"Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan tiada aku termasuk di antara orang-orang yang musyrik" (QS Yusuf:108)

24 September, 2010

khutbah Iedul Fitri 1431h/2010m

Khutbah Idul Fitri 1431 H: Mewujudkan Hakikat Taqwa
الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.
Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Ramadhan yang telah kita akhiri memberikan kebahagiaan tersendiri bagi kita, hal ini karena ibadah Ramadhan yang salah satunya adalah berpuasa memberikan nilai pembinaan yang sangat dalam, yakni mengokohkan dan memantapkan ketaqwaan kita kepada Allah swt, sesuatu yang amat kita dambakan dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat.
Agar pencapaian peningkatan taqwa dapat kita raih dan dapat kita buktikan dalam kehidupan sehari-hari, menjadi penting bagi kita memahami hakikat taqwa yang sesungguhnya.Kita mengutip ungkapan sahabat Nabi Muhammad saw yakni Ali bin Abi Thalib ra tentang taqwa, iaitu:
الْخَوْفُ مِنَ الْجَلِيْلِ وَالْعَمَلُ بِالتَّنْزِيْلِ وَاْلإِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ الرَّحِيْلِ وَالرِّضَا بِالْقَلِيْلِ
Taqwa ialah :Takut kepada Allah yang Maha Mulia, mengamalkan apa yang termuat dalam at tanzil (Al-Qur’an), mempersiapkan diri untuk hari meninggalkan dunia dan ridha (puas) dengan hidup seadanya (sedikit).
Dari ungkapan di atas, ada empat hakikat taqwa yang mesti ada pada diri kita masing-masing dan ini dapat menjadi kayu ukur keberhasilan ibadah Ramadhan kita.
Pertama, Takut Kepada Allah. Salah satu sikap yang mesti kita miliki adalah rasa takut kepada Allah swt. Takut kepada Allah bukanlah seperti kita takut kepada binatang buas yang menyebabkan kita hendak menjauhinya, tapi takut kepada Allah swt adalah takut kepada murka, siksa dan azab-Nya sehingga hal-hal yang boleh mendatangkan murka, siksa dan azab Allah swt hendaklah kita jauhi. Sedangkan Allah swt sendiri wajib kita dekati, inilah yang disebut dengan taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah).
Karena itu, orang yang takut kepada Allah swt tidak akan melakukan penyimpangan dari segala ketentuan-Nya. Namun sebagai manusia biasa mungkin saja seseorang melakukan kesalahan, karenanya bila kesalahan dilakukan, dia segera bertaubat kepada Allah swt dan meminta maaf kepada orang yang dia bersalah kepadanya, bahkan bila ada hak orang lain yang diambilnya, maka dia mau mengembalikannya. Yang lebih hebat lagi, bila kesalahan yang dilakukan ada jenis hukumannya, maka iapun bersedia dihukum bahkan meminta dihukum sehingga ia tidak menghindar dari hukuman. Allah swt berfirman:
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ ﴿١٣٣﴾
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (QS Ali Imran [3]:133).
Sebagai contoh, pada masa Rasul ada seorang wanita yang berzina dan ia amat menyesalinya, dari perzinahan itu ia hamil dan sesudah taubat iapun datang kepada Rasul untuk minta dihukum, namun Rasul tidak menghukumnya ketika itu karena kehamilan yang mesti dipelihara. Sesudah melahirkan dan menyusui anaknya, maka wanita itu dihukum sebagaimana hukuman untuk penzina iaitu direjam sampai mati yang menyebabkan kematiannya, Pada ketika Rasul menshalatkan jenazahnya, Umar bin Khattab mempersoalkannya karena ia wanita penzina, Rasulullah kemudian menyatakan:
لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ قُسِمَتْ بَيْنَ سَبْعِيْنَ مِنْ أَهْلِ الْمَدِيْنَةِ لَوَسِعَتْهُمْ وَهَلْ وَجَدْتَ أَفْضَلَ مِنْ أَنْ جَادَتْ بِنَفْسِهَا ِللهِ عَزَّ وَجَلَّ
Maksudnya :Ia telah bertaubat, suatu taubat yang seandainya dibagi pada tujuh puluh orang penduduk Madinah, niscaya masih cukup. Apakah ada orang yang lebih utama dari seorang yang telah menyerahkan dirinya kepada hukum Allah? (HR. Muslim).
Bagaimanakah pula seseorang yang melakukan perzinahan , apalagi kalau dia seorang yang berstatus isteri orang ,hukuman rejam sampai mati yang wajibkan dilaksana keatas orang tersebut.Apabila hukuman tersebut tidak dilaksanakan dan tidak mau bertaubat atau tidak sempat taubat terus meninggal dunia .sudah pasti azab allah sedang menunggu didalam kuburnya dan di akhirat kelak akan mendapat azab yang amat pedih.
Maka dengan ada nya Ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya mendidik kita untuk menjadi orang yang takut kepada Allah swt yang membuat kita akan selalu menyesuaikan diri dengan segala ketentuan-ketentuan-Nya. Kalau kita ukur dari sisi ini, kenyataan menunjukkan bahwa banyak sekali orang yang belum bertaqwa karena tidak ada rasa takutnya kepada Allah swt.
Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.
Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Hakikat taqwa yang Kedua kata Ali bin Abi Thalib adalah Beramal Berdasarkan Wahyu. Al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt untuk menjadi petunjuk bagi manusia agar dapat bertaqwa kepada-Nya. Karena itu, orang yang bertaqwa akan selalu beramal atau melakukan sesuatu berdasarkan wahyu yang diturunkan oleh Allah swt, termasuk wahyu adalah hadits atau sunnah Rasulullah saw karena ucapan dan perilaku Nabi memang didasari oleh wahyu. Dengan kata lain, seseorang disebut bertaqwa bila melaksanakan perintah Allah swt dan menjauhi larangan-Nya.
Dalam konteks inilah, menjadi amat penting bagi kita untuk selalu mengkaji al-Quran dan al Hadits, sebab bagaimana mungkin kita akan beramal sesuai dengannya, bila memahaminya saja pun belum dan bagaimana pula kita boleh memahami bila membaca dan mengkajinya tidak.
Kita sememangnya di perintah untuk mencontohi Nabi dalam ibadat seperti shalat,puasa,haji dan sebagainya,tetapi , terkadang kita lupa , bukan hanya ibadat tersebut sahaja kita diwajibkan menurut ajaran Allah dan Nabi ,malah dalam menjalani kehidupan rumah tangga,menasihati anak-anak,cara berpakaian dan akhlak terhadap orang lain juga kita diperintah untuk mengikut ajaran allah dan rasul kerana di akhirat nanti ibu bapa akan diminta pertanggungjawab oleh Allah atas orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya seperti isteri-isteri dan anak-anaknya dan sesiapa saja yang menjadi tanggung jawabnya .
Cuba kita kaji dalam kehidupan para sahabat, mereka selalu berusaha untuk beramal berdasarkan wahyu, karenanya mereka berusaha mengkajinya kepada Nabi dan para sahabat, bahkan tidak sedikit dari mereka yang suka bertanya. Meskipun mereka suka melakukan sesuatu, tapi bila ternyata wahyu tidak membenarkan mereka melakukannya, maka merekapun berusaha untuk meninggalkannya.
Suatu ketika ada beberapa orang sahabat yang dahulunya beragama Yahudi, mereka ingin sekali dapat melaksanakan lagi ibadah pada hari Sabtu dan menjalankan kitab taurat, tapi turun firman Allah swt yang membuat mereka tidak jadi melakukannya, ayat itu adalah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿٢٠٨﴾
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu (QS Al Baqarah [2]:208).
Dalam ayat ini allah memerintahkan kita untuk jadi orang Islam seratus peratus bukan separuh-separuh sahaja .
Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.
Kaum Muslimin Yang Berbahagia.
Ketiga yang merupakan hakikat taqwa menurut Ali bin Abi Thalib ra yang patut kita hasilkan dari ibadah Ramadhan kita adalah Mempersiapkan Diri Untuk Akhirat. Mati merupakan sesuatu yang pasti terjadi pada setiap orang. Keyakinan kita menunjukkan bahwa mati bukanlah akhir dari segalanya, tapi mati justeru awal dari kehidupan baru, yakni kehidupan akhirat yang bahagia atau sebaliknya adalah sangat tergantung pada keimanan dan amal shaleh seseorang dalam kehidupan di dunia ini. Karena itu, orang yang bertaqwa akan selalu mempersiapkan dirinya dalam kehidupan di dunia ini untuk kebahagiaan kehidupan di akhirat kelak.
Bila kita sudah menyedari kepastian adanya kematian, maka kita tidak akan mensia-siakan kehidupan di dunia yang tidak lama ini . Kita akan berusaha memperbaiki perjalanan hidup di dunia ini untuk melakukan sesuatu yang dapat memberikan nilai baik, sebagai apapun kita dan siapapun status kita dalam masyarakat Karena itu bila kita tidak baik dan orang mengkritik kita, hendaklah kita terima kritikan itu dengan senang hati.
Walau bagaimanapun ,ada dikalangan manusia yang tidak suka dikritik atas kesalahan yang dilakukannya ,malah sentiasa merasa diri mereka betul dan benar.ada yang tidak mahu mendengar teguran dari sesiapapun ,kerana merasa diri adalah terbaik dan paling benar .
Berlainan dengan orang-orang hebat dikalangan para salafussholeh dahulu,walaupun sebagai seorang khalifah seperti khalifah Umar bin Abdul Aziz salah satu contohnya.
Ketika Umar bin Abdul Aziz telah menerima jabatan sebagai khalifah, dia merasa perlu beristirahat karena keadaan badannya yang sudah amat lelah dan mata yang sudah amat mengantuk, apalagi ia baru saja mengurus keluarganya yang meninggal yakni Khalifah Sulaiman. Baru saja dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dan meletakkan kepalanya di atas bantal, tiba-tiba datang anaknya Abdul Malik lalu berkata: “Ayah, apa yang akan ayah lakukan sekarang?”.
“Aku ingin istirahat sejenak anakku”, jawab Umar.
“Apakah ayah akan beristirahat, padahal ayah belum mengembalikan harta rakyat yang dirampas secara zalim oleh orang tertentu kepada yang berhak?”.
Jawab Khalifah Umar “Aku akan lakukan semua itu nanti setelah zuhur, semalam aku tidak dapat tidur karena mengurus bapa saudaramu yg meninggal dunia”, jawab Umar.
Lalu anaknya berkata lagi “Ayah, siapa yang dapat memberi jaminan bahwa ayah akan tetap hidup sampai zuhur nanti?”. Kerana ajal bila-bila masa akan menemui ayahnda tanpa ada amarannya ,Tanya Abdul Malik lagi .
Mendengar pertanyaan anaknya itu, terbakar rasanya semangat Umar sehingga seperti hilang rasa mengantuk dan lelah yang dialaminya, lalu Umar berkata: “Hai anakku mendekatlah kepadaku”.
Setelah anaknya Abdul Malik mendekat, Umar mencium kening anaknya lalu berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku anak keturunan yang membantuku dalam agamaku”.
Saudara kaum muslimin yang berbahagia :
Apakah kita memiliki anak sepertimana Abdul Malik anak Khalifah Umar bin Abd Aziz ini yang ingin ayahnya selamat di akhirat kelak?alangkah ruginya orang yang memiliki anak yang langsung tidak memikirkan kebahagiaan ibu bapa nya diakhirat nanti ,anak sebegini merasa rugi apabila ibubapa mereka bersedekah dengan orang yang berhajat dan memerlukan.Yang lebih teruk lagi menghalangi ibu bapa untuk berbuat baik kepada orang lain, sedangkan anak-anak mereka berpesta dan membazir dengan harta benda peninggalan ibu bapa mereka ,tanpa memikirkan langsung nasib ibubapa mereka di akhirat kelak.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz segera bangkit dari tempat tidurnya dan iapun mengumumkan: “Barangsiapa yang hartanya telah diambil secara zalim, maka hendak mereka mengadu kepada khalifah”.
Kebaikan yang dilaksanakan waktu hidup yang digunakan membuat Khalifah Umar bin Abdul Aziz sampai kesulitan mencari org yg berhak dibantu karena tingkat kesejahteraan yang tingggi. Hendaklah kita akui banyak diantara kita yang merasa mati masih lama sehingga tidak mahu beramal shaleh, baik sebagai pribadi, keluarga, masyarakat maupun organisasi sosial dan politik, keluhan kita adalah kita sering beralasan tidak ada waktu, kekurangan waktu, atau sengaja menghindar untuk di jumpa orang yang memerlukan pertolongan,dengan berbagai-bagai alasan terkadang mereka-reka alasan yang bohong demi untuk tidak mau bertemu dengan orang yang tidak disukai atau untuk menghindar dari membantu kesusahan orang lain.karena itu Allah swt mengingatrkan kita semua:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا ﴿١١٠﴾
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” (QS Al Kahfi [18]:110).
Manakala seseorang sudah melakukan segala sesuatu sebagai bentuk persiapan untuk kehidupan sesudah kematian, maka orang seperti inilah yang disebut dengan orang yang cerdas dan cemerlang dunia dan akhirat meskipun ia bukan sarjana atau kaya atau berstatus tinggi dan elit .Karena itu, Rasulullah saw bersabda:
اَلْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ
Orang yang cerdas cemerlang dunia akhirat adalah orang yang menundukkan nafsunya dan beramal bagi kehidupan sesudah mati (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Hakim).
Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.
Kaum Muslimin Yang Dimuliakan Allah swt.
Hakikat taqwa yang Keempat menurut Ali bin Abi Thalib adalah Ridha Meskipun Sedikit. Setiap kita pasti ingin mendapat sesuatu khususnya harta dalam jumlah yang banyak sehingga dapat mencukupi diri dan keluarga serta dapat berbagi kepada orang lain. Namun keinginan tidak selalu sejalan dengan kenyataan, ada waktu dimana kita mendapatkan banyak, tapi pada saat lain kita mendapatkan sedikit, bahkan sangat sedikit dan tidak cukup. Orang yang bertaqwa selalu ridha dan menerima apa yang diperolehnya meskipun jumlahnya sedikit, inilah yang disebut dengan qana’ah, sedangkan kekurangan dari apa yang diharapkan dicari lagi dengan penuh kesungguhan dan cara yang halal. Rasuah dan Korupsi yang menjadi penyakit moden sekarang adalah karena tidak ada sikap ridha menerima yang menjadi haknya, akibatnya ia masih saja mengambil hak orang lain dan berterusan mengambil hak rakyat walaupun hartanya sudah menggunung tinggi bukan setakat mengkayakan dirinya sendiri malah mengkayakan kaum keluarganya hasil dari wang Negara dan rakyat ,jadilah yang kaya semakin kaya yang miskin semakin terhimpit oleh kemiskinan. Oleh itu Allah swt mengingatkan kita semua dalam firman-Nya:
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿١٨٨﴾
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.(QS Al Baqarah [2]:188).
Cuba kita lihat betapa contoh daripada para sahabat Nabi s.a.w.yang sememang telah ditentukan oleh allah menjadi penghuni syurga .
Suatu ketika, Ali bin Abi Thalib baru pulang lambat dari biasanya. Isterinya, Fatimah putri Rasulullah menyambut kedatangan suaminya dengan sukacita. Siapa tahu Ali membawa wang lebih banyak karena keperluan di rumah makin besar.
Sesudah melepas lelah, Ali berkata kepada Fatimah, “Aku mohon maaf karena tidak membawa balik wang sesenpun.
Tidak nampak sedikitpun kekecewaan pada wajah Fatimah, bahkan ia tetap tersenyum dan dapat memaklumi keadaan suami yang dicintainya.
Ali amat terharu terhadap isterinya yang begitu tawakkal meskipun ia tidak dapat memasak malam itu karena memang tidak ada bahan makanan yang boleh dimasak.
Ketika waktu shalat tiba, seperti biasa Ali lalu berangkat ke masjid untuk menjalankan salat berjama’ah. Sepulang dari shalat, seorang yang sudah tua menghentikan langkahnya menuju rumah. “Maaf anak muda, betulkah engkau Ali, anaknya Abu Thalib?”, tanya orang itu.
“Betul”, jawab Ali kehairanan .
Orang tua itu menyeluk sakunya seraya berkata, “Dulu ayahmu pernah kusuruh menyamak kulit. Aku belum sempat membayar upahnya, ayahmu sudah meninggal. Jadi, terimalah wang ini, sebab engkaulah ahli warisnya.”
Dengan amat gembira Ali mengambil wang itu yang berjumlah 30 dinar. Sesampai di rumah, Ali kemukakan kepada isterinya rizki yang tidak terduga itu. Tentu saja Fatimah sangat gembira ketika Ali menceritakan kejadian itu. Dan ia menyuruh membelanjakannya semua agar tidak runsing lagi memikirkan keperluan sehari-hari. Tanpa berpikir panjang, Ali langsung berangkat menuju ke pasar.
Ketika hampir tiba ke pasar, Ali melihat seorang fakir menadahkan tangan, “Siapakah yang mau menghutangkan hartanya untuk Allah, bersedekahlah kepadaku, seorang musafir yang kehabisan bekal di perjalanan.”cuba kita lihat walaupun Ali seorang khalifah , beliau tidak mengambil kesempatan sebagai khalifah untuk meraut harta rakyat untuk memperkayakan dirinya,malah untuk makanan seharian pun beliau tidak memiliki apa-apa.
Beliau juga tidak berperasangka buruk terhadap peminta sedekah,berlainan dengan kita yang selalu berperasangka buruk terhadap peminta sedekah ,bukan setakat tidak mau memberi sedekah malah kita berbperasangka buruk dan berbohong terhadap peminta sedekah.Sedangkan Allah berfirman dalam surah addhuha :
وأما السائل فلا تنهر
Maksudnya : adapun orang yang meminta-minta jangan kamu caci dan maki mereka .
Tanpa berpikir panjang lebar, Ali memberikan seluruh wangnya kepada orang itu dan Ali pulang dengan tangan kosong. Tentu saja melihat sang suami pulang tidak bawa apa-apa, Fatimah kehairanan. Ali menerangkan peristiwa yang baru saja dialaminya dan ini justeru membuat Fatimah begitu terharu terhadap sang suami. Dengan diiringi senyum yang manis, Fatimah berkata: “Apa yang engkau lakukan juga akan aku lakukan seandainya aku yang mengalaminya. Lebih baik kita menghutangkan harta kepada Allah daripada bersifat bakhil yang dimurkai-Nya.”
Alangkah bahagianya seseorang suami memiliki isteri seperti Fatimah binti Rasulullah ini,beliau tidak mengeluh atas apa yang dilakukan oleh suaminya memberi kesemua wang kepada Faqir itu tadi.
Alangkah malangnya , sekiranya kita memiliki seorang isteri yang tamak dan kedekut,yang hanya memikirkan untuk dirinya sendiri sahaja tanpa menjadi dukungan kepada suami untuk berbuat baik bersedekah , malah melarang suami dari berbuat baik dengan alasan-alasan yang direka cipta dengan kebohongan.malah sanggup menggadaikan maruah diri demi kepuasan nafsu yang tidak kunjung puas .
Sidang Jemaah Iedul fitri yang berbahagia:
Sikap menerima membuat kita dapat bersyukur dan bersyukur membuat kita akan memperoleh rizki dalam jumlah yang lebih banyak, bahkan bila jumlahnya belum juga lebih banyak, rasa syukur membuat kita dapat merasakan sesuatu yang sedikit terasa seperti banyak sehingga yang merasakan manfaatnya tidak hanya kita dan keluarga tapi juga orang lain. Inilah diantara makna yang harus kita pelajari dari firman Allah swt:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ ﴿٧﴾
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS Ibrahim [14]:7).
Dari huraian di atas dapat kita simpulkan bahwa bertaqwa kepada Allah swt memerlukan kesungguhan sehingga kita dituntut untuk bertaqwa dengan sebenar-benarnya. Akhirnya marilah kita sudahi ibadah shalat EId kita dengan berdoa bersama-sama.
اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.
Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang dzalim dan kafir.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ
Ya Allah, perbaikilah agama kami untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbaikilah akhirat kami yang menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan.
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا
Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengاantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.
اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ الْمُجَاهِدِيْنَ فِي سَبِيْلِكَ فِي كُلِّ مَكَانٍ. اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ الْمُجَاهِدِيْنَ فِي فِلِسْطِيْنَ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تُحَرِّرَ الْمَسْجِدَ الأَقْصَى وَأَرْضَ فِلِسْطِيْنَ. اَللَّهُمَّ انْصُرَْإِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ الْمُجَاهِدِيْنَ فِي أَفْغَانِسْتَان، وَإِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ الْمُجَاهِدِيْنَ فِي كَشْمِيْرَ، وَإِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ الْمُجَاهِدِيْنَ فِي الْعِرَاقِ، وَإِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ الْمُجَاهِدِيْنَ فِي الشِّيْشَانِ، وَإِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ الْمُجَاهِدِيْنَ فِي سَائِرِ بِلاَدِ الإِسْلاَمِ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
Ya Allah, tolonglah dan menangkanlah saudara-saudara kami kaum muslimin para mujahidin di jalan-Mu di mana pun mereka berada. Tolonglah saudara-saudara kami kaum muslimin para mujahidin Palestin, bebaskan Masjid Aqsha dan tanah Palestin dari perompak Yahudi . Ya Allah, bantulah pula saudara-saudara kami kaum muslimin para mujahidin di Afghanistan, Kasymir, Irak, Chechnya, dan negeri-negeri kaum muslimin yang lain, wahai Penguasa alam semesta.
اَللَّهُمَّ دَمِّرِ الْيَهُوْدَ وَالْكَفَرَةَ وَالْمشْرِكِيْنَ وَالشُّيُوْعِيِّيْنَ الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ وَيُبَدِّلُوْنَ دِيْنَكَ وَيُعَادُوْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ. اَللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَفَرِّقْ كَلِمَتَهُمْ وَأَدِرْ عَلَيْهِمْ دَائِرَةَ السَّوْءِ. اَللَّهُمَّ أَنْزِلْ بَأْسَكَ الَّذِيْ لاَ يُرَدُّ عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِيْنَ.
Ya Allah, hancurkanlah orang-orang Yahudi, kafir, musyrik, dan atheis yang menghalangi manusia dari jalan-Mu, mengganti agama-Mu, dan memerangi orang-orang yang beriman. Ya Allah, cerai-beraikan kesatuan mereka, porak-porandakan ideologi mereka, dan kepung mereka dengan keburukan. Ya Allah, turunkan azab-Mu kepada mereka, azab yang tidak akan ditarik dari orang-orang yang banyak berbuat dosa.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.
Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan do’a.

رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Akhirnya saya ucapkan selamat hari raya eidul fitri kepada jemaah shalat eid semua
تقبل الله منا ومنكم تقبل يا كريم , والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
sribahgia2010habeeb

10 July, 2010

'Fahaman Wahabi Berasaskan Pemikiran Ibnu Taimiyyah' Oleh: Ghafani Awang Teh (JAKIM)


Gerakan Wahabi diasaskan oleh Imam Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi (1703 – 1791 M) lahir di Uyaynah utara Riyadh di daerah Nejad Arab Saudi. Bapanya adalah seorang qadhi di Nejad yang berpegang kepada akidah Ahli Sunnah wal-Jamaah. Selain berguru dengan bapanya beliau juga berguru dengan ulama-ulama Ahlu Sunnah Wal-Jamaah di Mekah dan Madinah. Gurunya yang terkenal di Madinah ialah Syeikh Muhammad Hayat yang menulis kitab Al-Hashiyah ‘Ala Sahih al-Bukhari.



Imam Muhammad bin Abdul Wahhab merupakan seorang ulama’ yang banyak dipengaruhi Mazhab Hanbali tetapi pegangan tauhidnya berasaskan fikrah Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim yang juga bermazhab Hanbali. Beliau tertarik dengan pemikiran dua pemikir dan cuba menghidupkan kemabli konsep pemikiran Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim.



Ibnu Taimiyyah ( 1263 – 1328 M) adalah seorang pemikir besar umat Islam. Pemikiran Ibnu Taimiyyah menimbulkan bantahan beberapa ulama berfahaman akidah Ahli Sunnah Wal-Jamaah yang sedang menguasai pemikiran akidah pada masa itu sehingga ia di penjara, dilarang menulis dalam penjara dan akhirnya meninggal dunia dalam penjara di Damshik Syiria. Ibnu Qayyim (1292 – 1350 M) adalah juga murid kepada Ibnmu Taimiyyah.



Secara umumnya Syeikh Mohammad bin Abdul Wahab muncul ketika pengaruh Mazhab Hanbali sedang merosot dan umat Islam pada masa itu banyak melakukan pencemaran akidah seperti khurafat, bid’ah dan wakil gabenor Turki pula terlibat dengan rasuah. Beliau telah melancarkan reformasi dan pembaharuan di semenanjung Arab dalam usaha membersihkan mengembalikan umat Islam kepada ajaran sebenar al-Quran dan Hadis Sahih Rasulullah s.a.w. Usahanya mendapat sokongan beberapa pemimpin kabilah Arab di Nejad.



Berasaskan gerakan reformasi inilah maka ia beruasaha menghapuskan rasuah, segala macam bid’ah, khurafat dan pelbagai perbuatan yang membawa kepada syirik. Penegak-penegak fahaman Wahabi ini juga menamakan fahaman mereka sebagai kumpulan Salafi iaitu kumpulan yang tidak terikat dengan mana-mana mazhab seperti mana yang berlaku di zaman Rasulullah dan kepimpinan sahabat-sahabat selepasnya.



Bagaimana pun terdapat juga penganalisis politik Arab bahawa gerakan Wahabi ini lahir sebagai usaha untuk membebaskan bangsa Arab dari pemerintahan Kerajaan Uthmaniah Turki yang menguasai negara Arab pada masa itu. Muhammad bin Saud (pengasas pemerintah Kerajaan Arab Saudi sekarang) telah memimpin kabilah Arab dan mendapat sokongan British berjaya memerintah Arab Saudi. Muhammad bin Saud dan pengasas fahaman Wahabi itu telah bersatu dalam usaha mengukuhkan kepentingan masing-masing dan usaha mereka berjaya. Kerajaan Uthmaniah Turki gagal mengawal kebangkitan Muhammad bin Saud dan perkembangan gerakan Wahabi kerana sibuk memnperkukuhkan penyebaran Islam di Eropah.



Menurut sumber sejarah ulama Mekah dan Madinah pada awalnya menentang fahaman Wahabi di mana berlaku isu kafir mengkafir yang hebat di antara ulama Ahli Sunnah Wal-Jamaah dengan ulama Wahabi. Bagaimana pun gerakan Wahabi berjaya menawan dua tempat suci itu maka bermulalah fahaman itu bertapak kukuh.



Pada prinsipnya fahaman Wahabi ini membuat terjemahan serta tafsiran al-Quran dan hadis sebulat-bulatnya mengikut fahaman pemimpin mereka serta ditegaskan dengan pendirian keras pergerakan itu. Mereka juga dikatakan menolak fahaman 4 Mazhab utama serta pegangan Ahli Sunnah Wal-Jamaah.



Menurut K.H Sirajudin Abbas seorang ulama besar Indonesia dalam buku 40 Soal-Jawab Agama menyatakan konsep moden fahaman Wahabi antaranya adalah seperti berikut:


. Dalam mempelajari ilmu Usuludin hendaklah berpegang kepada fahaman yang diasaskan oleh Ibnu Taimiyyah.

. Di dalam amalan fiqh pula tidak berpegang kepada mana-mana mazhab malah boleh menampal antara satu sama lain (Talfiq).

. Berpegang kepada sumber al-Quran dan hadis sahih sahaja tanpa berpegang kepada Ijmak dan Qias.

. Melarang keras umat Islam berdoa melalui tawassul (perantaraan).

. Melarang ziarah kubur walaupun maqam Rasulullah s.a.w. Kerajaan Arab Saudi membenarkan Jemaah Haji dan Umrah menziarah Maqam Rasulullah itu adalah atas dasar menziarahi Masjid Nabawi.

. Menghancurkan tugu-tugu peringatan kerana semua itu menjadikan umat Islam syirik.

. Melarang membaca qasidah dan berzanji yang memuji Rasulullah s.a.w. tahlil dan seumpamanya.

. Melarang umat Islam mengadakan sambutan hari-hari kebesaran Islam seperti Maulid Nabi, Isra’ Mikraj dan lain-lain.

Melarang umat Islam belajar sifat 20 dan seumpamanya.

. Fahaman Asa’ari iaitu fahaman Ahlu Sunnah Wal-Jamaah dibuang jauh-jauh.

. Imam dilarang membaca Bismillah pada permulaan Fatihah.

. Tidak boleh membaca wirid-wirid yang memuji Rasulullah.

. Tidak boleh melagu-lagukan lafaz al-Quran dan laungan azan tetapi boleh baca dengan lurus sahaja.

. Menghadakan majlis zikir secara berjemaah dilarang.

. Amalan tariqah dilarang sama sekali.

. Amalan berwirid selepas solat berjemaah dilarang keras.


Fahaman Wahabi menjadi pegangan Kerajaan Arab Saudi yang menguasai Masjidil Haram Mekah dam Masjid Nabawi Madinah. Berdasarkan penguasaan dua tempat suci ini maka fahaman Wahabi terus bertapak kukuh. Malah Kerajaan Arab Saudi menjadi negara Islam paling banyak menyumbangkan dana-dana untuk perkembangan dakwah dan syiar Islam di seluruh dunia.



Di negara kita Kerajaan Perlis Indera Kayangan satu-satunya negeri yang tidak berpegang kepada mana-mana mazhab. Mereka mendakwa berpegang kepada al-Quran dan hadis sahih sepenuhnya seperti mana yang diamalkan di Arab Saudi. Terdapat kalangan pelajar Malaysia yang belajar di Arab Saudi dan mahir dalam selok belok hukum tertarik dengan fahaman Wahabi dan mengembangkannya di Malaysia.



Penerapan fahaman Wahabi di kalangan umat Islam di negara ini yang sejak berkurun lama berakar umbi dengan Akidah Ahli Sunnah Wal-Jamaah telah menimbulkan salah faham di kalangan umat Islam. Manakala bagi orang awam yang kurang mahir dalam selok belok mazhab maka lebih baik bertaqlid dengan pegangan mazhab sedia ada.



Hakikatnya fahaman Wahabi tidak membawa pemikiran baru tentang akidah. Mereka hanya mengamalkan apa yang telah dikemukakan oleh Ibnu Taimiyyah dalam bentuk yang lebih keras berbanding apa yang diamalkan oleh Ibnu Taimiyyah sendiri. Perkembangan fahaman Wahabi dan penerapan mazhab lain dalam masyarakat Islam di negara ini tidak dapat dielakan kerana kesan pengglobalan ilmu di dunia hari ini.



Malah dalam penghayatan muamalah dan sisitem perbankan Islam di negara ini dan di dunia sekarang banyak menggunakan kaedah yang terdapat dalam Mazhab Hanafi.



Kesimpulannya dari segi tauhid fahaman Wahabi bukan ajaran baru dan juga tidak termasuk antara 73 cabang ajaran sesat seperti mana yang dijelaskan ulama berdasarkan huraian hadis penjelasan 73 ajaran sesat itu.


Tarikh : 23 Disember 2006
Sumber : Pengarah Bahagian ILIM
Editor : PRO JAKIM
Hits : 24629

02 April, 2010

Fardhu Kifayah dan Fardhu ain


PRIORITI ( KEUTAMAAN) FARDHU 'AIN ATAS FARDHU KIFAYAH

APA KATA AL ALLAMAH DR MOHD YUSUF AL QARADHAWI :


TIDAK diperselisihkan lagi bahwa perkara fardhu mesti didahulukan atas perkara yang hukumnya sunnah; tetapi perkara-perkara yang fardhu itu sendiri memiliki berbagai tingkatan.

Kita yakin betul bahwa fardhu ain harus didahulukan atas fardhu kifayah. Karena fardhu kifayah kadangkala sudah ada orang yang melakukannya, sehingga orang yang lain sudah tidak menang-
gung dosa karena tidak melakukannya. Sedangkan fardhu ain tidak dapat ditawar lagi, karena tidak ada orang lain yang boleh menggantikan kewajiban yang telah ditetapkan atas dirinya.

Banyak hadits Nabi yang menunjukkan bahwa kita mesti mendahulukan fardhu ain atas fardhu kifayah.

Contoh yang paling jelas untuk itu ialah perkara yang ada kaitannya dengan berbuat baik terhadap kedua orang tua dan berperang membela agama Allah, ketika perang merupakan fardhu kifayah, karena peperangan untuk merebut suatu wilayah dan bukan mempertahankan wilayah sendiri; iaitu peperangan untuk merebut suatu wilayah yang diduduki oleh musuh. Kita hendaklah melakukan peperangan ketika ternyata tanda-tanda musuh mengintai kita dan hendak merebut wilayah yang lebih luas dari kita. Dalam hal seperti ini hanya sebagian orang saja yang dituntut untuk melakukannya, kecuali bila pemimpin negara menganjurkan semua rakyatnya untuk pergi berperang.

Dalam peperangan seperti ini, berbakti kepada kedua orangtua dan berkhidmat kepadanya adalah lebih wajib daripada bergabung kepada pasukan tentara untuk berperang. Dan inilah yang diingatkan oleh Rasulullah saw.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin 'Amr bin Ash r.a. berkata bahwa ada seorang lelaki yang datang kepada Nabi saw. Dia meminta izin untuk ikut berperang. Maka Rasulullah saw bertanya kepadanya, "Apakah kedua orangtuamu masih hidup” Dia menjawab, "Ya." Rasulullah saw bersabda, "Berjuanglah untuk kepentingan mereka." (10)

Dalam riwayat Muslim disebutkan, ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw kemudian berkata, "Aku hendak berjanji setia untuk ikut hijrah bersamamu, dan berperang untuk memperoleh pahala dari Allah SWT." Nabi saw berkata kepadanya: "Apakah salah seorang di antara kedua orangtua mu masih hidup?" Dia menjawab, "Ya. Bahkan keduanya masih hidup." Nabi saw bersabda, "Engkau hendak mencari pahala dari Allah s.w.t.?" Lelaki itu menjawab, "Ya." Nabi saw kemudian bersabda, "Kembalilah kepada kedua orangtuamu, perlakukanlah keduanya dengan sebaik-baiknya."

Diriwayatkan dari Muslim bahwa ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw seraya berkata, "Aku datang ke sini untuk menyatakan janji setia kepadamu untuk berhijrah, aku telah meninggalkan kedua orangtuaku yang menangis karenanya." Maka Nabi saw bersabda, "Kembalilah kepada keduanya, buatlah mereka tertawa sebagaimana engkau telah membuat mereka menangis."

Diriwayatkan dari Anas r.a. berkata bahwa ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw sambil berkata, "Sesungguhnya aku sangat ingin ikut dalam peperangan, tetapi aku tidak mampu melaksanakannya." Nabi saw bersabda, "Apakah salah seorang di antara kedua orangtuamu masih ada yang hidup?" Dia menjawab, "Ibuku." Nabi saw bersabda, "Temuilah Allah dengan melakukan kebaikan kepadanya. Jika engkau melakukannya, maka engkau akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang mengerjakanibadah haji, umrah, dan berjuang di jalan Allah."

Diriwayatkan dari Mu'awiyah bin Jahimah bahwasanya Jahimah datang kepada Nabi saw kemudian berkata, "Wahai Rasulullah, aku ingin ikut berperang, dan aku datang ke sini untuk meminta pendapatmu." Maka Rasulullah saw bersabda, "Apakah engkau masih mempunyai ibu?" Dia menjawab, "Ya." Rasulullah bersabda, "Berbaktilah kepadanya, karena sesungguhnya surga berada di bawah kakinya." (13)

Thabrani meriwayatkan hadits itu dengan isnad yang baik, (14) dengan lafalnya sendiri bahwa Jahimah berkata, "Aku datang kepada Nabi saw untuk meminta pendapat bila aku hendak ikut berperang. Maka Nabi saw bersabda, 'Apakah kedua orangtuamu masih ada?' Aku menjawab, 'Ya.' Maka Nabi saw bersabda, 'Tinggallah bersama mereka, karena sesungguhnya syurga berada di bawah telapak kaki mereka.'"

BEBERAPA TINGKAT FARDHU KIFAYAH

Saya ingin menjelaskan di sini bahwa sesungguhnya fardhu kifayah juga mempunyai beberapa tingkatan. Ada fardhu kifayah yang cukup hanya dilakukan oleh beberapa orang saja, dan ada pula fardhu kifayah yang dilakukan oleh orang banyak. Ada pula fardhu-fardhu kifayah yang tidak begitu banyak orang yang telah melakukannya, bahkan tidak ada seorangpun yang melakukannya.

Pada zaman Imam Ghazali, orang-orang merasa aib bila mereka tidak menuntut ilmu pengetahuan di bidang fiqh, padahal ia merupakan fardhu kifayah, dan pada masa yang sama mereka meninggalkan wajib kifayah yang lain; seperti ilmu kedokteran. Sehingga di suatu negeri kadangkala ada lima puluh orang ahli fiqh, dan tidak ada seorangpun dokter kecuali dari ahli dzimmah. Padahal kedokteran pada saat itu sangat diperlukan, di samping ia juga dapat dijadikan sebagai pintu masuk bagi hukum-hukum dan urusan agama.

Oleh karena itu, fardhu kifayah yang hanya ada seorang yang telah melakukannya adalah lebih utama daripada fardhu kifayah yang telah dilakukan oleh banyak orang; walaupun jumlah yang
banyak ini belum menutup semua keperluan. Fardhu kifayah yang belum cukup jumlah orang yang melakukannya, maka ia semakin diperlukan.

Kadangkala fardhu kifayah dapat meningkat kepada fardhu ain untuk peristiwa Zaid atau Amr, karena yang memiliki keahlian hanya dia seorang, dan dia mempunyai kemungkinan untuk melakukannya, serta tidak ada sesuatupun yang menjadi penghalang baginya untuk melakukannya.

Misalnya, kalau negara memerlukan seorang faqih yang ditugaskan untuk memberi fatwa, dan dia seorang yang telah belajar fiqh, atau dia sendiri yang dapat menguasai ilmu tersebut.

Contoh lainnya ialah guru, khatib, dokter, insinyur, dan setiap orang yang memiliki keahlian tertentu yang sangat diperlukan oleh manusia, dan keahlian ini tidak dimiliki oleh orang lain.

Misal yang lain ialah apabila ada seorang yang mempunyai pengalaman di bidang ketenteraan yang sangat khusus, dan tentara kaum Muslimin memerlukannya, yang tidak dapat digantikan oleh orang lain, maka wajib baginya untuk menawarkan diri melakukan tugas tersebut.

Catatan kaki:

10 Diriwayatkan oleh Bukhari dalam al-Jihad; dan Muslim dalam al-Birr. hadits no. 2549

11 Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya dalam al-Jihad (2528): Ibn Majah (2782); dan
disahihkan oleh Hakim. 4:152-153, dan disepakati oleh adz-Dzahabi.

12 Al-Mundziri berkata dalam kitab ar-Targhib wat-Tarhib: "Abu Ya'la dan Thabrani meriwayatkan dalam as-Shaghir dan al-Awsath, dengan isnad yang baik, Maimun bin Najih yang
dikuatkan oleh Ibn Hibban, dan rawi-rawi yang masyhur (al-Muntaqa, 1474). Al-Haitsami mengatakan: "Orang-orang yang meriwayatkannya adalah shahih, selain Maimun bin Najih tetapi telah dikuatkan oleh Ibn Hibban." (Al-Majma', 8:138)

13 Diriwayatkan oleh Nasai dalam al-Jihad. 6: 111; Ibn Majah (2781); Hakim men-shahih-kannya dan disepakati oleh al-Dzahabi. 4:151.

14 Begitulah yang dikatakan aleh al-Mundziri (lihat al-Muntaqa, 1475); al-Haitsami berkata: "Orang-orang yang meriwayatkan hadits ini semuanya tsiqat." (Al-Majma', 8:138)

------------------------------------------------------

FIQH PRIORITAS
Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah
Dr. Yusuf Al Qardhawy

17 January, 2010


Al-Qaradawi: Tokoh Tajdid


Kedatangan Dr Yusuf al-Qaradawi ke Malaysia amat dialu-alukan. Walaupun saya tidak sempat mengikuti ucapan beliau pagi semalam yang khabarnya berkaitan buku terbarunya Fiqh al-Jihad, tetapi saya telah pun membeli buku tersebut sejak dua bulan lepas. Buku tersebut merupakan karya terbesar beliau selepas Fiqh al-Zakah.

Saya antara pengkagum Dr Yusuf al-Qaradawi. Bukan kerana namanya, tetapi kerana kesarjanaannya. Buku-bukunya mempunyai nilai analisis dan kebebasan akal dari sebarang fanatik mazhab. Beliau adalah tokoh tajdid yang menyeru kepada keluasan fekah dan kemerdekaan minda dari ketaksuban pandangan tokoh kepada penilaian setiap pendapat dengan adil berteraskan al-Quran dan a-Sunnah.

Dalam buku terbarunya itu beliau menyebut tentang kaedah dalam penulisannya:
“Mengambil manfaat dari khazanah fekah islami dan mengiktiraf lautannya yang luas dengan tidak cenderung kepada hanya satu mazhab tanpa melihat mazhab yang lain, atau terikat dengan satu imam tanpa melihat imam yang lain.

Bahkan kita menganggap peninggalan besar ini (khazanah fekah) milik setiap pengkaji untuk dia menyelami dasarnya, membongkar simpanannya, menggali setiap penjurunya, membandingkan antara satu pendapat dengan pendapat yang lain, satu dalil dengan dalil yang lain tanpa taksub kepada satu pandangan atau taklid berterusan kepada satu mazhab.

Bahkan kadang-kala kita mengambil pendapat Abu Hanifah, kemudian pendapat Malik, kemudian pendapat Syafii, kemudian pendapat Ahmad, kemudian pendapat Daud (maksudnya Daud al-Zahiri-pen). Bahkan mungkin dalam beberapa perkara kecil kita keluar dari mazhab sunni kepada mazhab Zaidiyyah, ataupun Ja’fariyyah ataupun Ibadiyyah jika kita dapati penyelesaian masalah dalamnya.

Mungkin juga kita akan mengambil sebahagian pendapat mazhab yang hilang seperti Mazhab al-Auza’i, Mazhab al-Thauri dan Mazhab al-Tabari. Bahkan kita kadang kala akan keluar dari kesemua mazhab itu pergi ke dataran luas fekah para sahabat Nabi s.a.w, tabi’iin, dan atba’ al-tabi’in yang mana mereka ini tiada mempunyai sebarang mazhab yang diikuti. Mereka seperti al-Khulafa al-Rasyidin, Ibn Mas’ud, Ibn ‘Umar, Ibn ‘Abbas, ‘Aishah, Mu’adz, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Thabit dan para sahabat r.ahum yang lain.

Demikian juga murid-murid mereka seperti mereka yang dikenali sebagai fuqaha (ahli fekah) yang tujuh di Madinah, juga selain mereka di Mekah, Kufah, Basrah, Mesir, Syam dan wilayah-wilayah yang lain yang para sahabah dan murid-murid mereka bertebaran. Antaranya; Sa’id bin al-Musayyib, Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah, Mujahid, Ata`, Tawus, al-Hasan al-Basri, Ibn Sirin, ‘Alqamah, al-Aswad, Masruq, al-Nakha’i, al-Laith bin Sa’d dan selain mereka…” (Fiqh al-Jihad, 1/24, Kaherah: Maktab Wahbah).

Saya fikir jika ada orang yang ingin berpegang dengan keluasan mazhab atau intelektualisma yang seperti itu di Malaysia tentu akan ada yang menuduh ini puak ‘derhaka mazhab’, tidak beradab dengan jasa orang-orang lama kita, keluar mazhab Syafi’i, rasa terlalu pandai dan berbagai lagi. Bahkan lebih trajik; wahabi dan sesat.

Sebab itulah barangkali pandangan-pandangan agama kita membeku dan generasi baru tidak dapat melihat keluasan Islam akibat kesempitan jendela fikir kita. Kita kononnya ini menghormati khazanah agama di Tanah Melayu sehingga kita melarang orang lain meneliti pandangan luar mazhab, padahal kita lupa tindakan seperti itu menyebabkan kita menyisihkan sekian banyak khazanah kesarjanaan dari berbagai-bagai aliran pemikiran dalam umat ini. Bukan salah bermazhab, tetapi salahnya itu fanatik mazhab sehingga menganggap setiap yang luar itu salah dan enggan menilai lagi pendapat yang dipakai hanya kerana ‘ini mazhab kita!!’.

Sebab itu Dr Yusuf al-Qaradawi ketika memperkatakan tentang Manhaj Mu’asir li al-Fatwa (Kaedah Semasa Dalam Fatwa) menyebut perkara pertama adalah “Membebaskan diri dari fanatik dan taklid”. Beliau menyebut:

“Pertama, membebaskan diri dari fanatik mazhab dan mengikut secara buta tuli kepada si fulan
dan si fulan, samada dia dalam kalangan ulama terdahulu atau kemudian“. Dikatakan “ tidak bertaklid itu melainkan seorang fanatik atau dungu”.

Aku tidak rela untuk diriku salah satu dari sifat tersebut. Membebaskan diri dari fanatik mazhab itulah sebenarnya merupakan penghormatan yang sepenuhnya kepada para imam dan fakih (ahli fekah). Tidak bertaklid kepada mereka bukanlah merendahkan kedudukan mereka, sebaliknya itulah yang menepati jalan mereka, juga melaksanakan wasiat mereka agar tidak bertaklid kepada mereka.

Kita mengambil agama dari sumber yang mereka ambil (al-Quran dan al-Sunnah). Juga tidak bertalkid kepada mereka bukanlah bererti mengabaikan fekah dan warisan mereka. Sebaliknya, sewajarnya merujuk dan mengambil faedah daripadanya, dari pelbagai aliran tanpa berat sebelah ataupun fanatik. Pendirian seperti ini tidak mensyaratkan seorang sarjana muslim yang berdikari kefahamannya itu mesti sampai ke peringkat ijtihad mutlak seperti para imam yang terdahulu.”
( al-Qaradawi, al-Fatwa bain al-Indibad wa al-Tasaiyub, m.s 101, Beirut: al-Maktab al-Islami).

Ungkapan kemerdekaan ilmu dan kebebasan diri dari kongkongan taksub amat dimusuhi oleh sesetengah pihak. Oleh kerana sejak sekian lama mereka dipayung oleh rasa fanatik lalu mereka tidak akan bertanya atau mempersoalkan lagi apa yang dilontarkan oleh guru mereka sehingga pemikiran agama menjadi longlai dan dihakiskan oleh cabaran zaman.Namun kelompok agama ini tetap ingin mewarisi takhta ‘empayar agama’ yang tokoh-tokohnya tidak boleh dipersoal, atau pandangan mereka dibincang semula, maka mereka pun mengeluarkan fatwa ‘siapa keluar mazhab dia sesat’, atau ‘siapa banyak tanya atau mengkritik pandangan kita atau kebiasaan kita dia biadap’, bahkan siapa yang cuba memahami Islam di luar dari yang kita terangkan maka ‘dia sesat dan terkeluar dari Ahlus Sunnah’.

Seakan bagi mereka ini para sarjana Islam dari mazhab-mazhab yang lain kesemuanya sesat dan bukan Ahlus Sunnah sehingga kita dilarang memahami dan berpegang dengan kajian mereka! Hal ini bertambah buruk apabila aliran tarekat turut berkembang dalam negara kita kebelakangan ini. Ramai dalam kalangan tarekat yang memegang tradisi ‘jangan tanya, ikut saja’ amat marah melihat gerakan pembaharuan yang meminta agar fungsi akal dihidupkan dalam mengikuti agama ini. Islam adalah agama fitrah dan waras. Akal mempunyai kedudukan yang penting dalam Islam sehingga orang gila atau belum sempurna akalnya tidak diletakkan atas neraca dosa dan pahala.

Ibn Taimiyyah

Walaupun al-Qaradawi tidak fanatik kepada mana-mana tokoh, namun ini bukan bererti tiada tokoh kesayangan atau tokoh yang beliau kagumi. Dr al-Qaradawi pernah menyebut
“Al-Imam Ibn Taimiyyah ialah daripada kalangan ulama umat yang aku sayangi, bahkan barangkali dialah yang paling jantung hatiku sayangi di kalangan mereka dan paling dekat kepada pemikiranku” (Al-Qaradawi, Kaif Nata‘amul ma‘a al-Sunnah, m.s. 170, Mesir: Dar al-Wafa).

Hampir kesemua buku-buku Dr al-Qaradawi dipenuhi nukilan dari Syeikhul Islam Taimiyyah (meninggal 728H) dan muridnya al-Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah (meninggal 751H). Ini kerana dua tokoh agung ini terkenal dengan usaha tajdid membangunkan semula umat dan membebaskan mereka dari daerah fanatik, jumud dan ‘malas berfikir’.Kata al-Qaradawi dalam al-Thaqafah al-‘Arabiyyah al-Islamiyyah:

“Ibn Taimiyyah dan institusinya adalah salafis. Mereka itu benar-benar tokoh tajdid (revival). Tiada seorang pun yang cuba menafikan pemikiran tajdid mereka, melainkan dia seorang yang keras kepala.” (m.s 59, Kaherah: Maktab Wahbah).

Golongan fanatik mazhab seperti Ahbash membantah beliau kerana suka merujuk kepada Ibn Taimiyyah. Kata al-Qaradawi: “Termasuk perkara yang pelik, mereka golongan Ahbash ini mentohmah aku ini wahhabi dan taksub dengan para imam Wahhabi, kerana seringkali aku apabila bercakap mengambil daripada Ibn Taimiyyah dan Ibn al-Qayyim dan madrasah mereka berdua, mereka (Ahbash) menuduh Ibn Taimiyyah dan Ibn al-Qayyim ini menyalahi ijma’ dalam persoalan ini dan itu..”.

Di Malaysia, kelompok anti-Ibn Taimiyyah bersarang di sesetengah pondok, jabatan agama dan beberapa institusi yang lain. Ada yang keluar dalam TV dan akhbar menyesatkan Ibn Taimiyyah, bahkan mengkafirkannya. Jika mereka baca karya al-Qaradawi tentu tuduhan yang sama akan dikenakan kepada beliau. Maka al-Qaradawi juga tidak terlepas dari berbagai tohmahan. Beliau pernah dituduh sebagai liberalis, wahabis dan berbagai lagi. Tuduhan itu datang dari berbagai, samada kelompok fanatik mazhab, fanatik tarekat, juga yang aliran salafi jalur keras yang jumud. Bahkan ada buku yang melebelnya sebagai ‘anjing yang menyalak’.

Dalam masa yang sama Barat juga melancarkan permusuhan dengan beliau. Ini kerana beliau bekerja untuk Islam, menulis, berceramah dan merancang. Sebelum al-Qaradawi menjadi ‘gergasi’ dengan nama yang besar seperti sekarang, beliau juga pernah memasuki penjara. Bahkan ketika ini pun ada negeri yang tidak membenarkan beliau masuk. Demikian hari-hari yang mesti dilalui dalam melakukan agenda dakwah dan pembaharuan. Seorang tokoh itu tetap tokoh dan akan ada yang membelanya.

Dr Mohd Asri Zainal Abidin.