"Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan tiada aku termasuk di antara orang-orang yang musyrik" (QS Yusuf:108)

10 June, 2012

SEDARILAH REALITI INI????
Pernahkah kita berfikir, berapa orang yang meninggal dunia di negara kita selama satu bulan ? Atau selama satu tahun ? Atau bahkan setiap hari di seluruh penjuru bumi ini ? Ketetapan Allâh Subhanhu wa Ta'ala terus berjalan. Ada yang lahir ke dunia dan sebahagian lagi meninggal dunia. Suatu saat nanti, pasti kita akan mendapatkan giliran nya. Ini sebuah realiti kehidupan yang tidak boleh dihindari. Namun sangat disayangi, banyak orang lupa atau melupakan kematian…….!!!!

Sedangkan dahulu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam banyak membicarakan tentang kematian kepada para sahabat, sementara keadaan hati mereka hidup. Ini sangat berbeza dengan reality sekarang ini. Betapa banyak acara yang dibuat, upaya yang dirancang untuk mengalih perhatian dari kematian. Sedangkan kita sangat memerlukannya untuk menyedarkan kita dari kelalaian dan melunakkan hati yang sudah mengeras !! Kalau kita mau menjawab dengan jujur, Siapakah yang lebih memerlu terhadap pembicaraan tentang kematian, kita ataukah para shahabat Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam ? Jawabnya, tentu kita. 
Oleh kerana itu, pembicaraan tentang kematian kita tuliskan. Pembicaraan tentang sebuah peristiwa yang amat mengerikan. Peristiwa yang memutuskan seluruh kesenangan dan menguburkan seluruh angan-angan. Kematian bererti berpisah dengan orang-orang yang dicintai. Kematian memutus kesempatan beramal, dan mengantarkan kita ke gerbang hisab!
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menasehati kita dengan nasehat yang menyentuh. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ : الْمَوْتَ , فَإِنَّهُ لَمْ يَذْكُرْهُ أَحَدٌ فِيْ ضِيْقٍ مِنَ الْعَيْشِ إِلاَّ وَسَّعَهُ عَلَيْهِ , وَلاَ ذَكَرَهُ فِيْ سَعَةٍ إِلاَّ ضَيَّقَهَا عَلَيْهِ
"
Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, iaitu kematian. Kerana kematian itu, jika diingat oleh orang yang sedang dalam kesusahan hidup, maka akan boleh meringankan kesusahannya. Dan jika diingat oleh orang yang sedang senang, maka akan boleh membatasi kebahagiaannya itu". [HR. ath-Thabrani dan al-Hakim. Lihat Shahîh al-Jâmi’ush Shaghîr: no. 1222; Shahîhut Targhîb, no: 3333]

Mengingati kematian itu dapat menghidupkan hati kita. Orang yang benar-benar malu terhadap Allâh Azza wa Jalla tidak akan melalaikan kematian serta tidak akan meremehkan persiapan menghadapi kematian. Sebagaimana disebutkan dalam hadits :

"Dari ‘Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Hendaklah kamu benar-benar malu kepada Allâh!”. Kami mengatakan, “Wahai Rasûlullâh, Alhamdulillah kami malu (kepada Allah)”. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bukan begitu (sebagaimana yang kamu sangka - pen). Tetapi (yang dimaksud) benar-benar malu kepada Allâh adalah engkau menjaga kepala dan isinya, menjaga perut dan apa yang berhubungan dengannya; dan hendaklah engkau mengingat kematian dan kebinasaan. Dan barangsiapa menghendaki akhirat, dia meninggalkan perhiasan dunia. Barangsiapa telah melakukan itu, beraerti dia telah benar-benar malu kepada Allâh Azza wa Jalla". [HR. Tirmidzi, no. 2458; Ahmad, no. 3662; Syaikh al-Albâni rahimahullah menyatakan ‘Hasan lighairihi, dalam kitab Shahîhut Targhîb, 3/6, no. 2638, penerbit. Maktabah al-Ma’ârif]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak membiarkan kesempatan berlalu begitu saja. Bila ada kesempatan, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam selalu mengingatkan para sahabatnya tentang kematian dan berbagai rentetan (series) persistiwa yang akan mengiringinya.

Dari al-Bara’ Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, “Kami bersama Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam pada (penguburan-red) suatu jenazah, lalu beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam duduk pada tepi kubur, kemudian beliau menangis sehingga tanah menjadi basah, lalu beliau bersabda: “Wahai saudara-saudaraku! Bersiap-siaplah untuk yang saperti ini !” [HR. Ibnu Mâjah, no: 4190, di hasan kan oleh Syaikh al-Albâni rahimahullah]

Dalam riwayat lain, al-Barâ’ bin ‘Azib mengatakan : 

"Ketika kami bersama Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat sekelompok orang, maka beliau bertanya, ‘Untuk apa mereka berkumpul?’ Dikatakan kepada beliau, ‘Mereka berkumpul pada kuburan yang sedang mereka gali’. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam terperanjat, lalu bergegas mendahului para sahabat sehingga sampai di kuburan, lalu beliau berlutut ke arah kuburan. Bara’ berkata, ‘Maka aku menghadap di depan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk melihat apa yang akan beliau lakukan’. Kemudian beliau menangis sehingga tanah menjadi basah karena air mata beliau. Lalu beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menghadap kepada kami dan bersabda, “Wahai saudara-saudaraku! Bersiap-siaplah untuk yang sepertil hari ini!” [Lihat Silsilatush Shahîhah, no. 1751, karya Syaikh al-Albâni rahimahullah]

Demikian juga Salafus Shalih, mereka mengingat kematian dan mengingatkan orang lain dengannya. Diriwayatkan bahawa Uwais al-Qarni rahimahullah berkata kepada penduduk Kufah, “Wahai penduduk Kufah, sesungguhnya ketika kamu tidur, kamu berbantalkan kematian. Oleh karena itu, jika kamu telah bangun, jadikanlah kematian itu selalu di hadapanmu.”
Mengingat kematian itu memiliki pengaruh besar dalam menyedarkan jiwa dari kelalaian. Kematian merupakan pelajaran terbesar. Seorang ahli zuhud ditanya, “Apakah pelajaran yang paling berpengaruh?” Dia menjawab, “Melihat tempat orang-orang yang mati”. Ahli zuhud yang lain mengatakan, “Orang yang tidak berhenti dari kemaksiatan dengan (nasehat) al-Qur’ân dan kematian, seandainya gunung-gunung bertabrakkan di hadapannya, dia juga tidak akan berhenti!”

Sungguh, ziarah kubur, menyaksikan jenazah, melihat orang sekarat (meninggal), merenungkan sakaratul maut, merenungkan wajah mayat setelah matinya, akan mengekang jiwa dari berbagai kesenangannya serta akan mengusir kegembiraan hati.

Orang yang mempersiapkan diri menghadapi kematian, dia akan beramal dengan bersungguh-sungguh dan memendekkan angan-angan.

Al-Lubaidi berkata, “Aku melihat Abu Ishâq rahimahullah di waktu hidupnya, selalu mengeluarkan sehelai kertas dan membacanya. Ketika dia telah wafat, aku melihat kertas tersebut, ternyata tertulis padanya ‘Perbaguslah amalanmu, sesungguhnya ajalmu telah dekat !! Perbaguslah amalanmu, sesungguhnya ajalmu telah dekat !!! ’.

Saudara-saudaraku, sesungguhnya orang yang hidup dengan tetap berwaspada diakhir kehidupan, dia akan menjalani kehidupan dengan terus mempersiapkan diri. Sehingga ketika kematian menjelang, dia tidak menyesal atau kalau pun menyesal tapi tidak terlalu.

Oleh kerana itu diriwayatkan bahawa Syaqiq al-Balkhi rahimahullah berkata, “Bersiaplah!!! Jika kematian mendatangimu, engkau tidak berteriak sekuat tenaga memohon kehidupan. Namun permohonanmu tidak akan dikabulkan”.

Dengan nasehat ini kami ingin membangunkan hati dari tidurnya, menghentikan jiwa dari bergelimang dalam kesesatan dan syahwatnya.

Dengan nasehat ini kami ingin orang yang shalih bertambah keshalihannya dan orang yang lalai segera bangun sebelum menyesal atau sebelum kematiannya.

Kalian telah melihat kehidupan ini berlalu dengan cepat, namun kebanyakan orang tidak menyedarinya. Ada yang lahir sementara yang lain meninggal. Rahim mengeluarkan bayinya, sementara bumi menelan mayat.

Saudara-saudaraku, kehidupan di dunia ini terbatas waktunya. Dia pasti akan berakhir. Orang-orang shalih akan mati, begitu juga orang-orang jahat. Orang-orang bertaqwa akan meninggal, begitu juga yang bergelimang dosa.
Para pahlawan dan mujahid, para penakut dan orang yang lari meninggalkan medan jihad, semua akan mati. Orang-orang mulia yang hidup untuk akhirat dan orang-orang tamak yang hidupnya hanya untuk kesenangan dunia, semuanya tak akan luput dari kematian.

Orang-orang yang memiliki cita-cita tinggi atau hidup hanya untuk syahwat kemaluan dan perut, semuanya pasti dicabut nyawanya.

Allâh Azza wa Jalla berfirman :
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
"Semua yang ada di bumi itu akan binasa". [Surah: Ar-Rahmân: 26]

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati". [Surah: Ali Imrân:185]
Semua makhluk yang bernyawa akan mengalami kematian. Ia merupakan hakikat, namun kita selalu berusaha lari darinya. Kematian merupakan hakikat, yang boleh menggulingkan:
-          Keangkuhan orang-orang yang bersombong
-          Penentangan orang-orang yang menyimpang
-          Kezhaliman para thagut yang mengangkat dirinya sebagai tuhan yang harus ditaati.
-          Kematian merupakan hakekat yang akan dialami oleh semua yang bernyawa, bahkan para Nabi dan Rasul. Allâh berfirman :
  
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِّن قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِن مِّتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ
“Dan Kami tidak menjadikan seseorang manusia sebelummu dapat hidup kekal (di dunia ini). Maka kalau engkau meninggal dunia (wahai Muhammad), adakah mereka akan hidup selama-lamanya?” [Surah:Al-Anbiyâ’:34]

Kematian merupakan realiti yang terdengar sepanjang zaman dan di setiap tempat dan saat. Dia terdengar di telinga, masuk ke pemikiran semua orang yang berakal dan mengetuk hati semua orang yang hidup. Dia membisikan bahawa semua orang akan mati, kecuali Dzat yang memiliki kemuliaan dan keperkasaan.

كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Tiap-tiap sesuatu akan binasa melainkan Zat Allah. BagiNyalah kuasa memutuskan segala hukum, dan kepadaNyalah kamu semua dikembalikan (untuk dihitung amal masing-masing dan menerima balasan)”. [Surah: Al-Qasas:88]
Kematian merupakan realita yang mungkin dihindari. Allâh Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ 
وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Katakanlah (wahai Muhammad): "Sebenarnya maut yang kamu melarikan diri daripadanya itu, tetaplah ia akan menemui kamu; kemudian kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui segala yang ghaib dan yang nyata, lalu Ia memberitahu kepada kamu apa yang kamu telah lakukan (serta membalasnya)". [Surah: Al-Jum’ah: 8]
Ketahuilah, semoga Allâh menjagamu, orang yang hidup pasti akan mati ... dan orang yang mati akan hilang (dari kehidupan) ... dan semua yang akan datang pasti akan tiba waktunya ...

مَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء اللَّهِ فَإِنَّ أَجَلَ اللَّهِ لَآتٍ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Sesiapa yang percaya akan pertemuannya dengan Allah (untuk menerima balasan), maka sesungguhnya masa yang telah ditetapkan oleh Allah itu akan tiba (dengan tidak syak lagi); dan Allah jualah Yang Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui [Surah:Al-Ankabut: 5]

Wahai saudaraku, kehidupanmu yang hakiki akan mulai setelah kematianmu … Persiapkanlah segala sesuatu untuk bekal menjalani kehidupanmu yang sebenarnya. Amal kebaikan, itulah bekal menghadap Allâh Azza wa Jalla.

(Di tulis oleh Syaikh Khalid ar-Raasyid – Disadur (adapted) oleh Abu Isma’il Muslim al-Atsari dari makalah berjudul Ablaghul ‘Izhaat, karya syaikh Khalid ar-Raasyid dan diedit oleh HAR)

08 June, 2012

 SIAPAKAH WAHABI????

Di negeri kita bahkan hampir di seluruh dunia Islam, ada sebuah fenomena ‘timpang’ dan penilaian ‘miring’ terhadap dakwah tauhid yang dilakukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi An-Najdi. Julukan Wahhabi pun dimunculkan, tak lain tujuannya adalah untuk menjauhkan umat darinya. Dari manakah julukan itu? Siapa pelopornya? Dan apa rahasia di balik itu semua …?
Para pembaca, dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab merupakan dakwah pembaharuan terhadap agama umat manusia. Pembaharuan, dari syirik menuju tauhid dan dari bid’ah menuju As-Sunnah. Demikianlah misi para pembaharu sejati dari masa ke masa, yang menapak (berjalan dengan mengikuti jejak) titian jalan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabatnya. Fenomena ini membuat gelisah musuh-musuh Islam, sehingga berbagai macam cara pun ditempuh demi menghancurkan dakwah tauhid yang dilakukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya.
Musuh-musuh tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Di Najd dan sekitarnya:
- Para ulama suu` yang memandang al-haq sebagai kebatilan dan kebatilan sebagai al-haq.
- Orang-orang yang dikenal sebagai ulama namun tidak mengerti tentang hakikat Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya.
- Orang-orang yang takut kehilangan kedudukan dan jabatannya. (Lihat Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, karya Dr. Muhammad bin Sa’ad Asy-Syuwai’ir hal.90-91, ringkasan keterangan Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz)
2. Di dunia secara umum:
Mereka adalah kaum kafir Eropa; Inggris, Prancis dan lain-lain, Daulah Utsmaniyyah, kaum Shufi, Syi’ah Rafidhah, Hizbiyyun dan pergerakan Islam; Al-Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Al-Qaeda, dan para kaki tangannya. (Untuk lebih terprincinya lihat kajian  Musuh-Musuh Dakwah Tauhid)
Bentuk permusuhan mereka beragam. Terkadang dengan fisik (senjata) dan kadang-kala dengan fitnah, tuduhan dusta, isu negatif dan sejenisnya. Adapun fisik (senjata), maka banyak diperankan oleh Dinasti Utsmani yang bersekongkol dengan barat (baca: kafir Eropa) –sebelum keruntuhannya–. Demikian pula Syi’ah Rafidhah dan para hizbiyyun. Sedangkan fitnah, tuduhan dusta, isu negatif dan sejenisnya, banyak dimainkan oleh kafir Eropa melalui para missionarisnya, kaum shufi, dan tak ketinggalan pula Syi’ah Rafidhah dan hizbiyyun. Dan ternyata, memunculkan istilah ‘Wahhabi’ sebagai julukan bagi pengikut dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, merupakan helah berjayanya (sukses) mereka untuk menghempaskan kepercayaan umat kepada dakwah tauhid tersebut. Padahal, istilah ‘Wahhabi’ itu sendiri merupakan penisbatan yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz berkata: “Penisbatan (Wahhabi -pen) tersebut tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Semestinya bentuk penisbatannya adalah ‘Muhammadiyyah’, karena sang pengemban dan pelaku dakwah tersebut adalah Muhammad, bukan ayahnya yang bernama Abdul Wahhab.” (Lihat Imam wa Amir wa Da’watun Likullil ‘Ushur, hal. 162)
Tak cukup sampai di situ. Fitnah, tuduhan dusta, isu negatif dan sejenisnya menjadi sejoli bagi julukan keji tersebut. Tak hairan, yang lahir adalah ‘potret’ buruk dan keji tentang dakwah Asy-Syaikh Muham-mad bin Abdul Wahhab, yang tak sesuai dengan realitinya. Sehingga istilah Wahhabi nyaris menjadi momok dan monster yang mengerikan bagi umat.
Fenomena timpang ini, menuntut kita untuk berwaspada dalam menerima informasi. Lebih lagi ketika narasumbernya adalah orang kafir, munafik, atau ahlul bid’ah. Agar kita tidak dijadikan bulan-bulanan oleh kejam-nya informasi orang-orang yang tidak bertanggung jawab itu.
Meluruskan Tuduhan Miring tentang Wahhabi
1. Tuduhan: Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang yang mengaku sebagai Nabi (sebagaimana yang dinyatakan Ahmad Abdullah Al-Haddad Baa ‘Alwi dalam kitabnya Mishbahul Anam, hal. 5-6 dan Ahmad , Zaini Dahlan dalam dua kitabnya Ad-Durar As-Saniyyah Firraddi ‘alal Wahhabiyyah, hal. 46 dan Khulashatul Kalam, hal. 228-261.) ingkar terhadap Hadits nabi (sebagaimana dalam Mishbahul Anam.), merendahkan posisi Nabi, dan tidak mempercayai syafaat beliau.
Bantahan:
*  Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang yang sangat mencintai Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Hal ini terbukti dengan adanya karya tulis beliau tentang sirah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam , baik Mukhtashar Siratir Rasul, Mukhtashar Zadil Ma’ad Fi Hadyi Khairil ‘Ibad atau pun yang terkandung dalam kitab beliau Al-Ushul Ats-Tsalatsah.
*  Beliau berkata: “Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam telah wafat –semoga shalawat dan salam-Nya selalu tercurahkan kepada beliau–, namun agamanya tetap kekal. Dan inilah agamanya; yang tidaklah ada kebaikan kecuali pasti beliau tunjukkan kepada umatnya, dan tidak ada kejelekan kecuali pasti beliau peringatkan. Kebaikan yang telah beliau sampaikan itu adalah tauhid dan segala sesuatu yang dicintai dan direadhai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan kejelekan yang beliau peringatkan adalah kesyirikan dan segala sesuatu yang dibenci dan dimurkai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus beliau kepada seluruh umat manusia, dan mewajibkan atas tsaqalain; jin dan manusia untuk menaatinya.” (Al-Ushul Ats-Tsalatsah)
*  Beliau juga berkata: “Dan jika kebahagiaan umat terdahulu dan yang akan datang kerana mengikuti para Rasul, maka dapatlah diketahui bahawa orang yang paling berbahagia adalah yang paling berilmu tentang ajaran para Rasul dan paling mengikutinya. Maka dari itu, orang yang paling mengerti tentang sabda para Rasul dan amalan-amalan mereka serta benar-benar mengikutinya, mereka itulah sesungguhnya orang yang paling berbahagia di setiap masa dan tempat. Dan merekalah golongan yang selamat dalam setiap agama. Dan dari umat ini adalah Ahlus Sunnah wal Hadith.” (Ad-Durar As-Saniyyah, 2/21)
*  Beliau juga berkata: “Dan jika kebahagiaan umat terdahulu dan yang akan datang kerana mengikuti para Rasul, maka dapatlah diketahui bahawa orang yang paling berbahagia adalah yang paling berilmu tentang ajaran para Rasul dan paling mengikutinya. Maka dari itu, orang yang paling mengerti tentang sabda para Rasul dan amalan-amalan mereka serta benar-benar mengikutinya, mereka itulah sesungguhnya orang yang paling berbahagia di setiap masa dan tempat. Dan merekalah golongan yang selamat dalam setiap agama. Dan dari umat ini adalah Ahlus Sunnah wal Hadith.” (Ad-Durar As-Saniyyah, 2/21)
2. Tuduhan: Melecehkan Ahlul Bait
Bantahan:
*  Beliau berkata dalam Mukhtashar Minhajis Sunnah: “Ahlul Bait Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mempunyai hak atas umat ini yang tidak dimiliki oleh selain mereka. Mereka berhak mendapatkan kecintaan dan kesetiaan yang lebih besar dari seluruh kaum Quraisy…” (Lihat ‘Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As-Salafiyyah, 1/446)
*  Di antara bukti kecintaan beliau kepada Ahlul Bait adalah dinamainya putra-putra beliau dengan nama-nama Ahlul Bait: ‘Ali, Hasan, Husain, Ibrahim dan Abdullah.
3. Tuduhan:  Bahawa beliau sebagai Khawarij, karena telah memberontak terhadap Daulah ‘Utsmaniyyah. Al-Imam Al-Lakhmi telah berfatwa bahawa Al-Wahhabiyyah adalah salah satu dari kelompok sesat Khawarij ‘Ibadhiyyah, sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Mu’rib Fi Fatawa Ahlil Maghrib, karya Ahmad bin Muhammad Al-Wansyarisi, juz 11.
Bantahan:
*  Adapun pernyataan bahawa Asy-Syaikh telah memberontak terhadap Daulah Utsmaniyyah, maka ini sangat keliru. Kerana Najd kala itu tidak termasuk wilayah bahagian kekuasaan Daulah Utsmaniyyah. (Sebagaimana yang diterangkan pada kajian utama edisi ini/Hubungan Najd dengan Daulah Utsmaniyyah.)  Demikian pula sejarah mencatat bahawa kerajaan Dir’iyyah belum pernah melakukan upaya pemberontakan terhadap Daulah ‘Utsma-niyyah. Justru merekalah yang berulang kali diserang oleh pasukan Dinasti Utsmani.
Lebih dari itu Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan –dalam kitabnya Al-Ushulus Sittah–: “Prinsip ketiga: Sesungguhnya di antara (faktor penyebab) sempurnanya persatuan umat adalah mendengar lagi taat kepada pemimpin (pemerintah), walaupun pemimpin tersebut seorang budak dari negeri Habasyah.”
Dari sini nampak jelas, bahawa sikap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap waliyyul amri (penguasa) sesuai dengan ajaran Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan bukan ajaran Khawarij.
*  Mengenai fatwa Al-Lakhmi, maka yang dia maksudkan adalah Abdul Wahhab bin Abdurrahman bin Rustum dan kelompoknya, bukan Asy-Syaikh Muham-mad bin Abdul Wahhab dan para pengikut-nya. Hal ini karena tahun wafatnya Al-Lakhmi adalah 478 H, sedangkan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab wafat pada tahun 1206 H /Juni atau Juli 1792 M. Amatlah janggal bila ada orang yang telah wafat, namun berfatwa tentang seseorang yang hidup berabad-abad setelah-nya. Adapun Abdul Wahhab bin Abdur-rahman bin Rustum, maka dia meninggal pada tahun 211 H. Sehingga amatlah tepat bila fatwa Al-Lakhmi tertuju kepadanya. Berikutnya, Al-Lakhmi merupakan mufti Andalusia dan Afrika Utara, dan fitnah Wahhabiyyah Rustumiyyah ini terjadi di Afrika Utara. Sementara di masa Al-Lakhmi, hubungan antara Najd dengan Andalusia dan Afrika Utara amatlah jauh. Sehingga bukti sejarah ini semakin menguatkan bahawa Wahhabiyyah Khawarij yang diperingatkan Al-Lakhmi adalah Wahhabiyyah Rustumiyyah, bukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya. (Untuk lebih terperincinya bacalah kitab Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, karya Dr. Muhammad bin Sa’ad Asy-Syuwai’ir.)
*  Lebih dari itu, sikap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap kelompok Khawarij sangatlah tegas. Beliau berkata –dalam suratnya untuk penduduk Qashim–: “Golongan yang selamat itu adalah kelompok pertengahan antara Qadariyyah dan Jabriyyah dalam perkara taqdir, pertengahan antara Murji`ah dan Wa’idiyyah (Khawarij) dalam perkara ancaman Allah Subhanahu wa Ta’ala, pertengahan antara Haruriyyah (Khawarij) dan Mu’tazilah serta antara Murji`ah dan Jahmiyyah dalam perkara iman dan agama, dan pertengahan antara Syi’ah Rafidhah dan Khawarij dalam menyekapi para shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.” (Lihat Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, hal 117). Dan masih banyak lagi pernyataan tegas beliau tentang kelompok sesat Khawarij ini.
4. Tuduhan: Mengkafirkan kaum muslimin dan menghalalkan darah mereka. (Sebagaimana yang dinyatakan Ibnu ‘Abidin Asy-Syami dalam kitabnya Raddul Muhtar, 3/3009)
Bantahan:
*  Ini merupakan tuduhan dusta terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, kerana beliau pernah mengatakan: “Kalau kami tidak (berani) mengkafirkan orang yang beribadah kepada berhala yang ada di kubah (kuburan/ makam) Abdul Qadir Jaelani dan yang ada di kuburan Ahmad Al-Badawi dan sejenisnya, dikeranakan kejahilan mereka dan tidak adanya orang yang mengingatkannya. Bagaimana mungkin kami berani mengkafirkan orang yang tidak melakukan kesyirikan atau seorang muslim yang tidak berhijrah ke tempat kami…?! Maha suci Engkau ya Allah, sungguh ini merupakan kedustaan yang besar.” (Muhammad bin Abdul Wahhab Mush-lihun Mazhlumun Wa Muftara ‘Alaihi, hal. 203)
5. Tuduhan: Wahhabiyyah adalah madzhab baru dan tidak mau mengguna-kan kitab-kitab empat madzhab besar dalam Islam. (Termaktub dalam risalah Sulaiman bin Suhaim)
Bantahan:
*  Perkara ini sangat tidak realistic. Kerana beliau mengatakan –dalam suratnya kepada Abdurrahman As-Suwaidi–: “Aku kabarkan kepadamu bahawa aku –alhamdulillah– adalah seorang yang berupaya mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, bukan pembawa aqidah baru. Dan agama yang aku peluk adalah madzhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang dianut para ulama kaum muslimin semacam imam yang empat dan para pengikutnya.” (Lihat Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, hal. 75)
*  Beliau juga berkata –dalam surat-nya kepada Al-Imam Ash-Shan’ani–: “Perhatikanlah –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merah-matimu– apa yang ada pada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, para shahabat sepeninggal beliau dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. Serta apa yang diyakini para imam anutan dari kalangan ahli hadith dan fiqh, seperti Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mereadhai mereka–, supaya engkau boleh mengikuti jalan/ ajaran mereka.” (Ad-Durar As-Saniyyah 1/136)
*  Beliau juga berkata: “Menghormati ulama dan memuliakan mereka meskipun terkadang (ulama tersebut) mengalami kekeliruan, dengan tidak menjadikan mereka sekutu bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, merupakan jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun mencemuh perkataan mereka dan tidak memuliakannya, maka ini merupakan jalan orang-orang yang dimurkai Allah Subhanahu wa Ta’ala (Yahudi).” (Majmu’ah Ar-Rasa`il An-Najdiyyah, 1/11-12. Dinukil dari Al-Iqna’, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkhali, hal.132-133)
6. Tuduhan: Keras dalam berdakwah (inkarul munkar)
Bantahan:
*  Tuduhan ini sangat tidak beralasan. Kerana justru beliaulah orang yang sangat perhatian dalam masalah ini. Sebagaimana nasehat beliau kepada para pengikutnya dari penduduk daerah Sudair yang melakukan dakwah (inkarul munkar) dengan cara keras. Beliau berkata: “Sesungguhnya sebahagian orang yang mengerti agama terkadang jatuh dalam kesalahan (teknikal) dalam mengingkari kemungkaran, padahal posisinya di atas kebenaran. Iaitu mengingkari kemungkaran dengan sikap keras, sehingga menimbulkan perpecahan di antara ikhwan… Ahlul ilmi berkata: ‘Seorang yang beramar ma’ruf dan nahi mungkar memerlukan tiga perkara: berilmu tentang apa yang akan dia sampaikan, bersifat belas kasihan ketika beramar ma’ruf dan nahi mungkar, serta bersabar terhadap segala gangguan yang menimpanya.’ Maka kalian harus memahami perkaraa ini dan merealisasikannya. Sesungguhnya kelemahan akan selalu ada pada orang yang mengerti agama, ketika tidak merealisasikannya atau tidak memahami-nya. Para ulama juga menyebutkan bahawasanya jika inkarul munkar akan menyebabkan perpecahan, maka tidak boleh dilakukan. Aku memberi pesan kepada kalian agar melaksanakan apa yang telah kusebutkan dan memahaminya dengan sebaik-baiknya. Kerana, jika kalian tidak melaksanakannya nescaya perbuatan inkarul munkar kalian akan merusak citra agama. Dan seorang muslim tidaklah berbuat kecuali apa yang membuat baik agama dan dunianya.”(Lihat Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. 176)
7. Tuduhan: Muhammad bin Abdul Wahhab itu bukanlah seorang yang berilmu. Dia belum pernah belajar dari para syaikh, dan mungkin saja ilmunya dari setan! (Tuduhan Sulaiman bin Muhammad bin Suhaim, Qadhi Manfuhah.)
Jawapan:
*  Pernyataan ini menunjukkan butanya tentang biografi Asy-Syaikh, atau pura-pura buta dalam rangka penipuan intelektual terhadap umat.
*  Bila dilihat sejarahnya, ternyata beliau sudah hafal Al-Qur`an sebelum berusia 10 tahun. Belum genap 12 tahun dari usianya, sudah ditunjuk sebagai imam shalat berjamaah. Dan pada usia 20 tahun sudah dikenal mempunyai banyak ilmu. Setelah itu rihlah (pergi) menuntut ilmu ke Makkah, Madinah, Bashrah, Ahsa`, Bashrah (yang kedua kalinya), Zubair, kemudian kembali ke Makkah dan Madinah. Gurunya pun banyak,10 di antaranya adalah:
Di Najd: Asy-Syaikh Abdul Wahhab bin Sulaiman (Ayah beliau, dan seorang ulama Najd yang terpandang di masanya dan hakim di ‘Uyainah) dan Asy-Syaikh Ibrahim bin Sulaiman.( Paman beliau, dan sebagai hakim negeri Usyaiqir.)
Di Makkah: Asy-Syaikh Abdullah bin Salim bin Muhammad Al-Bashri Al-Makki Asy-Syafi’i.( Hafizh negeri Hijaz di masanya.)
Di Madinah: Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif.( Seorang faqih terpandang, murid para ulama Madinah sekaligus murid Abul Mawahib (ulama besar negeri Syam). Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mendapatkan ijazah dari guru beliau ini untuk meriwayatkan, mempelajari dan mengajarkan Shahih Al-Bukhari dengan sanadnya sampai kepada Al-Imam Al-Bukhari serta syarah-syarahnya, Shahih Muslim serta syarah-syarahnya, Sunan At-Tirmidzi dengan sanadnya, Sunan Abi Dawud dengan sanadnya, Sunan Ibnu Majah dengan sanadnya, Sunan An-Nasa‘i Al-Kubra dengan sanadnya, Sunan Ad-Darimi dan semua karya tulis Al-Imam Ad-Darimi dengan sanadnya, Silsilah Al-‘Arabiyyah dengan sanadnya dari Abul Aswad dari ‘Ali bin Abi Thalib, semua buku Al-Imam An-Nawawi, Alfiyah Al-’Iraqi, At-Targhib Wat Tarhib, Al-Khulashah karya Ibnu Malik, Sirah Ibnu Hisyam dan seluruh karya tulis Ibnu Hisyam, semua karya tulis Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani, buku-buku Al-Qadhi ‘Iyadh, buku-buku qira’at, kitab Al-Qamus dengan sanadnya, Musnad Al-Imam Asy-Syafi’i, Muwaththa’ Al-Imam Malik, Musnad Al-Imam Ahmad, Mu’jam Ath-Thabrani, buku-buku As-Suyuthi dsb.) Asy-Syaikh Muhammad Hayat bin Ibrahim As-Sindi Al-Madani,( Ulama besar Madinah di masanya) Asy-Syaikh Isma’il bin Muhammad Al-Ajluni Asy-Syafi’i,( Penulis kitab Kasyful Khafa‘ Wa Muzilul Ilbas ‘Amma Isytahara ‘Ala Alsinatin Nas.) Asy-Syaikh ‘Ali Afandi bin Shadiq Al-Hanafi Ad-Daghistani,( Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab bertemu dengannya di kota Madinah dan mendapatkan ijazah darinya saperti yang didapat dari Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif.) Asy-Syaikh Abdul Karim Afandi, Asy-Syaikh Muhammad Al Burhani, dan Asy-Syaikh ‘Utsman Ad-Diyarbakri.
Di Bashrah: Asy-Syaikh Muhammad Al-Majmu’i.( Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab bertemu dengannya di kota Madinah dan mendapatkan ijazah darinya seperti yang didapat dari Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif.)
Di Ahsa`: Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Lathif Asy-Syafi’i.
8. Tuduhan: Tidak menghormati para wali Allah, dan hobinya menghancurkan kubah/ bangunan yang dibangun di atas makam mereka.
Jawapan:                                                  
*  Pernyataan bahawa Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidak menghormati para wali Allah Subhanahu wa Ta’ala, merupakan tuduhan dusta. Beliau berkata –dalam suratnya kepada penduduk Qashim–: “Aku menetapkan (menyakini) adanya karamah dan keluar biasaan yang ada pada para wali Allah Subhanahu wa Ta’ala, hanya saja mereka tidak berhak diibadahi dan tidak berhak pula untuk diminta dari mereka sesuatu yang tidak dimampu kecuali oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Lihat Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al Wahhabiyyah, hal. 119)

*  Adapun penghancuran kubah/bangunan yang dibangun di atas makam mereka, maka beliau mengakuinya –sebagaimana dalam suratnya kepada para ulama Makkah–( Ibid, hal. 76) Namun perkara itu sangat beralasan sekali, karena kubah/ bangunan tersebut telah dijadikan sebagai tempat berdoa, berkurban dan bernadzar kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sementara Asy-Syaikh sudah mendakwahi mereka dengan segala cara, dan beliau punya kekuatan (bersama waliyyul amri) untuk melakukannya, baik ketika masih di ‘Uyainah ataupun di Dir’iyyah.
*  Perkara ini pun telah difatwakan oleh para ulama dari empat madzhab. Sebagai-mana telah difatwakan oleh sekelompok ulama madzhab Syafi’i seperti Ibnul Jummaizi, Azh-Zhahir At-Tazmanti dll, seputar penghancuran bangunan yang ada di pekuburan Al-Qarrafah Mesir. Al-Imam Asy-Syafi’i sendiri berkata: “Aku tidak menyukai (yakni mengharamkan) pengagungan terhadap makhluk, sampai pada tingkatan makamnya dijadikan sebagai masjid.” Al-Imam An-Nawawi dalam Syarhul Muhadzdzab dan Syarh Muslim mengharamkam secara mutlak segala bentuk bangunan di atas makam. Adapun Al-Imam Malik, maka beliau juga mengharamkannya, sebagaimana yang dinukilkan oleh Ibnu Rusyd. Sedangkan Al-Imam Az-Zaila’i (madzhab Hanafi) dalam Syarh Al-Kanz mengatakan: “Diharamkan mendirikan bangunan di atas makam.” Dan juga Al-Imam Ibnul Qayyim (madzhab Hanbali) mengatakan: “Penghancuran kubah/ bangunan yang dibangun di atas kubur hukumnya wajib, kerana ia dibangun di atas kemaksiatan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.” (Lihat Fathul Majid Syarh Kitabit Tauhid karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy-Syaikh, hal.284-286)
Para pembaca, demikianlah bantahan ringkas terhadap beberapa tuduhan miring yang ditujukan kepada Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Untuk mengetahui bantahan atas tuduhan-tuduhan miring lainnya, silahkan baca karya-karya tulis Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, kemudian buku-buku para ulama lainnya seperti:
*  Ad-Durar As-Saniyyah fil Ajwibah An-Najdiyyah, disusun oleh Abdurrahman bin Qasim An-Najdi
*  Shiyanatul Insan ‘An Waswasah Asy-Syaikh Dahlan, karya Al-‘Allamah Muhammad Basyir As-Sahsawani Al-Hindi.
*  Raddu Auham Abi Zahrah, karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, demikian pula buku bantahan beliau terhadap Abdul Karim Al-Khathib.
*  Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlihun Mazhlumun Wa Muftara ‘Alaihi, karya Al-Ustadz Mas’ud An-Nadwi.
*  ‘Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As Salafiyyah, karya Dr. Shalih bin Abdullah Al-’Ubud.
*  Da’watu Asy-Syaikh Muham-mad bin Abdul Wahhab Bainal Mu’aridhin wal Munshifin wal Mu`ay-yidin, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, dsb.
Barakah Dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab merupakan dakwah yang penuh barakah. Buahnya pun boleh dirasakan hampir di setiap penjuru dunia Islam, bahkan di dunia secara keseluruhan.
Di Jazirah Arabia (Diringkas dari Haqiqatu Da’wah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab wa Atsaruha Fil ‘Alamil Islami, karya Dr. Muhammad bin Abdullah As-Salman, yang dimuat dalam Majallah Al-Buhuts Al-Islamiyyah edisi. 21, hal. 140-145.)
Di Jazirah Arabia sendiri, pengaruhnya luar biasa. Berkat dakwah tauhid ini mereka bersatu yang sebelumnya berpecah belah. Mereka mengenal tauhid, ilmu dan ibadah yang sebelumnya tenggelam dalam penyimpangan, kebodohan dan kemaksiatan. Dakwah tauhid juga mempunyai peran besar dalam perbaiki akhlak dan muamalah yang membawa dampak positif bagi Islam itu sendiri dan bagi kaum muslimin, baik dalam urusan agama ataupun urusan dunia mereka. Berkat dakwah tauhid pula tegaklah Daulah Islamiyyah (di Jazirah Arabia) yang cukup kuat dan disegani musuh, serta mampu menyatukan negeri-negeri yang selama ini berseteru di bawah satu bendera. Kekuasaan Daulah (Pada Penegak Daulah Islamiyyah  ) ini membentang dari Laut Merah (barat) hingga Teluk Arab (timur), dan dari Syam (utara) hingga Yaman (selatan), daulah ini dikenal dalam sejarah dengan sebutan Daulah Su’udiyyah (I). Pada tahun 1233 H/1818 M daulah ini diporak-porandakan oleh pasukan Dinasti Utsmani yang dipimpin Muhammad ‘Ali Basya. Pada tahun 1238 H/1823 M berdiri kembali Daulah Su’udiyyah (II) yang diprakarsai oleh Al-Imam Al-Mujahid Turki bin Abdullah bin Muhammad bin Su’ud, dan runtuh pada tahun 1309 H/1891 M. Kemudian pada tahun 1319 H/1901 M berdiri kembali Daulah Su’udiyyah (III) yang diprakarsai oleh Al-Imam Al-Mujahid Abdul ‘Aziz bin Abdurrahman bin Faishal bin Turki Alu Su’ud. Daulah Su’udiyyah (III) ini kemudian dikenal dengan nama Al-Mamlakah Al-’Arabiyyah As-Su’udiy-yah, yang dalam bahasa kita biasa disebut Kerajaan Saudi Arabia. Ketiga daulah ini merupakan daulah percontohan di masa ini dalam hal tauhid, penerapan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan syariat Islam, keamanan, kesejahteraan dan perhatian terhadap urusan kaum muslimin dunia (terkhusus Daulah Su’udiyyah III). Untuk mengetahui lebih jauh tentang perannya, /Barakah Dakwah Tauhid.
Di Dunia Islam (Diringkas dari Haqiqatu Da’wah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab wa Atsaruha Fil ‘Alamil Islami, karya Dr. Muhammad bin Abdullah As Salman, yang dimuat dalam Majallah Al-Buhuts Al-Islamiyyah edisi. 21, hal.146-149)
Dakwah tauhid Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab merambah (merintis) dunia Islam, yang diwakili pada Benua Asia dan Afrika, barakah Allah Subhanahu wa Ta’ala pun menyelimuti-nya. Di Benua Asia dakwah tersebar di Yaman, Qatar, Bahrain, beberapa wilayah Oman, India, Pakistan dan sekitarnya, Indonesia, Malaysia,Turkistan, dan Cina. Adapun di Benua Afrika, dakwah Tauhid tersebar di Mesir, Libya, Al-Jazair, Sudan, dan Afrika Barat. Dan hingga saat ini dakwah terus berkembang ke penjuru dunia, bahkan merambah pusat kekafiran Amerika dan Eropa.
Pujian Ulama Dunia terhadap
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan Dakwah Beliau
Pujian ulama dunia terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya amatlah banyak. Namun kerana terbatasnya ruang rubrik, cukuplah disebutkan sebahagiannya saja.( Untuk mengetahui lebih luas, lihatlah kitab Da’watu Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab Bainal Mu’aridhin wal Munshifin wal Mu`ayyidin, hal. 82-90, dan ‘Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab As-Salafiyyah, 2/371-474)
1.  Al-Imam Ash-Shan’ani (Yaman).
Beliau kirimkan dari Shan’a bait-bait pujian untuk Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya. Bait syair yang diawali dengan: Salamku untuk Najd dan siapa saja yang tinggal sana: Walaupun salamku dari kejauhan belum mencukupinya.
2.  Al-Imam Asy-Syaukani t (Yaman).
Ketika mendengar wafatnya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, beliau layangkan bait-bait pujian terhadap Asy-Syaikh dan dakwahnya. Di antaranya:
* Telah wafat tonggak ilmu dan pusat kemuliaan
* Referensi utama para pahlawan dan orang-orang mulia
* Dengan wafatnya, nyaris wafat pula ilmu-ilmu agama
* Wajah kebenaran pun nyaris lenyap ditelan derasnya arus sungai
3.  Muhammad Hamid Al-Fiqi (Mesir).
Beliau berkata: “Sesungguhnya amalan dan usaha yang beliau lakukan adalah untuk menghidupkan kembali semangat beramal dengan agama yang benar dan mengembalikan umat manusia kepada apa yang telah ditetapkan dalam Al-Qur`an…. dan apa yang dibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, serta apa yang diyakini para shahabat, para tabi’in dan para imam yang terbimbing.”
4.  Dr. Taqiyuddin Al-Hilali (Irak).
 Beliau berkata: “Tidak asing lagi bahawa Al-Imam Ar-Rabbani Al-Awwab Muhammad bin Abdul Wahhab, benar-benar telah menegakkan dakwah tauhid yang lurus. Memperbaharui (kehidupan umat manusia) saperti di masa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabatnya. Dan mendirikan daulah yang mengingatkan umat manusia kepada daulah di masa Al-Khulafa` Ar-Rasyidin.”
5.  Asy-Syaikh Mulla ‘Umran bin ‘Ali Ridhwan (Linjah, Iran).
Beliau –ketika dicap sebagai Wahhabi– berkata: Jikalau mengikuti Ahmad dicap sebagai Wahhabi
Maka kutegaskan bahawa aku adalah …Wahhabi
Kubasmi segala kesyirikan dan tiadalah ada bagiku, Rabb selain Allah Dzat Yang Maha Tunggal lagi Maha Pemberi
6.  Asy-Syaikh Ahmad bin Hajar Al-Buthami (Qatar).
Beliau berkata: “Sesungguhnya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdi adalah seorang da’i tauhid, yang tergolong sebagai pembaharu yang adil dan pembenah yang ikhlas bagi agama umat.”
7.  Al ‘Allamah Muhammad Basyir As-Sahsawani (India).
Kitab beliau Shiyanatul Insan ‘An Waswasah Asy-Syaikh Dahlan, sarat akan pujian dan pembelaan terhadap Asy-Syaikh Muham-mad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya.
8.  Asy-Syaikh Muhammad Nashi-ruddin Al-Albani (Syam).
Beliau berkata: “Dari apa yang telah lalu, nampaklah kedengkian yang sangat, kebencian durjana, dan tuduhan keji dari para penjahat (intelektual) terhadap Al-Imam Al Mujaddid Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya dan mengkurnianya pahala–, yang telah mengeluarkan manusia dari gelapnya kesyirikan menuju cahaya tauhid yang murni…”

9. Ulama Saudi Arabia.
Tak terhitung banyaknya pujian mereka terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya, turun-temurun sejak Asy-Syaikh masih hidup hingga hari ini.
Penutup
Akhir kata, demikianlah sajian kami seputar Wahhabi yang menjadi momok (sesuatu yg ditakuti) di Asia Tenggara pada khususnya dan di dunia Islam pada umumnya. Semoga sajian ini dapat menjadi penerang di tengah gelapnya permasalahan, dan pembuka cakarawala berfikir untuk tidak berbicara dan menilai kecuali di atas pijakan ilmu.
Wallahu a’lam bish-shawab.
(Ditulis oleh: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi)

31 May, 2012


Setiap Muslim diperintah untuk membaca al-Qur-an, sebagaimana ayat pertama yang turun memerintahkan kita untuk membaca: “ إِقْرَأْ(bacalah).”

Al-Qur-an yang terdiri dari 30 (tiga puluh) juz mulai Surah al-Fatihah sampai surat An-Naas jelas mempunyai keutamaan dan kaum Muslimin berkewajiban mengamal-kannya. 

Oleh karena itu, sangat dianjurkan agar ummat Islam membaca al-Qur-an, dan kalau sanggup mengkhatam-kannya seminggu sekali, atau sepuluh hari sekali, atau dua puluh hari sekali, atau setiap bulan sekali dikhatamkan-nya. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

اِقْرَأِ الْقُرْآنَ فِيْ كُلّ ِ شَهْرٍ، اِقْرَأْهُ فِيْ عِشْرِيْنَ لَيْلَةً، اِقْرَأْهُ فِيْ 
عَشْرٍ، اِقْرَأْهُ فِيْ سَبْعٍ، وَلاَ تَزِدْ عَلَى ذَلِكَ.

“Bacalah al-Qur-an (khatamkanlah) sebulan sekali, khatamkanlah al-Qur-an setiap dua puluh hari sekali, khatamkanlah setiap sepuluh hari sekali, dan khatamkanlah setiap seminggu sekali, jangan lebih dari itu.”
[HR. Al-Bukhari (no. 5053-5054), Muslim (no. 1159) (184)) dan Abu Dawud (no. 1388), dari ‘Abdullah bin ‘Amr. Lihat Shahih Jami’ush Shaghiir (no. 1158)].

Kebanyakan kaum Muslimin di mana-mana sering kali membaca surat Yaasiin, seolah-olah anjuran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membaca al-Qur-an dimaksudkan adalah surat Yaasiin, sepertinya al-Qur-an itu isinya hanyalah surat Yaasiin saja, karena sering sekali kita mendengar kaum Muslimin dan Muslimat membaca surat Yaasiin di rumah, di majlis-majlis talkin, di masjid-masjid, di sekolah, di pondok-pondok dan bahkan sering pula kita dengar dibacakan untuk orang yang sedang naza’ (akan mati) dan dibacakan di pemakaman kaum Muslimin. Dari isi al-Qur-an yang terdiri dari 114 surat hanya surat Yaasiin saja yang banyak dihafal oleh kaum Muslimin. 

Kita sangat bergembira dengan banyaknya orang yang hafal surat Yaasiin, tetapi kita yakin tentunya ada beberapa faktor yang mendorong kaum Muslimin menghafal surat tersebut. Setelah kita periksa, ternyata memang ada faktor pendorongnya, iaitu beberapa hadith yang menerangkan keutamaan (fadhilah) dan ganjaran bagi orang yang membaca surat Yaasiin, tetapi hadith-hadith yang menerangkan surat Yaasiin adalah LEMAH SEMUANYA. 

Saya akan sebutkan dan jelaskan kelemahan hadith-hadith tersebut, supaya kaum Muslimin mengetahui bahawa hadith-hadith tersebut tidak boleh dipakai hujjah, meskipun untuk fadhaa-ilul a’maal. 

Selanjutnya saya akan jelaskan pula kelemahan hadith-hadith yang menganjurkan membacakan surat Yaasiin untuk orang yang sedang naza’ (akan mati) maupun menganjurkan untuk orang yang sudah mati.

Yang perlu diingat dan diperhatikan dari tulisan ini ialah, bahawa dengan membahas masalah ini bukan berarti saya melarang (mengharamkan) baca surat Yaasiin, akan tetapi saya ingin menjelaskan kesalahan orang-orang yang menyandarkan dalil keutamaannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedang berdusta atas nama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah diharamkan dan diancam masuk Neraka. 

Selain itu pula, kita wajib melihat apakah ada contoh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menerangkan bahawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Yaasiin setiap malam Jum’at, setiap mulai atau menutup majlis talkin, ketika ada orang mati dan lain-lain?! 

Mudah-mudahan dari penjelasan dan keterangan ini bukan mematahkan semangat, tetapi malah sebagai dorongan untuk membaca dan menghafal seluruh isi al-Qur-an dan berupaya untuk mengamalkannya.

Hadith-Hadith Fadhilah Yaasiin Yang Lemah Dan Palsu

HADITH PERTAMA

مَنْ قَرَأَ يَس فِيْ لَيْلَةٍ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ 

“Barangsiapa yang membaca surat Yaasiin dalam satu malam, maka ketika ia bangun pagi hari diampuni dosanya.” 
Riwayat Ibnul Jauzi dalam al-Maudhu’at (I/247).

Keterangan: HADITH INI (مَوْضُوْعٌ) PALSU

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Ibnul Jauzi berkata: Hadith ini dari semua jalannya adalah bathil, tidak ada asalnya. Imam Daraquthni berkata: “MUHAMMAD BIN ZAKARIA yang ada dalam sanad hadith ini adalah tukang memalsukan hadith.” 
[Periksa: Al-Maudhuu’aat oleh Ibnul Jauzi (I/246-247), Mizaanul I’tidal (III/549), Lisaanul Mizan (V/168), al-Fawaa-idul Majmu’ah fii Ahaaditsil Maudhu’ah (hal. 268 no. 944)].

HADITH KEDUA

مَنْ قَرَأَ يَس فِيْ لَيْلَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ غُفِرَ لَهُ.

“Barangsiapa membaca surat Yaasiin pada malam hari karena keridhaan Allah, niscaya Allah ampuni dosanya.”

Keterangan: HADITH INI (ضَعِيْفٌ) LEMAH

Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam kitabnya, al-Mu’jamul Ausaath, dan al-Mu’jamush Shaghiir dari Abu Hurairah, tetapi di dalam sanadnya ada AGHLAB BIN TAMIIM. Kata Imam al-Bukhari: “Ia munkarul hadits.” Kata Ibnu Ma’in: “Ia tidak ada apa-apanya (tidak kuat).” [Periksa: Mizaanul I’tidal (I/273-274) dan Lisanul Mizan (I/464-465)].

HADITH KETIGA

مَنْ قَرَأَ يَس فِيْ لَيْلَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ غُفِرَ لَهُ فِيْ تِلْكَ اللَّيْلَةِ.

“Barangsiapa membaca surat Yaasiin pada malam hari karena mencari keridhaan Allah, maka ia akan diampuni dosanya pada malam itu.”

Keterangan: HADITH INI (ضَعِيْفٌ) LEMAH

Hadith ini diriwayatkan oleh Imam ad-Daarimi dari jalan Walid bin Syuja’, ayahku telah menceritakan kepada saya, Ziyad bin Khaitsamah telah menceritakan kepada saya dari Muhammad bin Juhadah dari al-Hasan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. [Sunan ad-Darimi (II/457)].

Hadith ini diriwayatkan juga oleh al-Baihaqi, Abu Nua’im dan al-Khathib dari jalan al-Hasan, dari Abu Hurairah. 

Hadith ini MUNQATHI’, karena dalam semua sanad-nya terdapat al-Hasan bin Abil Hasan al-Bashriy, ia tidak mendengar dari Abu Hurairah.

Imam adz-Dzahabi berkata: “Al-Hasan tidak mendengar dari Abu Hurairah, maka semua hadith-hadith yang ia riwayatkan dari Abu Hurairah termasuk dari jumlah hadith-hadith munqathi’.” 

Periksa: Mizaanul I’tidal (I/527 no. 1968), al-Fawaa-idul Majmua’ah (hal. 269, no. 945), tahqiq Syaikh ‘Abdur-rahman al-Mu’allimy]

HADITH KEEMPAT

مَنْ دَاوَمَ عَلَى قِرَاءَةِ يَس فِي كُلِّ لَيْلَةٍ ثُمَّ مَاتَ، مَاتَ شَهِيْدًا.

“Barangsiapa terus-menerus membaca surat Yaasiin pada setiap malam kemudian ia mati, maka ia mati syahid.”

Keterangan: HADITS INI (مَوْضُوْعٌ) PALSU

Hadith ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jamush Shaghir dari Shahabat Anas radhiyallahu ‘anhu, tetapi di dalam sanadnya ada Sa’id bin Musa al-Azdiy, ia seorang tukang dusta dan ia dituduh oleh Ibnu Hibban sering memalsukan hadith. [Periksa: Tuhfatudz Dzakirin (hal. 340), Mizaanul I’tidal (II/159-160), Lisanul Mizan (III/44-45)].

HADITH KELIMA

مَنْ قَرَأَ يَس فِيْ صَدْرِ النَّهَارِ قُضِيَتْ حَوَائِجُهُ.

“Barangsiapa membaca surat Yaasiin pada permulaan siang (=di pagi hari), maka terpenuhi semua hajatnya (=keperluannya).”

Keterangan: HADITS INI (ضَعِيْفٌ) LEMAH

Hadith ini diriwayatkan oleh Imam ad-Darimi dari jalan al-Walid bin Syuja’, telah menceritakan kepadaku Ziyad bin Khaitsamah, dari Muhammad bin Juhadah dari ‘ATHA’ BIN ABI RABAH, ia berkata: “Telah sampai kepadaku bahawasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ...”

Hadith ini mursal, kerana ‘Atha’ bin Abi Rabah tidak bertemu dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ia lahir kurang lebih tahun 24 Hijriyah dan wafat tahun 114 H. [Periksa: Sunan ad-Darimi (II/457), Misykatul Mashaabih (takhrij no. 2177), Mizaanul I’tidal (III/70) dan Taqribut Tahdzib (II/22)]

HADITH KEENAM

مَنْ قَرَأَ يَس مَرَّةً فَكَأَنَّمَا قَرَأَ الْقُرْآنَ مَرَّتَيْنِ.

“Barangsiapa membaca surat Yaasiin satu kali seolah-olah ia membaca al-Qur-an dua kali.” [HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman].

Keterangan: HADITH INI (مَوْضُوْعٌ) PALSU

Lihat Dha’if Jami’ush Shaghir (no. 5789) dan Silsilatul Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah (no. 4636) oleh Syaikh al-Albany).

HADITH KETUJUH

مَنْ قَرَأَ يَس مَرَّةً فَكَأَنَّمَا قَرَأَ الْقُرْآنَ عَشْرَ مَرَّاتٍ.

“Barangsiapa membaca surat Yaasiin satu kali seolah-olah ia membaca al-Qur-an sepuluh kali.”  [HR. Al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman dari Abu Hurairah].

Keterangan:  HADITH INI (مَوْضُوْعٌ) PALSU

Lihat Dha’iif Jami’ush Shaghir (no. 5798) oleh Syaikh al-Albany.

HADITH KELAPAN

إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ قَلْبًا وَقَلْبُ الْقُرْآنِ يَس، وَمَنْ قَرَأَ يَس كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِقِرَاءَتِهَا قِرَاءَةَ الْقُرْآنِ عَشْرَمَرَّاتٍ.

"Sesungguhnya tiap-tiap sesuatu mempunyai hati dan hati (inti) al-Qur-an itu ialah surat Yaasiin. Barangsiapa yang membacanya, maka Allah akan memberikan pahala bagi bacaannya itu seperti pahala membaca al-Qur-an sepuluh kali.”

Keterangan: HADITH INI (مَوْضُوْعٌ) PALSU

Hadith ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2887) dan ad-Darimi (II/456), dari jalan Humaid bin Abdur-rahman, dari al-Hasan bin Shalih dari Harun Abu Muhammad dari Muqatil bin Hayyan (yang benar Muqatil bin Sulaiman) dari Qatadah dari Anas secara marfu’.

Dalam hadith ini terdapat dua rawi yang LEMAH:

1. HARUN ABU MUHAMMAD
Majhul (tidak dikenal riwayat hidupnya).
Kata Imam adz-Dzahabi: “Aku menuduhnya majhul.” 
Mizaanul I’tidal IV/288.

2. MUQATIL BIN HAYYAN.
Kata Ibnu Ma’in: “Dha’if.”
Kata Imam Ahmad bin Hanbal: “Aku tidak peduli ke-pada Muqatil bin Hayyan dan Muqatil bin Sulaiman.” 
Periksa: Mizaanul I’tidal IV/171-172.
Imam Ibnu Abi Hatim berkata dalam kitabnya, al-‘Ilal (II/55-56): “Aku pernah bertanya kepada ayahku tentang hadith ini. Jawabnya: ‘Muqatil yang ada dalam sanad hadith ini adalah Muqatil bin Sulaiman, aku mendapati hadith ini di awal kitab yang disusun oleh MUQATIL BIN SULAIMAN. Dan ini adalah hadith BATIL, TIDAK ADA ASALNYA.’” 

Periksa: Silsilatul Ahaadits adh-Dha’ifah (no. 169, hal. 312-313).
Imam adz-Dzahabi juga membenarkan bahawa Muqatil dalam hadith ini ialah MUQATIL BIN SULAIMAN. 
Periksa: Mizaanul I’tidal (IV/172).

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany berkata: “Apabila sudah jelas bahawa Muqatil yang dimaksud adalah Muqatil bin Sulaiman, sebagaimana yang sudah dinyatakan oleh Imam Abu Hatim dan diakui oleh Imam adz-Dzahabi, maka hadith ini MAUDHU’ (PALSU).” 
Periksa: Silsilatul Ahaadits adh-Dha’ifah (no. 169, hal. 313-314.)

Kata Imam Waqi’: “Muqatil bin Sulaiman adalah tukang dusta (kadzdzab).” 
Kata Imam an-Nasa-i: “Muqatil bin Sulaiman sering dusta.”
Periksa: Mizaanul I’tidal (IV/173).

HADITH KESEMBILAN

مَنْ قَرَأَ يَس حِيْنَ يُصْبِحُ يُسِرَ يَوْمُهُ حَتَّى يُمْسِيَ، وَمَنْ قَرَأَهَا فِيْ صَدْرِ لَيْلَةٍ أُعْطِيَ يُسْرَ لَيْلَتِهِ.

“Barangsiapa baca surat Yaasiin di pagi hari, maka akan dimudahkan urusan hari itu sampai sore. Dan barang siapa membacanya di awal malam (sore hari), maka akan diberi kemudahan urusan malam itu sampai pagi.”

Keterangan: HADITH INI (ضَعِيْفٌ) LEMAH

Hadith ini diriwayatkan oleh Imam ad-Darimi (II/457) dari jalan Amr bin Zararah, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Rasyid Abu Muhammad al-Himani, dari Syahr bin Hau-syab, ia berkata: Ibnu Abbas telah berkata...

Dalam sanad hadith ini ada Syahr bin Hausyab, kata Ibnu Hajar: “Ia banyak merumus hadith dan banyak keliru.” 
Periksa: Taqriib (I/423 no. 2841), Mizaanul I’tidal (II/283). 

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany berkata: “Syahr Bin Hausyab lemah dan tidak boleh dipakai sebagai hujjah, kerana banyak salahnya.” 
Periksa: Silsilatul Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah jilid I halaman 426.
Hadith ini juga mauquf (hanya sampai Shahabat saja).

HADITH KESEPULUH

مَنْ قَرَأَ يَس كُلَّ لَيْلَةٍ غُفِرَ لَهُ.

“Barangsiapa membaca surat Yaasiin setiap malam, niscaya diampuni (dosa)nya.” [HR. Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman]

Keterangan: HADITH INI (ضَعِيْفٌ) LEMAH

Lihat Dha’if Jami’ush Shaghir hadits no. 5788 dan Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah no. 4636.

HADITH KESEBELAS

إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَرَأَ طه ويَس قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ آدَمَ بِأَلْفَيْ عَامٍ فَلَمَّا سَمِعَتِ الْمَلاَئِكَةُ الْقُرْآنَ قَالُوْا: طُوْبَى ِلأُمَّةٍ يَنْزِلُ هَذَا عَلَيْهِمْ وَطُوْبَى ِلأَلْسُنٍ تَتَكَلَّمُ بِهَذَا وَطُوْبَى ِلأَجْوَافٍ تَحْمِلُ هَذَا.

“Sesungguhnya Allah Ta’ala membaca surat Thaaha dan Yaasiin 2000 (dua ribu) tahun sebelum diciptakan-nya Nabi Adam. Tatkala para Malaikat mendengar al-Qur-an (yakni kedua surat itu) seraya berkata: ‘Ber-bahagialah bagi ummat yang turun al-Qur-an atas mereka, alangkah baiknya lidah-lidah yang berkata dengan ini (membacanya) dan baiklah rongga-rongga yang membawanya (yakni menghafal kedua surat itu).

Keterangan: HADITS INI (مُنْكَرٌ) MUNKAR

Hadith ini diriwayatkan oleh ad-Darimi (II/456), Ibnu Khuzaimah dalam kitab at-Tauhid (no. 328), Ibnu Hibban dalam kitab adh-Dhu’afa (I/108), Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (no. 607), al-Baihaqy dalam al-Asma’ wash Shifat (I/365) dan ath-Thabrany dalam al-Mu’jamul Ausath (no. 4873), dari jalan Ibrahim bin Muhajir bin Mismar, ia ber-kata: “Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh bin Dzakwan dari Maula al-Huraqah.” Kata Ibnu Khu-zaimah: “Namanya Abdur Rahman bin Ya’qub bin al-‘Ala’ bin Abdur Rahman dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam...”

Matan hadith ini maudhu’ (palsu). Kata Ibnu Hibban: “Matan hadith ini palsu dan sanadnya sangat lemah, ka-rena ada dua rawi lemah:

1. Ibrahim bin Muhajir bin Mismar.
Kata Imam al-Bukhari: “Ia munkarul hadith.”
Kata Imam an-Nasa-i: “Ia perawi lemah.” 
Kata Ibnu Hibban: “Ia sangat munkar hadithnya.” 
Kata Ibnu Hajar: “Ia perawi lemah.” 
Periksa: Mizaanul I’tidal (I/67), Taqribut Tahdzib (I/67 no. 255).

2. ‘Umar bin Hafsh bin Dzakwan.
Kata Imam Ahmad: “Kami tinggalkan hadithnya dan kami bakar.”
Kata Imam ‘Ali Ibnul Madini: “Ia seorang rawi yang tidak tsiqah.”
Kata Imam an-Nasa-i: “Ia rawi matruk.” 
Periksa: Mizaanul I’tidal (III/189). Lihat Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah (no. 1248).

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata: “Hadith ini gharib dan munkar, kerana Ibrahim bin Muhajir dan Syaikhnya (iaitu, ‘Umar bin Hafsh) diperbincangkan (oleh para ulama hadith).” 

Lihat Tafsiir Ibni Katsir (III/156), cet. Daarus Salam, th. 1413 H.

HADITH KEDUA BELAS

مَنْ سَمِعَ سُوْرَةَ يَس عَدَلَتْ لَهُ عِشْرِيْنَ دِيْنَارًا فِيْ سَبِيْلِ اللَّهِ وَمَنْ قَرَأَهَا عَدَلَتْ لَهُ عِشْرِيْنَ حَجَّةً وَمَنْ كَتَبَهَا وَشَرِبَهَا أَدْخَلَتْ جَوْفَهُ أَلْفَ يَقِيْنٍ وَأَلْفَ نُوْرٍ وَأَلْفَ بَرَكَةٍ وَأَلْفَ رَحْمَةٍ وَأَلْفَ رِزْقٍ وَنَـزَعَتْ مِنْهُ كُلَّ غِلٍّ وَدَاءٍ .

"Barangsiapa mendengar bacaan surat Yaasiin, ia akan diberi ganjaran 20 Dinar pada jalan Allah. Dan barang siapa yang membacanya diberi ganjaran ke-padanya laksana ganjaran 20 kali melakukan ibadah Haji. dan barang siapa yang menuliskannya kemu-dian ia meminum airnya maka akan dimasukkan ke dalam rongga dadanya seribu keyakinan, seribu cahaya, seribu berkah, seribu rahmat, seribu rizki, dan dicabut (dihilangkan) segala macam kesulitan dan penyakit.”

Keterangan: HADITS INI (مَوْضُوْعٌ) PALSU

Hadith ini diriwayatkan oleh al-Khatib dari ‘Ali, lalu ia berkata: “Hadith ini palsu.”
Ibnu ‘Adiy berkata: “Dalam sanadnya ada rawi yang tertuduh memalsukan hadith, iaitu Ahmad bin Harun.” 
Mizaanul I’tidal (I/162). 

Dalam sanad hadith ini terdapat Isma’il bin Yahya al-Baghdadi. Shalih bin Muhammad Jazarah berkata: “Ia (Isma’il) sering memalsukan hadith.” Imam Daraquthni berkata: “Ia seorang tukang dusta dan matruk.” Imam al-Azdiy berkata: “Ia salah seorang tukang dusta, dan tidak halal meriwayatkan daripadanya.” 

Periksa: Al-Maudhu’at oleh Ibnul Jauzi (I/246-247) dan Mizaanul I’tidal (I/253-254).

HADITH KETIGA BELAS

يَس لِمَا قُرِأَتْ لَهُ.

Surat Yaasiin itu boleh memberi manfaat bagi sesuatu tujuan yang dibacakan untuknya.”

Keterangan: HADITH INI (لاَ أَصْلَ لَهُ) TIDAK ADA ASALNYA

Periksa: Al-Mashnu’ fii Ma’rifatil Haditsil Maudhu’, oleh ‘Ali al-Qari’ (no. 414 hal. 215-216), ta’liq: Abdul Fattah Abu Ghuddah.
Kata Imam as-Sakhawi: “Hadits ini tidak ada asalnya.” 
Periksa: Al-Maqaashidul Hasanah (no. 1342).

HADITH KEEMPAT BELAS

يَس قَلْبُ الْقُرْآنِ لاَيَقْرَأُهَا رَجُلٌ يُرِيْدُ اللَّهَ وَالدَّارَ اْلآخِرَةَ إِلاَّ غُفِرَ لَهُ وَاقْرَؤُوْهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ 

Surat Yaasiin itu hatinya al-Qur-an, tidaklah seseorang membacanya kerana mengharapkan kereadhaan Allah dan negeri akhirat (Surga-Nya), melainkan akan di-ampuni dosanya. Oleh karena itu, bacakanlah surat Yaasiin itu untuk orang-orang yang akan mati di antara kalian.”

Keterangan: HADITH INI (ضَعِيْفٌ) LEMAH

Hadith ini diriwayatkan oleh Ahmad (V/26) dan an-Nasa-i dalam kitab Amalul Yaum wal Lailah (no. 1083) dari jalan Mu’tamir, dari ayahnya, dari seseorang, dari AYAH-NYA, dari Ma’qil bin Yasar, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ....” 

Dalam hadith ini ada tiga orang yang majhul (tidak di-ketahui namanya dan keadaannya). Jadi, hadith ini lemah dan tidak boleh dipakai. 
Periksa: Fat-hur Rabbani (VII/63).

HADITH KELIMA BELAS

اِقْرَأُوْا يَس عَلَى مَوْتَاكُمْ.

“Bacakan surat Yaasiin kepada orang yang akan mati di antara kalian.”

Keterangan: HADITH INI (ضَعِيْفٌ) LEMAH

 Hadith ini diriwayatkan oleh Ahmad (V/26-27), Abu Dawud (no. 3121), Ibnu Abi Syaibah, an-Nasa-i dalam Amalil Yaum wal Lailah (no. 1082), Ibnu Majah (no. 1448), al-Hakim (I/565), al-Baihaqi (III/383) dan ath-Thayalisi (no. 973), dari jalan Sulaiman at-Taimi, dari ABU UTSMAN (bukan an-Nahdi), dari AYAHNYA dari Ma’qil bin Yasar, ia berkata: “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ...” 

Hadith ini LEMAH, karena ada tiga sebab yang men-jadikan hadits ini lemah:

1. ABU ‘UTSMAN seorang rawi majhul.
2. AYAHNYA juga majhul. 
3. Hadith ini mudhtarib (goncang) sanadnya.

Penjelasan Para Imam Ahli Hadith Tentang Hadith Ini

1. Tentang ABU UTSMAN
- Kata Imam adz-Dzahabi: “Abu ‘Utsman rawi yang tidak dikenal (majhul).”

- Ali Ibnul Madini: “Tidak ada yang meriwayatkan dari Abu Utsman melainkan Sulaiman at-Taimi.”

- Kata Ibnul Mundzir: “Abu Utsman dan bapaknya bukan orang yang masyhur (tidak dikenal).” 
Lihat ‘Aunul Ma’bud (VIII/390).

- Kata Imam Ibnul Qaththan: “Hadith ini ada ‘illat (penyakit)-nya, serta hadith ini MUDHTHORIB (goncang) dan Abu ‘Utsman majhul.”

- Kata Abu Bakar Ibnul ‘Arabi dan ad-Daraquthni: “Hadith dha’if isnadnya dan majhul, dan tidak ada satupun hadith yang shahih dalam bab ini (yakni dalam bab membacakan Yaasiin untuk orang yang akan mati).” 
Periksa: Talkhisul Habir ma’asy Syarhil Muhadzdzab (V/110), Fat-hur Rabbani (VII/63) Irwaa-ul Ghaliil (III/151).
Maksud Ibnul Madini ialah: Bahawa Abu ‘Utsman ini majhul.
Periksa: Mizaanul I’tidaal (IV/550), Tahdziibut Tahdziib (XII/182) dan Irwaa-ul Ghaliil fii Takhriji Ahaadits Manaris Sabil (III/151, no. 688).

-Kata Imam an-Nawawi: “Isnad hadith ini dha’if, di dalamnya ada dua orang yang majhul (Abu ‘Utsman dan bapaknya).”
Lihat al-Adzkaar (hal. 122). 

2.Tentang bapaknya Abu Utsman.

Ia ini rawi yang mubham (seorang rawi yang tidak diketahui namanya). Ia dikatakan majhul oleh para ulama Ahli Hadith, kerana selain tidak diketahui namanya juga tidak diketahui tentang biografinya.

3. Hadith ini MUDHTARIB.

Perkara ini kerana di sebahagian riwayat disebutkan: Dari Abu Utsman, dari ayahnya, dari Ma’qil bin Yasar. Sedangkan riwayat lain menyebutkan dari Abu Utsman dari Ma’qil tanpa menyebut dari ayahnya.

Kesimpulan: Hadith ini lemah dan tidak boleh dipakai hujjah.

HADITH KEENAM BELAS

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya (IV/ 105) dari jalan Shafwan. Ia (Shafwan) berkata:

حَدَّثَنِي الْمَشْيَخَةُ أَنَّهُمْ حَضَرُوْا غُضَيْفَ بْنَ الْحَارِثِ الثُّمَالِيَّ حِينَ اشْتَدَّ سَوْقُهُ فَقَالَ هَلْ مِنْكُمْ أَحَدٌ يَقْرَأُ يس قَالَ فَقَرَأَهَا صَالِحُ بْنُ شُرَيْحٍ السَّكُونِيُّ فَلَمَّا بَلَغَ أَرْبَعِينَ مِنْهَا قُبِضَ قَالَ: فَكَانَ الْمَشْيَخَةُ يَقُولُونَ إِذَا قُرِئَتْ عِنْدَ الْمَيِّتِ خُفِّفَ عَنْهُ بِهَا، قَالَ صَفْوَانُ: وَقَرَأَهَا عِيسَى بْنُ الْمُعْتَمِرِ عِنْدَ ابْنِ مَعْبَدٍ.

“Telah berkata kepadaku beberapa Syaikh bahwa-sanya mereka hadir ketika Ghadhief bin Harits me-ngalami naza’ (sakaratil maut), seraya berkata: ‘Siapakah dari antara kamu yang dapat membacakan surat Yaasiin?’ Lalu Sholeh bin Syuraih as-Sakuni membacakannya. Maka, ketika sampai pada ayat ke-40, ia (Ghadhief) wafat. Shafwan berkata: Para Syaikh berkata: ‘Bila dibacakan surat Yaasiin di sisi orang yang mau meninggal, nescaya diringankan bagi si mayyit (keluarnya ruh) dengan sebab bacaan itu.’ Kata Shafwan: ‘Kemudian ‘Isa bin Mu’tamir memba-cakan surat Yaasiin di sisi Ibnu Ma’bad.’”[HR. Ahmad (IV/105)].

Keterangan: RIWAYAT INI (مَقْطُوْعٌ) MAQTHU’

Yakni riwayat ini hanya sampai kepada tabi’in, tidak sampai kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan riwayat maqthu’ tidak boleh dijadikan hujjah. Apalagi riwayat ini juga LEMAH, kerana beberapa Syaikh yang disebutkan itu MAJHUL, tidak diketahui nama dan keadaan diri mereka masing-masing. Jadi, riwayat ini LEMAH DAN TIDAK BOLEH DIPAKAI.

Lihat Irwaa-ul Ghalil (III/151-152).

HADITS KETUJUH BELAS

مَا مِنْ مَيِّتٍ فَيُقْرَأُ عِنْدَهُ يَس إِلاَّ هَوَّنَ اللَّهُ عَلَيْهِ.

Tidak ada seorang pun yang akan mati, lalu dibaca-kan surat Yaasiin, di sisinya (yaitu ketika ia sedang naza’) melainkan Allah akan mudahkan (kematian) atasnya.”

Keterangan: HADITH INI (مَوْضُوْعٌ) PALSU

Hadith ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Akhbaru Ahsbahan (I/188) dari jalan MARWAN BIN SALIM ALJAZARY dari Shafwan bin ‘Amr dari Syuraih dari Abu Darda secara marfu’.

Dalam sanad hadith ini ada seorang rawi yang sering memalsukan hadith, iaitu MARWAN BIN SALIM AL-JAZARY.

Kata Imam Ahmad dan an-Nasa-i: “Ia tidak boleh di-percaya.”
Kata Imam al-Bukhari, Muslim, dan Abu Hatim: “Ia munkarul hadith.”
Kata Abu Arubah al-Harrani: “Ia sering memalsukan hadith.” 

Periksa: Mizaanul I’tidal (IV/90-91). Lihat juga Irwaa-ul Ghalil (III/152).


Penjelasan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah Tentang Fadhilah-Fadhilah Surat

Al-‘Allamah Ibnul Qayyim (wafat th. 751 H) berkata: “(Riwayat-riwayat) yang menyebutkan tentang keutamaan-keutamaan (fadhaa-il) surat-surat dan ganjaran bagi orang yang membaca surat ini akan mendapat pahala begini dan begitu dari awal al-Qur-an sampai akhir sebagaimana yang disebutkan oleh Tsa’labi dan Wahidi pada awal tiap-tiap surat dan Zamakhsyari pada akhir surat, semuanya ini kata ‘Abdullah bin Mubarak: ‘Semua hadith yang mengatakan: ‘Barang siapa yang membaca surat ini akan diberikan ganjaran begini dan begitu.... SEMUA HADITH TENTANG ITU ADALAH PALSU. Mereka (para pemalsu hadith) mengatasnamakan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. ‘Sesungguhnya orang-orang yang membuat hadith-hadith itu telah mengakui mereka memalsukannya.’” 

Mereka berkata: “Tujuan kami membuat hadith-hadith palsu agar manusia sibuk dengan (membaca al-Qur-an) dan menjauhkan (kitab-kitab) selain al-Qur-an.” Mereka (para pemalsu hadith) adalah orang-orang yang sangat bodoh!!! Apakah mereka tidak tahu hadith: 

مَنْ يَقُلْ عَلَيَّ مَالَمْ أَقُلْ، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ.

“Barangsiapa yang berkata apa yang aku tidak katakan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya dari Neraka.” [Hadith mutawatir.]

Periksa: Al-Manarul Muniif fis Shahih wadh Dhai’if hal. 113-115, tahqiq: Abdul Fattah Abu Ghuddah.

KHATIMAH

Hadith-hadith tentang fadhilah surat Yaasiin adalah LEMAH dan PALSU, sebagaimana yang sudah saya terangkan di atas. Oleh kerana itu hadith-hadith tersebut tidak boleh dipakai hujjah untuk menyatakan keutamaan surat ini dari surat-surat yang lain dan tidak boleh pula untuk menetapkan ganjaran atau penghapusan dosa bagi yang membaca surat ini. Tentang masalah mendapat ganjaran bagi orang yang membaca al-Qur-an memang ada, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لاَ أَقُوْلُ: آلم حَرْفٌ؛ وَلَكِنْ: آلِفٌ حَرْفٌ، وَلاَمٌ حَرْفٌ، ومِيْمٌ حَرْفٌ. 

“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari al-Qur-an, akan mendapatkan suatu kebaikan. Sedang satu keba-ikan akan dilipatkan sepuluh kali lipat. Aku tidak berkata, Alif laam miim, satu huruf. akan tetapi alif satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf.

[HR. At-Tirmidzi (no. 2910). Lihat pula Shahih at-Tirmidzi (III/9) dan Shahih al-Jaami’ush Shaghir (no. 6469), dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu].

Sesudah kita membaca, kita diperintah untuk memahami isi al-Qur-an. Kerana Allah memerintahkan untuk mentaburkan dan mengamalkan isi al-Qur-an.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً

"Patutkah mereka (bersikap demikian), tidak mahu memikirkan isi Al-Quran? Kalaulah Al-Quran itu (datangnya) bukan dari sisi Allah, nescaya mereka akan dapati perselisihan yang banyak di dalamnya.[An-Nisaa’: 82]


أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Setelah diterangkan yang demikian) maka adakah mereka sengaja tidak berusaha memahami serta memikirkan isi Al-Quran? Atau telah ada di atas hati mereka kunci penutup (yang menghalangnya daripada menerima ajaran Al-Quran”? (QS. Muhammad: 24)

MARAJI’


1. Tafsir Ibni Katsir, cet. Daarus Salaam, th. 1413 H.
2. Shahih al-Bukhari. 
3. Shahih Muslim.
4. Sunan ad-Darimi.
5. Sunan at-Tirmidzy.
6. Sunan Abi Dawud.
7. Sunan Ibni Majah.
8. Musnad Imam Ahmad, cet. Daarul Fikr, th. 1398 H.
9. Mushannaf Ibni Abi Syaibah.
10. Musnad Abi Dawud ath-Thayalisy, cet. Daar Hajr, tahun 1419 H.
11. Kitaabus Sunnah libni ‘Ashim, oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany, th. 1413 H.
12. Shahih Jami’ush Shaghiir, oleh Imam Muhammad Na-shiruddin al-Albany.
13. Al-Maudhu’atul Kubra’, oleh Imam Ibnul Jauzy, cet. Daarul Fikr, th. 1403 H.
14. Al-Fawa-idul Majmu’ah fii Ahaaditsil Maudhu’ah, oleh Imam asy-Syaukany, tahqiq: Syaikh ‘Abdurrahman al-Mu’allimy, cet. Al-Maktab al-Islamy, th. 1407 H.
15. Mizanul I’tidal, oleh Imam adz-Dzahaby, tahqiq: ‘Ali Muhammad al-Bajaawy, cet. Daarul Fikr, th. 1403 H.
16. Lisanul Mizan, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany.
17. Tuhfatudz Dzaakiriin Syarah Imam asy-Syaukany, cet. Daarul Fikr. 
18. Misykatul Mashaabih, oleh Imam at-Tibrizy, ta’liq wa takhrij Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany.
19. Tahdziibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqa-lany, cet. Daarul Fikr.
20. Taqriibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqa-lany, cet. Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah.
21. Syu’abul Iman, oleh Imam al-Baihaqy.
22. Dha’if Jami’ush Shaghir, oleh Imam Muhammad Nashi-ruddin al-Albany.
23. Silsilatul Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah, oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany.
24. At-Tauhid, oleh Ibnu Khuzaimah.
25. Adh-Dhu’afa’, oleh Ibnu Hibban.
26. Asma’ wash Shifat, oleh Imam al-Baihaqy.
27. Al-Mu’jamul Ausath, oleh Imam ath-Thabrany.
28. Al-Mashnu’ fii Ma’rifatil haditsil Maudhu’, oleh Imam Ali al-Qari’, tahqiq: ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah, cet. Mu-assasah ar-Risalah, th. 1398 H.
29. Al-Maqashidul Hasanah fii Bayaan Katsir minal Ahaadits Musytahirah ‘alal Alsinah, oleh Syaikh Muhammad ‘Abdurrahman as-Sakhawy, tahqiq: Muhammad ‘Uts-man al-Khusyt, cet. Daarul Kitaab al-‘Araby, th. 1414 H.
30. Fat-hur Rabbany, oleh Syaikh Abdurrahman al-Banna.
31. Amalil Yaum wal Lailah, oleh Imam an-Nasa-i.
32. Shahih al-Adzkaar wa Dha’iifuhu, oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly.
33. Kitabul Adzkaar, oleh Imam an-Nawawy.
34. Irwaa-ul Ghaliil, oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany.
35. Shahih at-Tirmidzi bi Ikhtishaaris Sanad, oleh Imam Mu-hammad Nashiruddin al-Albany, cet. I-Maktabah at-Tarbiyah al-‘Arabi lid Duwal al-Khalij, th. 1409 H.
36. ‘Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abi Dawud, oleh Abu ath-Thayyib Syamsul Haq al-‘Azhim Abady, cet. Daarul Fikr, th. 1415 H.

[Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas dan di-edit oleh HAR)