Tafsir Al-Azhar)

2. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

"Dan Tuhanmu telah perintahkan, supaya engkau tidak menyembah melainkan kepada-Nya, dan hendaklah engkau berbuat baik kepada kedua ibu bapa." (Surah Al-Israa': 23)

Sebagai anak, sebenarnya banyak hal yang dapat kita lakukan untuk melahirkan rasa bakti dan hormat kita kepada kedua orang tua. Memandang dengan rasa kasih sayang dan bersikap lemah lembut kepada mereka pun termasuk birrul walidain. Saperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah Al-Isra:23).

Adapun makna ( qadhoo ) = Berkata Ibnu Katsir : yakni, mewasiatkan. Berkata Al Qurthubiy : yakni, memerintahkan, menetapkan dan mewajibkan. Berkata Asy Syaukaniy: "Allah memerintahkan untuk berbuat baik pada kedua orang tua seiring dengan perintah untuk mentauhidkan dan beribadah kepada-Nya, ini pemberitahuan tentang betapa besar haq mereka berdua, sedangkan membantu urusan-urusan (pekerjaan) mereka, maka ini adalah perkara yang tidak bersembunyi lagi (perintahnya)." (Fathul Qodiir 3/218).

Pada suatu ketika, ada seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia bersama seorang laki-laki lanjut usia. Rasulullah bertanya, ”Siapakah orang yang bersamamu?” Maka jawab laki-laki itu, “Ini ayahku”. Rasulullah kemudian bersabda, “Janganlah kamu berjalan di depannya, janganlah kamu duduk sebelum dia duduk, dan janganlah kamu memanggil namanya dengan sembarangan serta janganlah kamu menjadi penyebab dia mendapat cacian dari orang lain.” (Imam Ath-Thabari dalam kitab Al-Ausath)

Berbakti kepada orang tua tidak hanya terbatas ketika mereka masih hidup, tetapi boleh dilakukan setelah mereka wafat. Perkara itu pernah ditanyakan oleh seorang sahabat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka Rasulullah menjawab, “Yakni dengan mengirim doa dan memohonkan ampunan . Menepati janji dan nadzar yang pernah diikrarkan kedua orang tua, memelihara hubungan silaturahim serta memuliakan kawan-kawan dan kerabat orang tuamu.” Demikian Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ibnu Hiban meriwayatkan bersumber dari Abu Asid Malik bin Rabi’ah Ash-Sha’idi.

3. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ
وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

"Dan Kami wajibkan manusia berbuat baik kepada kedua ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dengan menanggung kelemahan atas kelemahan dan menceraikan susunya dalam masa dua tahun; bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu bapamu; dan kepada Akulah tempat kembalimu. " (Surah Luqman: 14)

Berkata Ibnu Abbas semoga Allah mereadhai mereka berdua "Tiga ayat dalam Al Qur'an yang saling berkaitan dimana tidak diterima salah satu tanpa yang lainnya, kemudian Allah menyebutkan diantaranya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :"Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang Ibu Bapakmu", Berkata beliau. "Maka, barangsiapa yang bersyukur kepada Allah akan tetapi dia tidak bersyukur pada kedua Ibu Bapaknya, tidak akan diterima (rasa syukurnya) dengan sebab itu." (Al Kabaair milik Imam Adz Dzahabi hal 40).

Berkaitan dengan ini, Rasulullah Shalallahu'Alaihi wa Sallam bersabda :

"Kereadhaan Rabb (Allah) ada pada kereadhaan orang tua dan kemurkaan Rabb (Allah) ada pada kemurkaan orang tua" ((Riwayat Tirmidzi dalam Jami'nya (1/ 346), Hadits ini Shahih, lihat Silsilah Al Hadith Ash Shahiihah No. 516).

4. Hadith Al Mughirah bin Syu'bah - semoga Allah meredhainya, dari Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam beliau bersabda :"Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian mendurhakai para Ibu, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan tidak mau memberi tetapi meminta-minta (bakhil) dan Allah membenci atas kalian (mengatakan) katanya si fulan begini si fulan berkata begitu (tanpa diteliti terlebih dahulu), banyak bertanya (yang tidak bermanfaat), dan membuang-buang harta". (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya).

Keutamaan Birrul Walidain

Pertama : Termasuk Amalan Yang Paling Mulia

Dari Abdullah bin Mas'ud semoga Allah meredhainya dia berkata : Saya bertanya kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam: Apakah amalan yang paling dicintai oleh Allah?, Bersabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam: "Sholat tepat pada waktunya", Saya bertanya : Kemudian apa lagi?, Bersabada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam "Berbuat baik kepada kedua orang tua". Saya bertanya lagi : Lalu apa lagi?, Maka Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : "Berjihad di jalan Allah".(Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya).

Kedua : Merupakan Salah Satu Sebab-Sebab Diampuninya Dosa

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman (artinya) :

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ
وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ
أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ
وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

"Dan Kami wajibkan manusia berbuat baik kepada kedua ibu bapanya; ibunya telah mengandungkannya dan telah melahirkannya dengan bersusah payah. Sedang tempoh mengandungnya berserta dengan tempoh menceraikan susunya ialah dalam masa tiga puluh bulan. Setelah ia sampai ke peringkat dewasa dan sampai umur empat puluh tahun, berdoalah ia: Wahai Tuhanku, ilhamkanlah daku supaya bersyukur akan nikmat-Mu yang engkau kurniakan kepadaku dan kepada ibu bapaku, dan supaya aku tetap mengerjakan amal salih yang Engkau redhai; dan jadikanlah sifat-sifat kebaikan meresap masuk ke dalam jiwa zuriat keturunanku. Sesungguhnya aku bertaubat kepadamu, dan sesungguhnya aku dari orang Islam yang tunduk patuh kepadamu. " (Surah Al-Ahqaaf:15)

Dan Firman Allah seterusnya:

أُوْلَئِكَ الَّذِينَ نَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَنَتَجاوَزُ
عَن سَيِّئَاتِهِمْ فِي أَصْحَابِ الْجَنَّةِ وَعْدَ الصِّدْقِ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ

"Mereka itulah orang yang Kami terima dari mereka amalnya yang baik yang mereka kerjakan, dan Kami ampunkan kesalahan-kesalahan mereka; Mereka akan dimasukkan ke dalam kumpulan ahli syurga; sebagai memenuhi janji yang benar, yang telah dijanjikan kepada mereka." (Surah Al-Ahqaaf:16)

Diriwayatkan oleh ibnu Umar semoga Allah meredhai keduanya bahwasannya seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam dan berkata : Wahai Rasulullah sesungguhnya telah menimpa kepadaku dosa yang besar, apakah masih ada pintu taubat bagi saya?, Maka bersabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam : "Apakah Ibu mu masih hidup?", berkata dia : tidak. Bersabda beliau Shalallahu 'Alaihi Wasallam : "Adakah ibu saudaramu masih ada?", dia berkata : "Ya" . Bersabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam : "Berbuat baiklah padanya". (Diriwayatkan oleh Tirmidzi didalam Jami'nya dan berkata Al 'Arnauth : Perawi-perawinya tsiqoh. Dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim. Lihat Jaami'ul Ushul (1/ 406).

Ketiga : Termasuk Sebab Masuknya Seseorang Ke Surga :

Dari Abu Hurairah, semoga Allah meredhainya, dia berkata : Saya mendengar Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : "Celakalah dia, celakalah dia", Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam ditanya : Siapa wahai Rasulullah?, Bersabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam : "Orang yang menjumpai salah satu atau kedua orang tuanya dalam usia lanjut kemudian dia tidak masuk surga".(Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1758, ringkasan).

Dari Mu'awiyah bin Jaahimah semoga Allah meredhai mereka berdua, Bahwasannya Jaahimah datang kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam kemudian berkata : "Wahai Rasulullah, saya ingin (berangkat) untuk berperang, dan saya datang (ke sini) untuk minta nasehat pada anda. Maka Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : "Apakah kamu masih memiliki Ibu?". Berkata dia : "Ya". Bersabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam : "Tetaplah dengannya karena sesungguhnya shorga itu dibawah telapak kakinya".(Hadits Hasan diriwayatkan oleh Nasa'i dalam Sunannya dan Ahmad dalam Musnadnya, Hadits ini Shohih. (Lihat Shahihul Jaami No. 1248)

Keempat : Merupakan Sebab keredhaan Allah

Sebagaimana hadits yang terdahulu, "Keredhaan Allah ada pada keredhaan kedua orang tua dan kemurkaan-Nya ada pada kemurkaan kedua orang tua".

Kelima : Merupakan Sebab Bertambahnya Umur

Diantarnya hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik semoga Allah meredhainya, dia berkata, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :

"Barangsiapa yang suka Allah besarkan rezkinya dan Allah panjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung silaturrahim".

Keenam : Merupakan Sebab Berkahnya Rezki

Dalilnya, sebagaimana hadits sebelumnya.

Bukan dalam Syirik dan Maksiat

Mesti kita diperintah untuk taat dan patuh kepada mereka, namun hal itu tak berlaku ketika keduanya memerintahkan kita untuk menyekutukan Allah dan bermaksiat kepada-Nya. Rasulullah bersabda,”Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah.” (Riwayat Ahmad)
Kita tentu ingat kisah seorang sahabat, Sa’ad bin Waqash yang diberi dua pilihan oleh ibunya yang masih musyrik: kembali kepada kemusyrikan atau ibunya akan mogok makan dan ,minum sampai mati. Ketika sang ibu tengah melakukan aksinya selama tiga hari tiga malam, beliau berkata,”Wahai Ibu, seandainya Ibu memiliki 1000 jiwa kemudian satu per satu meninggal, tetap aku tidak akan meninggalkan agama baruku (Islam). Karena itu, terserah ibu mau makan atau tidak.” Melihat sikap Sa’ad yang berkeras itu maka ibunya pun menghentikan aksinya. Sehubungan dengan peristiwa itu, Allah menurunkan ayat: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Luqman:15). Jadi, kalau orangtua kita mengajak kia ke arah kemusyrikan maka tidak wajib kita mentaati mereka. Hanya sebagai anak sahaja tetap berkewajiban bergaul dengan baik selama di dunia. Sikap santun harus senantiasa dijaga.

Awas: Durhaka!

Durhaka kepada orang tua (‘uquuqul walidain) termasuk dalam kategori dosa besar. Bentuknya boleh berupa tidak mematuhi perintah, mengabaikan, menyakiti, meremehkan, memandang dengan marah, mengucapkan kata-kata yang menyakitkan perasaan, sebagaimana disinggung dalam Al-Qur’an: “Dan janganlah sekali-kali kamu mengatakan ‘ah’ kepada orang tua.” (Al-Isra’ : 23). Jika berkata ‘ah/cis/huh’ saja dah tak boleh, apalagi yang lebih kasar daripada itu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Barangsiapa membuat hati orang tua sedih, berarti dia telah durhaka kepadanya.” (Riwayat Bukhari). Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda, “Termasuk perbuatan durhaka seseorang yang membelalakkan matanya karena marah.” (Riwayat Thabrani).

Orang tua kita, siapa pun orangnya, memang harus dihormati, apalagi jika beliau seorang muslim. Rasulullah pernah berpesan, “Seorang muslim yang mempunyai kedua orang tua yang muslim, kemudian ia senantiasa berlaku baik kepadanya, maka Allah berkenan membukakan dua pintu surga baginya. Kalau ia memiliki satu orang tua saja, maka ia akan mendapatkan satu pintu shorga terbuka. Dan kalau ia membuat kemurkaan kedua orang tua maka Allah tidak redha kepada-Nya.” Maka ada seorang bertanya, “Walaupun keduanya berlaku zhalim kepadanya?” Jawab Rasulullah, “Ya, sekalipun keduanya menzhaliminya.” (Riwayat Bukhari)

Berhubungan dengan orang tua memang harus hati-hati.

Jangan sampai hanya karena emosi, kelalaian, ketidaksabaran plus rasa ego kita yang besar, kita terjerumus ke dalam ‘uququl walidain' yang berarti kemurkaan Allah. Na’udzubillah. Bukankah dalam sebuah hadits Rasulullah pernah berpesan bahwa keredhaan Allah berada dalam keredhaan orang tua, dan kemurkaan Allah berada dalam kemarahan orang tua? Selagi masih ada waktu dan kesempatan, tunjukkanlah cinta, sayang, hormat, dan bakti kita kepada keduanya, hanya untuk satu tujuan: meraih cinta, ampunan, pahala, dan redha-Nya…Wallahu A’lam.
Penulis: Ustadz Abu Hamzah Yusuf
Penyunting/edit: HAR

06 February, 2009

HUKUM MERAYAKAN HARI VALENTINE

Ada Apa Dengan Valentine's Day ?

Pada bulan Februari, kita selalu menyaksikan media massa, pusat pusat membeli belah, pusat-pusat hiburan sibuk dan berlomba menarik perhatian para remaja dengan menggelar pesta perayaan yang berlangsung hingga larut malam bahkan hingga di-pagi hari. Semua pesta tersebut berpunca pada satu perkara iaitu Valentine's Day. Biasanya mereka saling mengucapkan "selamat hari Valentine", berkirim kad dan bunga, saling bertukar pasangan, saling memeluk, menyatakan sayang atau cinta karena anggapan saat itu adalah “hari kasih sayang”. Benarkah demikian?


SEJARAH VALENTINE’S DAY

The World Book Encyclopedia (1998) banyak menuliskan versi mengenai Valentine’s Day : “Some trace it to an ancient Roman festival called Lupercalia. Other experts connect the event with one or more saints of the early Christian church. Still others link it with an old English belief that birds choose their mates on February 14. Valentine's Day probably came from a combination of all three of those sources--plus the belief that spring is a time for lovers.”

Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta (queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama–nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara rambang dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk bersuka-ria dan objek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda menyebat orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk disebat karena anggapan sebatan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.

Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa (Perbezaan halus) Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I (lihat: The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St.Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (lihat: The World Book Encyclopedia 1998).

The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine” termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeza.

Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena menyatakan tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan. Orang-orang yang mendambakan doa St.Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di tingkap penjaranya.

Versi kedua menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentera muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan dari pada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun St.Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (lihat: The World Book Encyclopedia, 1998).

Kebiasaan mengirim kad Valentine itu sendiri tidak ada kaitan langsung dengan St. Valentine. Pada 1415 M ketika the Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang St.Valentine 14 Februari, ia mengirim puisi kepada isterinya di Perancis. Kemudian Geoffrey Chaucer, penyair Inggris mengkaitkannya dengan musim kahwin burung dalam puisinya (lihat: The Encyclopedia Britannica, Vol.12 hal.242 , The World Book Encyclopedia, 1998).

Lalu bagaimana dengan ucapan “Be My Valentine?” Ken Sweiger dalam artikel “Should Biblical Christians Observe It?” (www.korrnet.org) mengatakan kata “Valentine” berasal dari Latin yang berarti : “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Maka disedari atau tidak, -tulis Ken Sweiger- jika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi “Sang Maha Kuasa”) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Dalam Islam hal ini disebut Syirik, artinya menyekutukan Allah Subhannahu wa Ta'ala. Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the hunter” dewa Matahari. Disebut tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri!

Saudaraku, itulah sejarah Valentine’s Day yang sebenarnya, yang seluruhnya tidak lain bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor. Bahkan tak ada kaitannya dengan “kasih sayang”, lalu kenapa kita masih juga menyambut Hari Valentine? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat? Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tahu asal muasalnya?. Bila demikian, sangat disayangkan banyak teman-teman kita remaja putra-puteri Islam yang terkena penyakit ikut-ikutan mengikut budaya Barat dan acara ritual agama lain. Padahal Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ
وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً

“Dan janganlah kamu mengikut apa yang kamu tidak ketahui; sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan ditanya apa yang dilakukan. (Surah Al Israa' : 36).


HUKUM MERAYAKAN HARI VALENTINE

Keinginan untuk ikut-ikutan memang ada dalam diri manusia, akan tetapi hal tersebut menjadi tercela dalam Islam apabila orang yang diikuti berbeza dengan kita dari sisi keyakinan dan pemikirannya. Apalagi bila mengikuti dalam perkara akidah, ibadah, syi’ar dan kebiasaan. Padahal Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam telah melarang untuk mengikuti tata cara peribadatan selain Islam: Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.” (HR. At-Tirmidzi).

Bila dalam merayakannya bermaksud untuk mengenang kembali Valentine maka tidak disangsikan lagi bahwa ia telah kafir. Adapun bila ia tidak bermaksud demikian maka ia telah melakukan suatu kemungkaran yang besar. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata; “Memberi salam atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi salam atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyedari buruknya perbuatan tersebut. Seperti orang yang memberi salam kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid’ah atau kekufuran maka ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah.”

Abu Waqid Radhiallaahu anhu meriwayatkan: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam saat keluar menuju perang Khaibar, beliau melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik, yang disebut dengan Dzaatu Anwaath, biasanya mereka menggantungkan senjata-senjata mereka di pohon tersebut. Para sahabat Rasulullah berkata, “Wahai Rasulullah, buatkan untuk kami Dzaatu Anwaath, sebagaimana mereka mempunyai Dzaatu Anwaath.” Maka Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, Maha Suci Allah, ini seperti yang diucapkan kaum Nabi Musa, ‘Buatkan untuk kami tuhan sebagaimana mereka mempunyai tuhan-tuhan.’ Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh kalian akan mengikuti kebiasaan orang-orang yang ada sebelum kalian.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hasan shahih).

Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah ketika ditanya tentang Valentine’s Day mengatakan : “Merayakan hari Valentine itu tidak boleh, kerana: Pertama: ia merupakan hari raya bid‘ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari‘at Islam. Kedua: ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita) – semoga Allah mereadhai mereka. Maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya.

Hendaknya setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan. Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari segala fitnah (ujian hidup), yang tampak ataupun yang tersembunyi dan semoga meliputi kita semua dengan bimbingan-Nya.”

Maka adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala’ dan bara’ ( kesetiaan kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan dasar akidah yang dipegang oleh para salaf shalih. Iaitu mencintai orang-orang mu’min dan membenci dan menyelisihi (membezakan diri dengan) orang-orang kafir dalam ibadah dan perilaku.

Di antara impak (kesan) buruk menyerupai mereka adalah: ikut mempopulerkan ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah nilai-nilai Islam. Impak buruk lainnya, bahawa dengan mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim dalam setiap raka’at shalatnya membaca:

اهدِنَا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ

"Tunjukilah kami jalan yang lurus. Iaitu jalan orang yang Engkau telah kurniakan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) orang yang engkau telah murkai, dan bukan pula (jalan) orang yang sesat." (Surah Al-Fatihah: 6-7)

Bagaimana dapat ia memohon kepada Allah agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang mukmin dan dijauhkan darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai, namun ia sendiri malah menempuh jalan sesat itu dengan sukarela.

Lain daripada itu, mengekorinya kaum muslimin terhadap gaya hidup mereka akan membuat mereka senang serta dapat melahirkan kecintaan dan keterikatan hati. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman, yang artinya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى
أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ
مِنْهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

"Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman, kerana setengah mereka menjadi teman kepada setengahnya yang lain; dan sesiapa di antara kamu yang menjadikan mereka temannya, maka sesungguhnya ia adalah dari golongan mereka itu. Sesungguhnya Allah tidak memberikan petunjuk kepada kamu yang berlaku zalim." (Surah Al-Maidah: 51)

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ

"Engkau tidak akan dapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, tergamak berkasih mesra dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya..."
(Surah Al-Mujaadalah:22)

Ada seorang gadis mengatakan, bahawa ia tidak mengikuti keyakinan mereka, hanya saja hari Valentine tersebut secara khusus memberikan makna cinta dan suka citanya kepada orang-orang yang memperingatinya.

Saudaraku! Ini adalah suatu kelalaian, padahal sekali lagi: Perayaan ini adalah acara ritual agama lain! Hadiah yang diberikan sebagai ungkapan cinta adalah sesuatu yang baik, namun bila dikaitkan dengan pesta-pesta ritual agama lain dan tradisi-tradisi Barat, akan mengakibatkan seseorang asyik memikirkan (obsess) oleh budaya dan gaya hidup mereka.

Mengadakan pesta pada hari tersebut bukanlah sesuatu yang penting, tapi lebih mencerminkan pengadopsian nilai-nilai Barat yang tidak memandang batasan normatif dalam pergaulan antara pria dan wanita sehingga saat ini kita lihat struktur sosial mereka menjadi porak-poranda.

Alhamdulillah, kita mempunyai pengganti yang jauh lebih baik dari itu semua, sehingga kita tidak perlu meniru dan menyerupai mereka. Di antaranya, bahawa dalam pandangan kita, seorang ibu mempunyai kedudukan yang agung, kita dapat mempersembahkan ketulusan dan cinta itu kepadanya dari waktu ke waktu, demikian pula untuk ayah, saudara, suami …dst, tapi hal itu tidak kita lakukan khusus pada saat yang dirayakan oleh orang-orang kafir.

Semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala senantiasa menjadikan hidup kita penuh dengan kecintaan dan kasih sayang yang tulus, yang menjadi jembatan untuk masuk ke dalam Shurga yang hamparannya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala menjadikan kita termasuk dalam golongan orang-orang yang disebutkan:

Kecintaan-Ku adalah bagi mereka yang saling mencintai karena Aku, yang saling mengunjungi karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku.” (Al-Hadits).

Penulisan dari: alsofwah
Penyunting/edit oleh: HAR

Pendapat Jais sila klik:

Pendapat : suara mimbar Brunei sila klik:

Hari valentine ialah Hari Memperingati kematian Pope/Paderi bagi agama Yahudi. Umat Islam dilarang untuk menyambut dan memperingati hari tersebut kerana ia bukan dari ajaran Islam-oleh Panel Kemusykilan Agama, JAKIM- No Rujukan: PANEL SJAI 140807