"Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan tiada aku termasuk di antara orang-orang yang musyrik" (QS Yusuf:108)

22 May, 2018


DOSA BERDENDAM DALAM ISLAM


Jika kita rajin mengikuti berbagai peristiwa, baik yang tersaji melalui media massa ataupun yang langsung kita temukan dalam kehidupan bermasyarakat, banyak kes negatif kehidupan manusia yang muncul disebabkan oleh balas dendam.

Dendam dalam bahasa Arab di sebut hiqid, ialah "Mengandung permusuhan didalam batin dan menanti-nanti waktu yang terbaik untuk melepaskan dendamnya, menunggu kesempatan yang tepat untuk membalas sakit hati dengan mencelakakan orang yang di dendami".

Dendam Kebencian adalah perasaan yang dilahirkan dari perasaan kebencian atau kemarahan, sering dipendam secara  rahsia oleh seorang  individu. Dendam juga boleh dilahirkan daripada hasrat dengki atau rasa tidak senang hati dengan seseorang. Dalam agama Islam, dendam adalah berdosa.

Perasaan dendam dan kebencian di hati yang terbakar seperti api hangat hanya dapat dipadamkan oleh diri sendiri. Jika dendam dibiarkan, nescaya dia hanya membahayakan kita kerana dendam boleh membuat kita lebih banyak tekanan terutama emosi.

Dendam merupakan sifat yang tiada terpuji yang pasti tak akan pernah mendapat readha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan paling bahayanya sifat ini dapat menghabiskan semua amalan baik dan menuntun kita ke neraka. 

Sekiranya kita rajin mengikuti peristiwa ini, sama ada melalui media massa atau secara langsung ditemui dalam kehidupan masyarakat, banyak kes negatif kehidupan manusia yang timbul akibat balas dendam.

Apa gunanya kita berdendam terhadap seseorang?  Dendam dan kebencian boleh dianggap sebagai senjata yang kuat untuk memecahkan perpaduan manusia. Lihat pertempuran, majoriti bermula dengan dendam terhadap negara dan pemimpin. Dendam ini boleh menjadi penyebab perpaduan umat Islam yang rapuh.

Sifat balas dendam yang diiringi oleh pengorbanan orang lain dalam ajaran Islam sangat dicela dan karenanya dikategorikan sebagai akhlaq madzmumah perbuatan (perbuatan yang terpuji).

Ia dikatakan memalukan kerana mengabaikan norma-norma kemanusiaan di mana seseorang tidak mengizinkan orang lain untuk mengakui kesalahan mereka yang seterusnya membuka peluang untuk berbuat baik, dan memaksa seseorang untuk "mengakhiri" kehidupan dan karier seseorang di dunia ini.

Balas dendam adalah tindakan emosional tanpa memikirkan akibat buruk yang akan ditimbulkan di kemudian hari. Tindakan semacam ini dilatarbelakangi oleh banyak faktor yang tidak mampu dikontrol lagi secara manusiawi.Itu sebabnya banyak pula yang mengklaim akibat perbuatan ini sebagai yang tidak manusiawi

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ‍‍مَا‌ ‌ال‍‍سَّب‍‍ِ‍ي‍‍لُ عَلَى‌ ‌الَّذ‍ِ‍ي‍‍نَ يَ‍‍ظْ‍‍لِم‍‍ُ‍ونَ ‌ال‍‍‍نّ‍‍‍َ‍اسَ ‌وَيَ‍‍بْ‍‍‍‍غُ‍‍‍ونَ فِي ‌الأَ‌رْ‍ضِ بِ‍‍غَ‍‍‍يْ‍‍‍ر‍ِ‍‌ ‌الْحَ‍‍قِّ ۚ ‌أ‍ُ‍‌وْل‍‍َ‍ائِكَ لَهُمْ عَذ‍َ‍‌ابٌ ‌أَلِيمٌ
“Sesungguhnya jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang-orang yang melakukan kezaliman kepada manusia dan bermaharajalela di muka bumi dengan tiada sebarang alasan yang benar. Mereka itulah orang-orang yang beroleh azab seksa yang tidak berperi sakitnya”. (Surah Ash-Syura: 42)

Mungkin ada yang mengatakan dendam ini yang membantunya untuk lebih daripada seseorang. Sesetengah orang mungkin mengatakan bahawa dendam ini adalah motivasi terbaik untuk diri agar agar sentiasa berusaha maju kehadapan. Walau bagaimanapun, semua ini adalah cakap kosong.

Perasaan dengki dan dendam itu merupakan penyakit hati, yang dapat meresapkan iman keluar dari hati, sebagaimana meresapnya zat cair dari wadah yang bocor. Islam sangat memperhatikan kebersihan hati karena hati yang penuh dengan noda-noda kotoran itu, dapat merusak amal sholeh, bahkan menghancurkannya. Sedang hati yang bersih, jernih dan bersinar itu dapat menyuburkan amal dan dorongan semangat untuk meningkatkan amal ibadah, dan Allah memberkahi dan memberikan segala kebaikan kepada orang yang hatinya bersih. Oleh karena itu, jamaah muslimin yang sebenarnya, hendaknya jamaah yang terdiri dari orang-orang yang bersih jiwanya dan sehat hatinya, yang terdiri di atas saling cinta mencintai, saling kasih mengasihi, sayang menyayangi, yang merata, di atas pergaulan yang baik dan kerjasama yang saling menguntungkan timbal balik, di dalamnya tidak ada seorang yang untung sendiri, bahkan golongan yang semacam ini, sebagaimana di gambarkan dalam Al-Qur'an yang artinya:

"Yang orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa 'Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau biarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang beriman, Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau maha penyantun lagi maha penyayang". (Al-Hasyr: 10).

Apabila rasa permusuhan telah tumbuh dengan suburnya, sampai berakar, dapat mengakibatkan hilangnya rasa kasih sayang dan hilangnya kasih sayang dapat mengakibatkan rusaknya perdamaian. Dan jika sudah sampai demikian, maka dapat menghilangkan keseimbangan yang pada mulanya menjurus kearah perbuatan dosa-dosa kecil, dan akhirnya dapat mengarah kepada dosa-dosa besar yang mengakibatkan turunnya kutukan Allah.

Islam membenci perbuatan demikian dan memperingatkan jangan sampai terjerumus kedalamnya. Mencegah adanya ketegangan dan permusuhan, menurut Islam merupakan ibadah yang besar, sebagaimana sabda Nabi saw yang artinya:

"Maukah aku beritahukan kepadamu perkara yang lebih utama dari puasa, shalat dan shadaqoh?
,
Jawab sahabat: "Tentu mau".

Sabda Nabi saw: "Iaitu mendamaikan di antara kamu, karena rusaknya perdamaian di antara kamu adalah menjadi pencukur yakni perusak agama". (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Bagi orang yang bersabar atas segala macam musibah dan perlakuan dalam kehidupannya ini akan memperoleh balasan dari Allah dengan sebuah janji yang maha benar "Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan" (Q.S.Al-Nahl/16:96).

Orang yang sabar memiliki keistimewaan tersendiri, karena "Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar".(Q.S. Al-Anfal/8:46).

Saudaraku, sebagai seorang muslim tentunya kita berpegang dengan dalil dan aturan yang telah ditetapkan untuk kita, kita tentunya menjadikan al-quran sebagai kitab pedoman hidup yang didukung dengan hadist dari Rasulullah. Tahukah kita saudaraku jika kedua hal ini, Benci dan Dendam merupakan sifat yang tiada terpuji yang pasti tak akan pernah mendapat ridho Allah. Dan paling bahayanya sifat ini dapat menghabiskan semua amalan baik dan menuntun kita ke neraka. Semoga kita tidak termasuk di dalamnya, Amin.

Sekarang mari kita merujuk kepada diri kita sendiri. Mungkin pernah ada rasa benci dan dendam dalam hati. Apakah yang kamu rasakan saudaraku? Bukankah benci dan dendam itu menyiksa batinmu? Apakah ada kepuasaan yang hakiki di dalam qalbumu andai jika melihat orang yang engkau benci harus mengalami luka yang sama dengan yang kamu rasakan? Atau andai jika dendam yang telah engkau balaskan, akankah apa yang membuatmu mendendam itu akan kembali kepadamu? Sehingga silaturrahmi pun akan terputus, padahal dalam hadist Rasulullah bersabda :

“Tidaklah halal bagi seorang muslim untuk meninggalkan saudaranya lebih dari tiga malam. Keduanya juga saling bertemu, tetapi mereka tidak saling mengacuhkan satu sama lain. Yang paling baik diantara keduanya yang terlebih dahulu memberi salam”. (HR. Muslim)

Mari sama-sama kita berdoa,

“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu, teguhkanlah hati kami diatas ketaatan kepadamu,arahkanlah hati-hati kami untuk taat kepadamu, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” Amiin, ya Robbal 'aalamiinnn...

Semoga bermanfaat untuk kita semuanya,

“Manusia akan tetap berada di dalam kebaikan selama dia tidak mempunyai rasa benci.” (HR. Thabrani)

Posted by: HAR

19 May, 2018

Puasa merupakan setinggi-tinggi amalan bagi mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan puasa juga penghapus dosa-dosa atas maksiat yang dilakukan. Dalam sebuah hadits daripada Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahawa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda:

وَعنْهُ رَضِيَ اللَّه عَنْهُ ، قَال : كانَ رسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يُرَغِّبُ في قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيه بعزيمةٍ ، فيقُولُ : « مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيماناً واحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّم مِنْ ذَنْبِهِ » رواه مُسْلِمٌ Maksudnya : Sesiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan pengharapan-pengharapan, akan diampun segala dosa-dosanya yang terdahulu. (Riwayat: Bukhari dan Muslim)

- HUSZAINI -

TAZKIRAH RAMADHAN
OLEH: USTAZ BAHRUDDIN BIN MANSUR
JUMAAT 18 MEI, 2018 (2 RAMADHAN 1439H)
DI SURAU SRI BAHAGIA, PETRA JAYA, KUCHING

18 May, 2018


JALAN MENUJU KEBAHAGIAN YANG HAKIKI

Banyak cara manusia melakukan untuk mencapai kebahagiaan. Sesetengah daripada mereka menganggap bahawa kebahagiaan dapat dicapai dengan kekayaan, kedudukan yang menonjol, dan popularitas yang pasang surut. Tidak hairan jika orang bersaing untuk mendapatkan semuanya, termasuk menggunakan segala cara. Jadi, jika seseorang menjadi kaya, terkenal, dan terkenal secara automatik menjadi orang yang sentiasa bahagia? Tidak! Nah, bagaimana untuk mencapai kebahagiaan sejati?

Mungkin anda adalah salah satu daripada banyak orang yang cuba mencari cara untuk mencapai kebahagiaan dan ketenangan hidup. Jadi, anda sibuk dengan Facebook, Istagram, majalah, dan semisalnya, atau pergi ke orang yang berpengalaman untuk mendapatkan tip untuk kehidupan yang bahagia. Mungkin tip yang anda terima tetapi apabila dipraktekan, kebahagiaan dan ketenangan tidak kunjung datang. Walaupun kebahagiaan dan ketenangan hidup adalah salah satu keperluan penting, terutama jika kehidupan selalu dibungkus dan dipenuhi dengan masalah, kesedihan dan kecemasan gulanaan, akan semakin terasalah keperluannya  kebahagian, atau sekurang-kurangnya tenang dan lapang ketika menghadapi segala masalah.

Hampir semua orang bersetuju bahawa kebahagiaan tidak sepenuhnya diperoleh dengan harta dan kekayaan. Berapa banyak orang yang hidup dalam kekayaan tetapi mereka tidak bahagia. Kadang-kadang mereka juga belajar tentang kebahagiaan orang yang tidak mempunyai kekayaan dan harta.

Sebenarnya kebahagian hidup yang hakiki lahirnya daripada ketenangan hati, pegangan agama yang teguh dan kental, semuanya hanya didapati dalam agama Islam yang mulia. Justeru itu ada pelbagai dan pendekatan yang diajar dalam Islam bagi merealisasikan apa sebenarnya kebahagian yang dicari.

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullah dalam kitabnya Al-Wasailul Mufidah lil Hayatis Sa‘idah menyebut:

1.  Orang-orang yang beriman serta beramal soleh

مَن عَمِلَ صالِحًا مِن ذَكَرٍ أَو أُنثىٰ وَهُوَ مُؤمِنٌ فَلَنُحيِيَنَّهُ حَياةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجزِيَنَّهُم أَجرَهُم بِأَحسَنِ ما كانوا يَعمَلونَ
“Sesiapa yang beramal salih, dari lelaki atau perempuan sedang ia beriman, maka sungguh Kami akan menghidupkan dia dengan kehidupan yang baik; dan sesungguhnya Kami akan membalas mereka, dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka telah kerjakan” (Surah An-Nahl: 97)

Ini merupakan janji dari Allah Ta’ala bagi orang yang mengerjakan amal shalih, yaitu amal yang mengikuti Kitab Allah Ta’ala (al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya, Muhammad, baik laki-laki maupun perempuan yang hatinya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Amal yang diperintahkan itu telah disyari’atkan dari sisi Allah, yaitu Dia akan memberinya kehidupan yang baik di dunia dan akan memberikan balasan di akhirat kelak dengan balasan yang lebih baik daripada amalnya. Kehidupan yang baik itu mencakup seluruh bentuk ketenangan, bagaimanapun wujudnya. (Tafsir Ibnu Katsir)

Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari `Abdullah bin `Umar, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Sungguh beruntung orang yang berserah diri, yang diberi rizki dengan rasa cukup, dan diberikan perasaan cukup oleh Allah atas apa yang telah Dia berikan kepadanya.” (Hadits Riwayat: Muslim)

Imam Ahmad juga meriwayatkan, dari `Anas bin Malik, dia bercerita, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak mendhalimi suatu kebaikan seorang mukmin yang Dia berikan di dunia dan diberikan balasan atasnya di akhirat kelak. Sedangkan orang kafir, maka dia akan diberi makan di dunia karena berbagai kebaikannya di dunia sehingga apabila datang di alam akhirat, maka tiada satu pun kebaikan yang mendatangkan kebaikan baginya.” (Hadits Riwayat: Muslim)

2.  Dengan Sentiasa Berzikir Mengingati  Allah

Manusia yang sentiasa mengingati Allah Subhanahu wa Ta’ala akan beroleh keuntungan abadi di dunia dan akhirat. Mereka yang sentiasa membasahkan lidah dengan zikir akan mendapat penghormatan tinggi serta rahmat daripada Allah Subhanahu wa Ta’ala

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

الَّذينَ آمَنوا وَتَطمَئِنُّ قُلوبُهُم بِذِكرِ اللَّهِ ۗ أَلا بِذِكرِ اللَّهِ تَطمَئِنُّ القُلوبُ
"(Iaitu) orang-orang yang beriman dan tenang tenteram hati mereka dengan zikrullah". Ketahuilah dengan "zikrullah" itu, tenang tenteramlah hati manusia”. (Surah Ar-Rad: 28)

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala Lagi:

وَلَذِكْرُ‌ ‌اللَّ‍‍هِ ‌أَكْبَرُ‌ ۗ ‌وَ‌اللَّهُ يَعْلَمُ مَا‌ تَ‍‍صْ‍‍نَعُونَ
 “…dan sesungguhnya mengingati Allah (Solat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain); dan (ingatlah) Allah mengetahui akan apa yang kamu kerjakan”. (Surah Al-Ankabut: 45)

Mengapa shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar adalah karena seorang hamba yang mendirikannya; yang menyempurnakan syarat dan rukunnya disertai sikap khusyu’ (hadirnya hati) sambil memikirkan apa yang ia baca, maka hatinya akan bersinar dan menjadi bersih, imannya bertambah, kecintaannya kepada kebaikan menjadi kuat, keinginannya kepada keburukan menjadi kecil atau bahkan hilang, sehingga jika terus menerus dilakukan, maka akan membuat pelakunya mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, hubungannya dengan Allah terjalin, sehingga Allah memberikan kepadanya penjagaan, dan setan yang mengajak kepada kemaksiatan merasa kesulitan untuk menguasai dirinya. 

Inilah buah yang dihasilkan dari shalat, namun di sana terdapat maksud yang lebih besar dari itu, yaitu dapat tercapai dzikrullah (mengingat Allah) seperti yang dikandung oleh shalat itu sendiri, di mana di dalamnya terdapat dzikrullah baik dengan hati, lisan maupun dengan anggota badan, dan lagi Allah Subhaanahu wa Ta'aala menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya, sedangkan ibadah yang paling utama adalah shalat yang di sana terdapat bukti penghambaan anggota badan secara keseluruhan yang tidak terdapat pada ibadah selainnya. (Rujuk: Tafsirq.com)

3.  Bersandar dan Tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam segala hal

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَ‍‌‍نْ يَتَّ‍‍قِ ‌اللَّ‍‍هَ يَ‍‍جْ‍‍عَلْ لَ‍‍هُ مَ‍‍خْ‍‍رَجاً
“…dan sesiapa yang bertaqwa kepada Allah, nescaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar (dari segala perkara yang menyusahkannya)”. (Surah At-Talaq: 2)

Orang yang bertakwa kepada Allah dan mengutamakan keridhaan Allah dalam semua keadaannya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan membalasnya di dunia dan akhirat. Di antara sekian balasannya adalah Allah Subhaanahu wa Ta'aala berikan jalan keluar dari setiap kesulitan dan kesempitan. Sebagaimana orang yang bertakwa kepada Allah, akan dibukakan jalan keluar baginya, maka orang yang tidak bertakwa kepada Allah, akan terjatuh ke dalam kesempitan, beban dan belenggu yang sukar untuk keluar dan keluar daripadanya. 

Dari Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,Seandainya kalian betul-betul bertawakal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (Hadits Riwayat: Ahmad, Tirmidzi, dan Al Hakim).

4.  Berbuat baik kepada sesama - sikap atau perilaku baik dari segi ucapan atau perbuatan yang sesuai dangan tuntunan ajaran Islam.

Berbuat kebaikan kepada sesama pada hakikatnya adalah salah satu keperluan manusia. Betapa sulitnya kehidupan ini jika kita sesama  manusia tidak saling berbuat baik. Betapa kacaunya kehidupan bermasyarakat kalau manusia selalu berbuat keburukan dan kezhaliman terhadap sesamanya.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

لا خَيرَ في كَثيرٍ مِن نَجواهُم إِلّا مَن أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَو مَعروفٍ أَو إِصلاحٍ بَينَ النّاسِ ۚ وَمَن يَفعَل ذٰلِكَ ابتِغاءَ مَرضاتِ اللَّهِ فَسَوفَ نُؤتيهِ أَجرًا عَظيمًا
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali (bisik-bisikan) orang yang menyuruh bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mendamaikan di antara manusia. Dan sesiapa yang berbuat demikian dengan maksud mencari keredaan Allah, tentulah Kami akan memberi kepadanya pahala yang amat besar”. (Surah An-Nisa’: 114)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullah berkata menafsirkan ayat di atas: “Yakni tidak ada kebaikan dalam kebanyakan pembicaraan di antara manusia dan tentunya jika tidak ada kebaikan maka boleh jadi yang ada adalah ucapan tak berfaedah seperti berlebih-lebihan dalam pembicaraan yang mubah atau boleh jadi kejelekan dan kemudlaratan semata-mata seperti ucapan yang diharamkan dengan seluruh jenisnya. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala mengecualikan: “Kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) untuk bersedekah,” dari harta ataupun ilmu (dengan mengajarkannya–pen) atau sesuatu yang bermanfaat, bahkan boleh jadi masuk pula di sini ibadah-ibadah seperti bertasbih, bertahmid, dan semisalnya sebagaimana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah dan setiap tahlil adalah sedekah. Demikian pula amar ma‘ruf merupakan sedekah, nahi mungkar adalah sedekah dan dalam kemaluan salah seorang dari kalian ada sedekah (dengan menggauli istri)….” (Tafsir Al-Karimir Rahman, hal. 202)

Seseorang yang melakukan kebaikan haruslah semata mata karena Allah.  Hanya karena mengharapkan pahala dan balasan dari-Nya. Misalnya dalam hal berinfak, maka haruslah dilakukan semata mata karena Allah sehingga bernilai disisi-Nya.

  

5.  Mempelajari Ilmu yang bermanfaat

Sebagai hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mempunyai iman dan menyedari kewajibannya di dunia ini, kita pasti ingin selalu menuntut dan meningkatkan pengetahuan.

Sekarang, di sekeliling kita banyak maklumat dan berita yang tidak bernilai seperti sampah sarap. Maklumat sedemikian boleh didapati dengan mudah dari televisyen, majalah, atau dalam sosial media. Banyak gosip, kebohongan, fitnah, cerita artis dan sebagainya, yang tidak mempunyai manfaat kepada kita.

Alangkah pentingnya ilmu yang bermanfaat dalam hidup ini. Ilmu yang bermanfaat adalah yang digunakan untuk beramal dalam rangka mendekatkan diri atau beribadah kepada Allah, baik secara langsung atau tidak langsung. Jika belum dapat diamalkan setidaknya ilmu tersebut diajarkan kepada manusia agar kehidupan pengajar menjadi bernilai meskipun dia telah meninggalkan dunia

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda“Jika seseorang telah wafat, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal; sedekah yang pahalanya terus mengalir, ilmu yang dimanfaatkan (diamalkan dan diajarkan) , dan anak soleh yang mendoakannya.” (Hadits Riwayat: Muslim)

Dalam Islam, menuntut ilmu yang bermanfaat itu merupakan fardhu ain (kewajiban per individu) seperti halnya mendirik shalat lima waktu.

Sabda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam: “Mencari ilmu itu fardhu (wajib) atas setiap orang Muslim.” (Riwayatkan Ahmad dan Ibnu Majah, hadits hasan). 

Salah satu Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يَرْفَعِ ‌اللَّ‍‍هُ ‌الَّذ‍ِ‍ي‍‍نَ ‌آمَنُو‌ا‌ مِ‍‌‍نْ‍‍كُمْ ‌وَ‌الَّذ‍ِ‍ي‍‍نَ ‌أ‍ُ‍‌وتُو‌ا‌ ‌الْعِلْمَ ‌دَ‌‍رَج‍‍َ‍اتٍ‌ ‌وَ‌اللَّهُ ۚ بِمَا‌ تَعْمَل‍‍ُ‍ونَ خَ‍‍بِيرٌ
“….Allah meninggikan darjat orang-orang yang beriman di antara kamu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan ugama (dari kalangan kamu) - beberapa darjat. Dan (ingatlah), Allah Maha Mendalam PengetahuanNya tentang apa yang kamu lakukan”. (Surah Al-Mujadih: 11)

Sebab utama untuk meraih ilmu yang bermanfaat adalah bertakwa pada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan mentaati-Nya dan meninggalkan berbagai maksiat. Juga hendaklah ia ikhlas, banyak bertaubat serta banyak memohon pertolongan dan taufik Allah Subhanahu wa Ta’ala.

6.  Apa yang berlaku didunia samada secara zahariah mahupun batiniah hendaklah memohon doa dan petunjuk daripada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sebaik-baik amalan. Pasrah dan redha dengan segala kententuan tanpa cepat melatah dan meratap pada setiap kegagalan. Yakin dan percaya  sebaik-baik perancangan datangnya daripada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلاَ تَعْجزْ، وَإِذَا أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلا تَقُلْ: لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَذَا كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَّرَ اللهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَل الشَّيْطَانِ
“Bersemangatlah untuk memperoleh apa yang bermanfaat bagimu dan minta tolonglah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan janganlah lemah. Bila menimpamu sesuatu (dari perkara yang tidak disukai) janganlah engkau berkata: “Seandainya aku melakukan ini niscaya akan begini dan begitu,” akan tetapi katakanlah: “Allah telah menetapkan dan apa yang Dia inginkan Dia akan lakukan,” karena sesungguhnya kalimat ‘seandainya’ itu membuka amalan syaithan.” (Hadits Riwayat: Muslim)

7Allah Ta’ala sudah mengingatkan hamba-hambanya untuk selalu bersyukur atas nikmat yang telah Ia berikan kepada hamba-Nya. Dengan melalui kitab Al Qur’an yang diturunkan kepada Nabi-Nya yaitu Nabi Muhammad Saw.

فَاذكُروني أَذكُركُم وَاشكُروا لي وَلا تَكفُرونِ
“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu, Dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kalian mengingkari-Ku.” (Surah Al Baqarah:152.)

Biarpun nikmat yang diperoleh tidaklah sehebat mana, sematkan dalam diri dengan sifat qanaah. Sentiasa berasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah kurniakan. Biarpun ia berupa ujian, lapangkan hati untuk menerimanya dan bersyukur kerana ujian yang ditimpakan lebih ringan berbanding orang lain.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَإِن تَعُدّوا نِعمَةَ اللَّهِ لا تُحصوها ۗ إِنَّ اللَّهَ لَغَفورٌ رَحيمٌ
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah (yang dilimpahkannya kepada kamu), tiadalah kamu akan dapat menghitungnya satu persatu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.(Surah An-Nahl: 18)

Ada ketikanya Allah berikan kita ujian dan menarik nikmat yang telah diberikannya kepada kita selama ini bagi melihat dan menguji kesabaran kita sebagai hamba.  Sekiranya kita sabar dan redha maka Allah akan tambah dengan nikmatnya yang berlipat kali ganda lagi. Oleh itu Allah turunkan sedikit ujian dan dugaan bagi menguji sejauh mana kita sanggup menerimanya.  Sekiranya kita bersyukur maka Allah hapuskan dosa-dosa kita itu.

8.  Kehidupan seseorang adalah berbeza dari yang lain. Masih ada orang yang keadaannya berada di bawah kita, mungkin keadaan jauh lagi dengan kita, jika kita merasa susah sebenarnya ada orang lain yang lebih susah daripada kita dan bahkan keadaannya sangat jauh dari keadaan kita.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kita agar melihat orang yang berada di bawah kita dalam masalah kehidupan dunia dan mata pencaharian. Tujuan dari hal itu, agar kita tetap mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada kita.

Rasulullah shallallahu ‘alahi wassalam bersabda:

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ, وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ, فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اَللَّهِ عَلَيْكُمْ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Lihatlah orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu karena hal itu lebih patut agar engkau sekalian tiak menganggap rendah nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu.” (Muttafaq Alaihi.)

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang seorang Muslim melihat kepada orang yang di atas. Maksudnya, jangan melihat kepada orang kaya, banyak harta, kedudukan, jabatan, gaji yang tinggi, kendaraan yang mewah, rumah mewah, dan lainnya. Dalam kehidupan dunia terkadang kita melihat kepada orang-orang yang berada di atas kita.

Begitu pun dalam masalah penghasilan, terkadang seseorang hanya mendapat nafkah yang hanya cukup untuk makan hari yang sedang dijalaninya saja, maka dalam keadaan ini pun ia harus tetap bersyukur karena masih ada orang-orang yang tidak memiliki penghasilan dan ada orang yang hanya hidup dari menggantungkan harapannya kepada orang lain.

9.  Ketika kita melakukan kebaikan, jangan mengharap ucapan terima kasih ataupun balasan daripadanya. Berharaplah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Berbuatlah kebaikan hanya demi allah semata, maka anda akan menguasai keadaan, tak pernah terusik oleh kebencian mereka, Anda harus bersyukur kepada allah karena dapat berbuat baik ketika orang-orang disekitar anda berbuat jahat . Dan, ketahuilah bahwa tangan diatas itu lebih baik dari tangan dibawah.

Firman Allah Suhanahu wa Ta’ala:

إِنَّما نُطعِمُكُم لِوَجهِ اللَّهِ لا نُريدُ مِنكُم جَزاءً وَلا شُكورًا
 "Sesungguhnya kami memberi makan kepada kamu kerana Allah semata-mata; kami tidak berkehendakkan sebarang balasan dari kamu atau ucapan terima kasih”. (Surah Al-Insaan: 9)

Oleh itu, beberapa perkara boleh dilakukan untuk mencapai keamanan dan kebahagiaan hidup. Sebagai akhir teruntai doa kepada Rabbul ‘Izzah :

“Ya Allah, perbaikilah bagiku agamaku yang agama ini merupakan penjagaan perkaraku, dan perbaikilah bagiku duniaku yang aku hidup di dalamnya, dan perbaikilah bagiku akhiratku yang merupakan tempat kembaliku, dan jadikanlah hidup ini sebagai tambahan bagiku dalam seluruh kebaikan, dan jadikanlah kematian sebagai peristirahatan bagiku dari seluruh kejelekan.” (Hadits Riwayat: Muslim)

 Wallahu ta‘ala a‘lam bish-shawab.

Posted by: HAR
Bahan Rujukan: Ditulis oleh Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein
Tambahan oleh: HAR
Rujukan: asysyariah.com

15 May, 2018


Politik hasad dengki bukan politik Islam

PROF. DATUK DR. SIDEK BABA
Dekan Institut Antarabangsa Dunia Melayu dan Tamadun Islam

Universiti Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM)


SENARIO politik yang terjadi hari ini dalam kalangan warga umat amat membimbangkan. Perpecahan yang terjadi, tidak ada kesediaan untuk bermuzakarah, melihat kalah menang dalam perebutan kerusi sebagai matlamat utama, bidasan pedas dan suburnya fitnah menjadi pendekatan popular adalah antara gambaran hodoh dalam politik orang Melayu di Malaysia.

Ia terpancar hasil politik hasad dengki, dendam kesumat dan rasa benci yang tinggi terhadap lawan. Jangka panjangnya ia bakal merugikan perpaduan umat dan boleh menyebabkan kuasa politik orang Melayu bakal tergugat. Kalau tiada kejernihan melihat pentingnya bersatu, keterpinggiran bakal terjadi.

Umat Melayu harus mendukung pendekatan politik matang. Meski ada perbezaan dari sudut dasar dan hala tuju perjuangan tetapi asas-asas yang fundamental se­perti Islam, bahasa dan pendidikan umat Melayu, membangunkan orang Melayu secara berkesan dan bijaksana dalam politik, ekonomi, pendidikan dan sosial seharusnya menjadi agenda bersama. Politik matang memberi upaya untuk kita membaca senario dan meramal kemungkinan supaya maslahah dan strategi perjuangan berlaku secara bijaksana.

Politik matang tidak menghasilkan pengikut yang taksub dan sempit pemikiran dengan melihat kelompok sendiri saja yang betul dan kelompok lain semuanya zalim. Pendekatan sebegini lebih mempercepatkan berkecainya matlamat kesatuan ummah
.
Perubahan tidak akan hanya selesai dengan mengkritik melulu, sebaran fitnah yang palsu, persepsi jengkel ke­rana hasad-dengki, dendam kesumat dan kebencian yang di luar batas syarak. Perubahan hanya akan berlaku kalau umat Islam mempunyai punca kuasa yang bakal membentuk dasar dan strategi bagaimana sesuatu dapat direncana dan dilaksanakan secara berhemah.

Perbezaan yang ada dalam kalangan kita adalah dari sudut pendekatan dan strategi. Perbezaan yang ada sepatutnya mengukuhkan lagi jaringan orang Melayu supaya wujudnya pro-kontra dalam melihat sesuatu secara rasional dan sihat bakal membawa natijah yang baik ke arah pembaikan.

Yang ditampilkan kini ialah politik hasad dengki, de­n­dam kesumat dan kebencian yang mendalam. Lalu lahirlah kalimah-kalimah jengkel yang tidak Islami, maklumat palsu disebarkan, persepsi negatif menjadi anutan dan banyak lagi dilontarkan kepada pihak lawan yang juga penganut Islam.

Politik nafsul amarah tidak boleh dijadikan tunjang kepada siasah Islami. Politik Islam adalah politik dakwah dan tarbiah. Di samping kuasa yang dihajatkan akhlak dan adab perlu dijaga. Politik dakwah menyemai sifat kasih sayang dan belas kasihan yang tinggi. Politik dakwah menuntut kesabaran juga.

Politik hasad dengki, dendam dan kebencian menghasilkan permusuhan. Sedangkan umat Islam dituntut menjalin ukhuwah yang tinggi. Sekiranya kerana politik permusuhan yang terjadi siasah Islam tidak lagi menjadi landasan.

Jalan mudah untuk mengukuhkan kebencian dan de­n­dam kesumat adalah dengan melakukan fitnah semahu-mahunya, membuat tuduhan tanpa bukti dan ditularkan kepada khalayak untuk mempengaruhi warga maya (netizen) lain. Lalu maklumat yang palsu disebarkan tanpa melakukan tabayyun (usul periksa) menyebabkan orang tumpang dosa sama. Proses membentuk watak manusia yang tidak sempurna ialah usaha dakwah dan tarbiah. Justeru agama Islam adalah milik semua dan harus dijadikan sumber ikutan untuk semua.

Politik hari ini adalah politik maki hamun dan sumpah seranah yang menyebabkan keretakan hubungan sesama orang Melayu terjadi dan kesannya tidak mudah untuk dileraikan. Politik umat Melayu seharusnya lebih rasional. Ia sepatutnya bertolak dengan prinsip bahawa berbeza itu adalah sesuatu yang fitrah. Tetapi jangan jadikan asas perbezaan pendapat dan pendirian sebagai sumber fitnah yang meratah daging sesama Islam.

Siasah Islami mendidik manusia mengakui kebaikan dan kebenaran yang dilakukan oleh orang lain. Yang baik dan benar dari orang harus membawa jiwa besar me­ngakui bahawa ia adalah benar dan baik. Tetapi politik hasad-dengki, dendam kesumat dan kebencian selalunya menyatakan bahawa mereka saja yang benar orang lain tidak.

Memperkasa orang Melayu di Malaysia bukanlah suatu hal yang mudah. Kalau setakat kuasa saja, ia tidak memadai. Ia menuntut keinsafan yang tinggi dalam kalangan warganya bahawa wahdah dan kesatuan adalah sesuatu yang paling utama.

Bila terdapat perselisihan dan silap faham, jalannya adalah kembali kepada ajaran al-Quran dan As Sunnah iaitu muzakarah. Muzakarah adalah jalan bijaksana untuk mengatasi syak wasangka dan perseteruan.

Kepemimpinan politik orang Melayu harus berjiwa besar supaya kesan buruk terhadap generasi akan datang dapat dihindarkan. Berbeza, berbezalah. Tetapi santunilah perbezaan dengan etika berbeza (adab ul ikhtilaf) supaya perbezaan dalam kalangan umat, kata Rasulullah SAW menghasilkan rahmah.

Posted by: HAR
Sumber: Utusan/www.indahnyaislam.my

14 May, 2018


Menyambut Ramadhan Sesuai Tuntunan Nabi

Tiba saatnya kaum muslimim menyambut tamu agung bulan Ramadhan, tamu yang dinanti-nanti dan dirindukan kedatangannya. Sebentar lagi tamu itu akan bertemu dengan kita. Tamu yang membawa berkah yang berlimpah ruah. Tamu bulan Ramadhan adalah tamu agung, yang semestinya kita bergembira dengan kedatangannya dan merpersiapkan untuk menyambutnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad), dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaknya dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa mereka yang kumpulkan (dari harta benda). (Surah Yunus: 58)

Yang dimaksud dengan “kurnia Allah” pada ayat di atas adalah Al-Qur’anul Karim (Lihat Tafsir As Sa’di).

Bulan Ramadhan dinamakan juga dengan Syahrul Qur’an (Bulan Al Qur’an). Karena Al-Qur’an diturunkan pada bulan tersebut dan pada setiap malamnya Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam untuk mengajari Al-Qur’an kepada beliau. Bulan Ramadhan dengan segala keberkahannya merupakan rahmat dari Allah. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu lebih baik dan lebih berharga dari segala perhiasan dunia.

‘Ulama Ahli Tafsir terkemuka Al-Imam As-Sa’di rahimahullah berkata dalam tafsirnya:

“Bahwasannya Allah memerintahkan untuk bergembira atas kurnia Allah dan rahmat-Nya karena itu akan melapangkan jiwa, menumbuhkan semangat, mewujudkan rasa syukur kepada Allah, dan akan mengukuhkan jiwa, serta menguatkan keinginan dalam berilmu dan beriman, yang mendorang semakin bertambahnya kurnia dan rahmat (dari Allah). Ini adalah kegembiraan yang terpuji. Berbeza halnya dengan gembira karena syahwat duniawi dan kelazatannya atau gembira diatas kebatilan, maka itu adalah kegembiraan yang tercela.

Sebagaimana Allah berfirman tentang Qarun,

لَهُ قَوْمُهُ لَا تَفْرَحْ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ
“Janganlah kamu terlalu bangga, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang membanggakan diri.” (Surah Al Qashash: 76)

Kurnia dan rahmat Allah berupa bulan Ramadhan juga patut untuk kita sampaikan dan kita sebarkan kepada saudara-saudara kita kaum muslimin. Agar mereka menyedarinya dan turut bergembira atas limpahan kurnia dan rahmat dari Allah.

Allah berfirman :

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Dan terhadap nikmat dari Rabb-Mu hendaklah kamu menyebut-nyebutnya.” (Surah Adh-Dhuha: 11)

Dengan menyebut-nyebut nikmat Allah akan mendorong untuk mensyukurinya dan menumbuhkan kecintaan kepada Dzat yang melimpahkan nikmat atasnya. Karena hati itu selalu condong untuk mencintai siapa yang telah berbuat baik kepadanya.

Maka sudah sepantasnya seorang muslim benar-benar menyiapkan diri untuk menyambut bulan yang penuh barakah itu, iaitu menyiapkan iman, niat ikhlash, dan hati yang bersih, di samping persiapan fisik.

Ramadhan adalan bulan suci yang penuh rahmat dan barakah. Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka pintu-pintu Al-Jannah (surga), menutup pintu-pintu neraka, dan membelenggu syaithan. Allah ‘Azza wa Jalla melipat gandakan amalan shalih yang tidak diketahui kecuali oleh Dia sendiri. Barangsiapa yang menyambutnya dengan sungguh-sungguh, bershaum degan penuh keimanan dan memperbanyak amalan shalih, serta menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang boleh merusak ibadah shaumnya, niscaya Allah ‘Azza wa Jalla akan mengampuni dosa-dosanya dan akan melipatkan gandakan pahalanya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berabda:

“Barang siapa yang bershaum dengan penuh keimanan dan harapan (pahala dari Allah), niscaya Allah mengampuni dosa-dosa yang telah lampau.” (Muttafaqun ‘alahi)

“Setiap amalan bani Adam akan dilipat gandakan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat, Allah I berfirman: “kecuali ibadah shaum, shaum itu ibadah untuk-Ku dan Aku sendiri yang membalasnya.” (Hadits Riwayat: Muslim)

Masih banyak lagi keutamaan dan keberkahan bulan Ramadhan yang belum disebutkan dan tidak cukup untuk disebutkan di sini.

Namun yang terpenting bagi saudara-saudaraku seiman, adalah mensyukuri atas limpahan kurnia Allah dan rahmat-Nya. Janganlah nikmat yang besar ini kita nodai dan kita kotori dengan berbagai penyimpangan dan kemaksiatan. Nikmat itu akan semakin bertambah bila kita pandai mensyukurinya dan nikmat itu akan semakin berkurang bahkan boleh sirna bila kita mengkufurinya.

Termasuk sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allah, pada bulan yang penuh barakah ini kita ciptakan suasa yang penuh kondusif. Jangan kita nodai dengan perpecahan. Kewajiban kita seorang muslim mengembalikan segala urusan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta kepada para ulama bukan berdasarkan pendapat pribadi atau golongan.

Permasalah yang sering terjadi adalah perbezaan dalam menentukan awal masuknya bulan Ramadhan. Wahai saudara-saudaraku, ingatlah sikap seorang muslim adalah mengembalikan kepada Kitabullah (Al-Qur’an) dan As Sunnah dengan bimbingan para ulama yang terpercaya.
Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam telah menetukan pelaksanaan shaum Ramadhan berdasarkan ru`yatul hilal.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam:

“Bershaumlah kalian berdasarkan ru`yatul hilal dan ber’idul fithrilah kalian berdasarkan ru`yatul hilal. Apabila (hilal) terhalangi atas kalian, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” Hadits Riwayat.: Al-Bukhari dan Muslim

Nabi Shallallahu ‘alahi wa Sallam juga menentukan pelaksanaan shaum Ramadhan secara kebersamaan.

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam bersabda:

“Shaum itu di hari kalian (umat Islam) bershaum, (waktu) berbuka/beriedul Fitri adalah pada saat kalian berbuka/beriedul Fitri, dan (waktu) berkurban/Iedul Adha di hari kalian berkurban.” (Hadits Riwayat: At Tirmidzi dari shahabat Abu Hurairah)

Al-Imam At-Tirmidzi berkata: “Sebagian ahlul ilmi menafsirkan hadits Abu Hurairah di atas dengan perkataan (mereka), ‘sesungguhnya shaum dan ber’Idul Fitri itu (dilaksanakan) bersama Al-Jama’ah (Pemerintah Muslimin) dan mayoritas umat Islam’.” (Tuhfatul Ahwadzi 2/37)

Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: “Seseorang (hendaknya) bershaum bersama pemerintah dan jama’ah (mayoriti) umat Islam, baik ketika cuaca cerah ataupun mendung.” Beliau juga berkata: “Tangan Allah bersama Al-Jama’ah.” (Majmu’ Fatawa 25/117)

Al-Imam Abul Hasan As-Sindi berkata: “Yang jelas, makna hadits ini adalah bahwasanya perkara-perkara semacam ini (menentukan pelaksanaan shaum Ramadhan, Iedul Fithri dan Iedul Adha –pen) keputusannya bukanlah di tangan individu, dan tidak ada hak bagi mereka untuk melakukannya sendiri-sendiri. Bahkan permasalahan semacam ini dikembalikan kepada pemerintah dan mayoritas umat Islam, dan dalam hal ini setiap individu pun wajib untuk mengikuti pemerintah dan mayoritas umat Islam. Maka dari itu, jika ada seseorang yang melihat hilal (bulan sabit) namun pemerintah menolak persaksiannya, sudah sepatutnya untuk tidak dianggap persaksian tersebut dan wajib baginya untuk mengikuti mayoritas umat Islam dalam permasalahan itu.” (Ash-Shahihah 2/443)

Menaati pemerintah merupakan prinsip yang harus dijaga oleh umat Islam. Terlebih pemerintah kita telah berupaya menempatkan utusan-utusan pada pos-pos ru’yatul hilal di d berbagai daerah di segenap nusantara ini.

Shallallahu ‘alahi wa Sallam bersabda :

“Barangsiapa mentaatiku berarti telah mentaati Allah, barangsiapa menentangku berarti telah menentang Allah, barangsiapa mentaati pemimpin (umat)ku berarti telah mentaatiku, dan barang siapa menentang pemimpin (umat)ku berarti telah menentangku.” (Hadits Riwayat: Al-Bukhari dan Muslim, dari shahabat Abu Hurairah)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: “Di dalam hadits ini terdapat keterangan tentang kewajiban mentaati para pemerintah dalam perkara-perkara yang bukan kemaksiatan. Adapun hikmahnya adalah untuk menjaga persatuan dan kebersamaan (umat Islam), karena di dalam perpecahan terdapat kerusakan.” (Fathul Bari, 13/120).

Sebagai rasa syukur kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pula hendaklah kita hidupkan bulan yang penuh barakah itu dengan amalan-amalan shalih, amalan-amalan yang ikhlash dan mencocoki sunnah Rasulullah. Kita menjauhkan dari amalan-amalan yang tidak ada contoh dari Rasulullah.

Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah berwasiat :

“Barangsiapa yang membuat-buat amalan baru dalam agama kami yang bukan bagian darinya, maka perbuatannya tersebut tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda :

“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada contoh dari kami, maka amalannya tersebut tertolak.” (Hadits Riwayat: Muslim)

Para ‘ulama berkata : “Bahwa hadits merupakan kaidah agung di antara kaidah-kaidah Islam. Ini merupakan salah satu bentuk jawami’ kalim (kalimat singkat namun bermakna luas) yang dimikili oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Hadits ini sangat jelas dalam membatalkan semua bentuk bid’ah dan hal-hal baru yang dibuat dalam agama. Lafazh kedua lebih bersifat umum, karena mencakup semua orang yang mengamalkan bid’ah, walaupun pembuatnya orang lain.”

Termasuk perbuatan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah perbuatan yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin dalam menyambut bulan Ramadhan dengan amalan atau ritual tertentu, di antaranya :

1. Apa yang dikenal dengan acara Padusan(berturut-turutan). Iaitu mandi bersama-sama dengan masih mengenakan busana, terkadang ada yang memimpin di suatu sungai, atau sumber air, atau telaga. Dengan niat mandi besar, dalam rangka membersihkan jiwa dan raga sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Sampai-sampai ada di antara muslimin yang berkeyakinan Kalau sekali saja terlewat dari ritual ini, rasanya ada yang kurang meski sudah menjalankan puasa. Jelas perbuatan ini tidak pernah diajarkan dan tidak pernah diterapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Demikian juga para shahabat, para salafus shalih, dan para ‘ulama yang mulia tidak ada yang mengamalkan atau menganjurkan amaliah tersebut. Sehingga kaum muslimin tidak boleh melakukan ritual ini.

Belum lagi, dalam ritual Padusan ini, banyak terjadi kemungkaran. Ya, jelas-jelas mandi bersama antara laki-laki dan perempuan. Jelas ini merupakan kemungkaran yang sama sekali bukan bagian dari ajaran Islam.

2. Nyekar (Suatu adat menabur bunga) di kuburan leluhur (Nenek moyang).

Tak jarang dari kaum muslimin, menjelang Ramadhan tiba datang ke pemakaman. Dalam Islam ada tuntunan ziarah kubur, yang disyari’atkan agar kaum muslimin ingat bahwa dirinya juga akan mati menyusul saudara-saudaranya yang telah meninggal dunia lebih dahulu, sehingga dia pun harus mempersiapkan dirinya dengan iman dan amal shalih. Namun ziarah kubur, yang diistilahkan oleh orang jawa dengan nyekar, yang dikhususkan untuk menyambut Ramadhan tidak ada tuntunannya dalam syari’at Islam. Apalagi mengkhusukan nyekar di kuburan leluhur. Ini adalah perkara baru dalam agama. Tak jarang dalam ziarah kubur tercampur dengan kemungkaran. Yaitu sang peziarah malah berdoa kepada penghuni kubur, meminta-minta pada orang yang sudah mati, atau ngalap berkah dari tanah kuburan! Ini merupakan perbuatan syirik!

3. Minta ma’af kepada sesama menjelang datangnya Ramadhan.

Dengan alasan agar menghadapi bulan Ramadhan dengan hati yang bersih, sudah terhapus beban dosa terhadap sesama. Bahkan di sebagian kalangan diyakini sebagai syarat agar puasanya sempurna.

Tidak diragukan, bahwa meminta ma’af kepada sesama adalah sesuatu yang dituntunkan dalam agama, meningat manusia adalah tempat salah dan lupa. Meminta ma’af di sini umum sifatnya, bahkan setiap saat harus kita lakukan jika kita berbuat salah kepada sesama, tidak terkait dengan waktu atau acara tertentu. Mengkaitkan permintaan ma’af dengan Ramadhan, atau dijadikan termasuk cara untuk menyambut Ramadhan, maka jelas ini membuat hal baru dalam agama. Amaliah ini bukan bagian dari tuntunan syari’at Islam.

Itulah beberapa contoh amalan yang tidak ada tuntunan dalam syari’at yang dijadikan acara dalam menyambut bulan Ramadhan. Sayangnya, amaliah tersebut banyak tersebar di kalangan kaum muslimin.

Semestinya dalam menyambut Ramadhan Mubarak ini kita mempersiapkan iman dan niat ikhlash kita. Hendaknya kita berniat untuk benar-benar mengisi Ramadhan ini dengan meningkatkan ibadah dan amal shalih. Baik puasa itu sendiri, memperbaiki kualitas ibadah shalat kita, berjama’ah di masjid, qiyamul lail (shalat tarawih), tilawatul qur’an, memperbanyak dzikir, shadaqah, dan berbagai amal shalih lainnya.

Tentunya itu semua butuh iman dan niat yang ikhlash, disamping butuh ilmu tentang bagaimana tuntunan Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam melaksanakan berbagai amal shalih tersebut. agar amal kita menjadi amal yang diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Juga perlu adanya kesiapan fisik, agar tubuh kita benar-benar sehat sehingga boleh menjalankan berbagai ibadah dan amal shalih pada bulan Ramadhan dengan lancar.

Puncak dari itu semua adalah semoga puasa dan semua amal ibadah kita pada bulan Ramadhan ini benar-benar bisa mengantarkan kita pada derajat taqwa di sisi Allah ‘Azza wa Jalla.

Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang gagal dalam Ramadhan ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

“Berapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak ada yang ia dapatkan dari puasanya kecuali rasa lapar saja. Dan berapa banyak orang menegakkan ibadah malam hari, namun tidak ada yang ia dapatkan kecuali hanya bertahan saja.” (Hadits Riwayat: Ibu Majah)

Juga beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

“Sesungguhnya Jibril ‘alaihis salam mendatangiku, dia berkata : ‘Barangsiap yang mendapati bulan Ramadhan namun tidak menyebakan dosanya diampuni dia akan masuk neraka dan Allah jauhkan dia. Katakan amin (wahai Muhammad). Maka aku pun berkata : Amin.” (Hadits Riwayat: Ibnu Khuzaimah dan Ahmad)

Semoga kita termasuk orang yang mendapat keutamaan dan fadhilah dalam bulan Ramadhan ini. Semoga Allah menyatukan hati-hati kita di atas Islam dan Iman. Dan semoga Allah menjadikan bulan Ramadhan ini sebagai jembatan menuju keridhaan Allah ‘Azza wa Jallah dan meraih ketaqwaan kepada-Nya.

Wallähu a’lam..

Posted by: HAR
Sumbangan Artikel: dakwahhikmah/salafy. org