Setiap Muslim diperintah
untuk membaca al-Qur-an, sebagaimana ayat pertama yang turun memerintahkan kita
untuk membaca: “ إِقْرَأْ(bacalah).”
Al-Qur-an yang terdiri dari
30 (tiga puluh) juz mulai Surah al-Fatihah sampai surat An-Naas jelas mempunyai keutamaan dan
kaum Muslimin berkewajiban mengamal-kannya.
Oleh karena itu, sangat
dianjurkan agar ummat Islam membaca al-Qur-an, dan kalau sanggup
mengkhatam-kannya seminggu sekali, atau sepuluh hari sekali, atau dua puluh
hari sekali, atau setiap bulan sekali dikhatamkan-nya. Berdasarkan sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اِقْرَأِ الْقُرْآنَ فِيْ كُلّ ِ شَهْرٍ، اِقْرَأْهُ فِيْ عِشْرِيْنَ
لَيْلَةً، اِقْرَأْهُ فِيْ
عَشْرٍ، اِقْرَأْهُ فِيْ سَبْعٍ، وَلاَ تَزِدْ عَلَى ذَلِكَ.
“Bacalah al-Qur-an (khatamkanlah) sebulan sekali, khatamkanlah al-Qur-an
setiap dua puluh hari sekali, khatamkanlah setiap sepuluh hari sekali, dan khatamkanlah
setiap seminggu sekali, jangan lebih dari itu.”
[HR. Al-Bukhari (no. 5053-5054), Muslim (no. 1159) (184)) dan Abu Dawud (no.
1388), dari ‘Abdullah bin ‘Amr. Lihat Shahih Jami’ush Shaghiir (no. 1158)].
Kebanyakan kaum Muslimin di
mana-mana sering kali membaca surat Yaasiin, seolah-olah anjuran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
membaca al-Qur-an dimaksudkan adalah surat Yaasiin, sepertinya al-Qur-an itu
isinya hanyalah surat Yaasiin saja, karena sering sekali kita mendengar kaum
Muslimin dan Muslimat membaca surat Yaasiin di rumah, di majlis-majlis talkin,
di masjid-masjid, di sekolah, di pondok-pondok dan bahkan sering pula kita
dengar dibacakan untuk orang yang sedang naza’ (akan mati) dan dibacakan di
pemakaman kaum Muslimin. Dari isi al-Qur-an yang terdiri dari 114 surat hanya surat
Yaasiin saja yang banyak dihafal oleh kaum Muslimin.
Kita sangat bergembira
dengan banyaknya orang yang hafal surat Yaasiin,
tetapi kita yakin tentunya ada beberapa faktor yang mendorong kaum Muslimin
menghafal surat
tersebut. Setelah kita periksa, ternyata memang ada faktor pendorongnya, iaitu
beberapa hadith yang menerangkan keutamaan (fadhilah) dan ganjaran bagi orang
yang membaca surat Yaasiin, tetapi hadith-hadith
yang menerangkan surat
Yaasiin adalah LEMAH SEMUANYA.
Saya akan sebutkan dan
jelaskan kelemahan hadith-hadith tersebut, supaya kaum Muslimin mengetahui
bahawa hadith-hadith tersebut tidak boleh dipakai hujjah, meskipun untuk
fadhaa-ilul a’maal.
Selanjutnya saya akan
jelaskan pula kelemahan hadith-hadith yang menganjurkan membacakan surat Yaasiin untuk orang
yang sedang naza’ (akan mati) maupun menganjurkan untuk orang yang sudah mati.
Yang perlu diingat dan
diperhatikan dari tulisan ini ialah, bahawa dengan membahas masalah ini bukan
berarti saya melarang (mengharamkan) baca surat
Yaasiin, akan tetapi saya ingin menjelaskan kesalahan orang-orang yang
menyandarkan dalil keutamaannya kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, sedang berdusta atas nama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah diharamkan dan diancam
masuk Neraka.
Selain itu pula, kita wajib
melihat apakah ada contoh Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang menerangkan bahawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Yaasiin setiap malam Jum’at, setiap mulai
atau menutup majlis talkin, ketika ada orang mati dan lain-lain?!
Mudah-mudahan dari
penjelasan dan keterangan ini bukan mematahkan semangat, tetapi malah sebagai
dorongan untuk membaca dan menghafal seluruh isi al-Qur-an dan berupaya untuk
mengamalkannya.
Hadith-Hadith Fadhilah
Yaasiin Yang Lemah Dan Palsu
HADITH PERTAMA
مَنْ قَرَأَ يَس فِيْ لَيْلَةٍ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ
“Barangsiapa yang membaca surat
Yaasiin dalam satu malam, maka ketika ia bangun pagi hari diampuni dosanya.”
Riwayat Ibnul Jauzi dalam al-Maudhu’at (I/247).
Keterangan: HADITH INI (مَوْضُوْعٌ) PALSU
Diriwayatkan dari Abu Hurairah,
Ibnul Jauzi berkata: Hadith ini dari semua jalannya adalah bathil, tidak ada
asalnya. Imam Daraquthni berkata: “MUHAMMAD BIN ZAKARIA yang ada dalam sanad
hadith ini adalah tukang memalsukan hadith.”
[Periksa: Al-Maudhuu’aat oleh Ibnul Jauzi
(I/246-247), Mizaanul I’tidal (III/549), Lisaanul Mizan (V/168), al-Fawaa-idul
Majmu’ah fii Ahaaditsil Maudhu’ah (hal. 268 no. 944)].
HADITH KEDUA
مَنْ قَرَأَ يَس فِيْ لَيْلَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ غُفِرَ لَهُ.
“Barangsiapa membaca surat Yaasiin pada malam hari karena keridhaan
Allah, niscaya Allah ampuni dosanya.”
Keterangan: HADITH INI (ضَعِيْفٌ) LEMAH
Diriwayatkan oleh
ath-Thabrani dalam kitabnya, al-Mu’jamul Ausaath, dan al-Mu’jamush Shaghiir
dari Abu Hurairah, tetapi di dalam sanadnya ada AGHLAB BIN TAMIIM. Kata Imam
al-Bukhari: “Ia munkarul hadits.” Kata Ibnu Ma’in: “Ia tidak ada apa-apanya
(tidak kuat).” [Periksa: Mizaanul
I’tidal (I/273-274) dan Lisanul Mizan (I/464-465)].
HADITH KETIGA
مَنْ قَرَأَ يَس فِيْ لَيْلَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ غُفِرَ لَهُ فِيْ
تِلْكَ اللَّيْلَةِ.
“Barangsiapa membaca surat Yaasiin pada malam hari karena mencari
keridhaan Allah, maka ia akan diampuni dosanya pada malam itu.”
Keterangan: HADITH INI (ضَعِيْفٌ) LEMAH
Hadith ini diriwayatkan
oleh Imam ad-Daarimi dari jalan Walid bin Syuja’, ayahku telah menceritakan
kepada saya, Ziyad bin Khaitsamah telah menceritakan kepada saya dari Muhammad
bin Juhadah dari al-Hasan dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu. [Sunan ad-Darimi (II/457)].
Hadith ini diriwayatkan
juga oleh al-Baihaqi, Abu Nua’im dan al-Khathib dari jalan al-Hasan, dari Abu
Hurairah.
Hadith ini MUNQATHI’,
karena dalam semua sanad-nya terdapat al-Hasan bin Abil Hasan al-Bashriy, ia
tidak mendengar dari Abu Hurairah.
Imam adz-Dzahabi berkata:
“Al-Hasan tidak mendengar dari Abu Hurairah, maka semua hadith-hadith yang ia
riwayatkan dari Abu Hurairah termasuk dari jumlah hadith-hadith munqathi’.”
Periksa: Mizaanul I’tidal
(I/527 no. 1968), al-Fawaa-idul Majmua’ah (hal. 269, no. 945), tahqiq Syaikh
‘Abdur-rahman al-Mu’allimy]
HADITH KEEMPAT
مَنْ دَاوَمَ عَلَى قِرَاءَةِ يَس فِي كُلِّ لَيْلَةٍ ثُمَّ مَاتَ، مَاتَ
شَهِيْدًا.
“Barangsiapa terus-menerus membaca surat
Yaasiin pada setiap malam kemudian ia mati, maka ia mati syahid.”
Keterangan: HADITS INI (مَوْضُوْعٌ) PALSU
Hadith ini diriwayatkan
oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jamush Shaghir dari Shahabat Anas radhiyallahu ‘anhu, tetapi di dalam
sanadnya ada Sa’id bin Musa al-Azdiy, ia seorang tukang dusta dan ia dituduh
oleh Ibnu Hibban sering memalsukan hadith. [Periksa: Tuhfatudz Dzakirin (hal. 340), Mizaanul I’tidal (II/159-160), Lisanul
Mizan (III/44-45)].
HADITH KELIMA
مَنْ قَرَأَ يَس فِيْ صَدْرِ النَّهَارِ قُضِيَتْ حَوَائِجُهُ.
“Barangsiapa membaca surat
Yaasiin pada permulaan siang (=di pagi hari), maka terpenuhi semua hajatnya
(=keperluannya).”
Keterangan: HADITS INI (ضَعِيْفٌ) LEMAH
Hadith ini diriwayatkan
oleh Imam ad-Darimi dari jalan al-Walid bin Syuja’, telah menceritakan kepadaku
Ziyad bin Khaitsamah, dari Muhammad bin Juhadah dari ‘ATHA’ BIN ABI RABAH, ia
berkata: “Telah sampai kepadaku bahawasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ...”
Hadith ini mursal, kerana
‘Atha’ bin Abi Rabah tidak bertemu dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ia lahir kurang lebih tahun 24
Hijriyah dan wafat tahun 114 H. [Periksa: Sunan ad-Darimi (II/457), Misykatul
Mashaabih (takhrij no. 2177), Mizaanul I’tidal (III/70) dan Taqribut Tahdzib
(II/22)]
HADITH KEENAM
مَنْ قَرَأَ يَس مَرَّةً فَكَأَنَّمَا قَرَأَ الْقُرْآنَ مَرَّتَيْنِ.
“Barangsiapa membaca surat
Yaasiin satu kali seolah-olah ia membaca al-Qur-an dua kali.” [HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman].
Keterangan: HADITH INI (مَوْضُوْعٌ) PALSU
Lihat Dha’if Jami’ush
Shaghir (no. 5789) dan Silsilatul Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah (no.
4636) oleh Syaikh al-Albany).
HADITH KETUJUH
مَنْ قَرَأَ يَس مَرَّةً فَكَأَنَّمَا قَرَأَ الْقُرْآنَ عَشْرَ مَرَّاتٍ.
“Barangsiapa membaca surat
Yaasiin satu kali seolah-olah ia membaca al-Qur-an sepuluh kali.” [HR. Al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman dari Abu Hurairah].
Keterangan: HADITH INI (مَوْضُوْعٌ) PALSU
Lihat Dha’iif Jami’ush
Shaghir (no. 5798) oleh Syaikh al-Albany.
HADITH KELAPAN
إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ قَلْبًا وَقَلْبُ الْقُرْآنِ يَس، وَمَنْ قَرَأَ يَس
كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِقِرَاءَتِهَا قِرَاءَةَ الْقُرْآنِ عَشْرَمَرَّاتٍ.
"Sesungguhnya tiap-tiap sesuatu mempunyai hati dan hati (inti)
al-Qur-an itu ialah surat
Yaasiin. Barangsiapa yang membacanya, maka Allah akan memberikan pahala bagi
bacaannya itu seperti pahala membaca al-Qur-an sepuluh kali.”
Keterangan: HADITH INI (مَوْضُوْعٌ) PALSU
Hadith ini diriwayatkan
oleh at-Tirmidzi (no. 2887) dan ad-Darimi (II/456), dari jalan Humaid bin
Abdur-rahman, dari al-Hasan bin Shalih dari Harun Abu Muhammad dari Muqatil bin
Hayyan (yang benar Muqatil bin Sulaiman) dari Qatadah dari Anas secara marfu’.
Dalam hadith ini terdapat
dua rawi yang LEMAH:
1. HARUN ABU MUHAMMAD
Majhul (tidak dikenal riwayat hidupnya).
Kata Imam adz-Dzahabi: “Aku menuduhnya majhul.”
Mizaanul I’tidal IV/288.
2. MUQATIL BIN HAYYAN.
Kata Ibnu Ma’in: “Dha’if.”
Kata Imam Ahmad bin Hanbal: “Aku tidak peduli ke-pada Muqatil bin Hayyan dan
Muqatil bin Sulaiman.”
Periksa: Mizaanul I’tidal IV/171-172.
Imam Ibnu Abi Hatim berkata dalam kitabnya, al-‘Ilal (II/55-56): “Aku pernah
bertanya kepada ayahku tentang hadith ini. Jawabnya: ‘Muqatil yang ada dalam
sanad hadith ini adalah Muqatil bin Sulaiman, aku mendapati hadith ini di awal
kitab yang disusun oleh MUQATIL BIN SULAIMAN. Dan ini adalah hadith BATIL,
TIDAK ADA ASALNYA.’”
Periksa: Silsilatul
Ahaadits adh-Dha’ifah (no. 169, hal. 312-313).
Imam adz-Dzahabi juga membenarkan bahawa Muqatil dalam hadith ini ialah MUQATIL
BIN SULAIMAN.
Periksa: Mizaanul I’tidal (IV/172).
Syaikh Muhammad Nashiruddin
al-Albany berkata: “Apabila sudah jelas bahawa Muqatil yang dimaksud adalah
Muqatil bin Sulaiman, sebagaimana yang sudah dinyatakan oleh Imam Abu Hatim dan
diakui oleh Imam adz-Dzahabi, maka hadith ini MAUDHU’ (PALSU).”
Periksa: Silsilatul
Ahaadits adh-Dha’ifah (no. 169, hal. 313-314.)
Kata Imam Waqi’: “Muqatil
bin Sulaiman adalah tukang dusta (kadzdzab).”
Kata Imam an-Nasa-i: “Muqatil bin Sulaiman sering dusta.”
Periksa: Mizaanul I’tidal (IV/173).
HADITH KESEMBILAN
مَنْ قَرَأَ يَس حِيْنَ يُصْبِحُ يُسِرَ يَوْمُهُ حَتَّى يُمْسِيَ، وَمَنْ
قَرَأَهَا فِيْ صَدْرِ لَيْلَةٍ أُعْطِيَ يُسْرَ لَيْلَتِهِ.
“Barangsiapa baca surat Yaasiin di pagi hari, maka akan dimudahkan urusan
hari itu sampai sore. Dan barang siapa membacanya di awal malam (sore hari),
maka akan diberi kemudahan urusan malam itu sampai pagi.”
Keterangan: HADITH INI (ضَعِيْفٌ) LEMAH
Hadith ini diriwayatkan
oleh Imam ad-Darimi (II/457) dari jalan Amr bin Zararah, telah menceritakan
kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Rasyid Abu Muhammad
al-Himani, dari Syahr bin Hau-syab, ia berkata: Ibnu Abbas telah berkata...
Dalam sanad hadith ini ada
Syahr bin Hausyab, kata Ibnu Hajar: “Ia banyak merumus hadith dan banyak
keliru.”
Periksa: Taqriib (I/423 no. 2841), Mizaanul I’tidal (II/283).
Syaikh Muhammad Nashiruddin
al-Albany berkata: “Syahr Bin Hausyab lemah dan tidak boleh dipakai sebagai
hujjah, kerana banyak salahnya.”
Periksa: Silsilatul Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah jilid I halaman 426.
Hadith ini juga mauquf (hanya sampai Shahabat saja).
HADITH KESEPULUH
مَنْ قَرَأَ يَس كُلَّ لَيْلَةٍ غُفِرَ لَهُ.
“Barangsiapa membaca surat Yaasiin setiap malam, niscaya diampuni
(dosa)nya.” [HR. Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman]
Keterangan: HADITH INI (ضَعِيْفٌ) LEMAH
Lihat Dha’if Jami’ush
Shaghir hadits no. 5788 dan Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah no.
4636.
HADITH KESEBELAS
إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَرَأَ طه ويَس قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ
آدَمَ بِأَلْفَيْ عَامٍ فَلَمَّا سَمِعَتِ الْمَلاَئِكَةُ الْقُرْآنَ قَالُوْا:
طُوْبَى ِلأُمَّةٍ يَنْزِلُ هَذَا عَلَيْهِمْ وَطُوْبَى ِلأَلْسُنٍ تَتَكَلَّمُ
بِهَذَا وَطُوْبَى ِلأَجْوَافٍ تَحْمِلُ هَذَا.
“Sesungguhnya Allah Ta’ala membaca surat
Thaaha dan Yaasiin 2000 (dua ribu) tahun sebelum diciptakan-nya Nabi Adam.
Tatkala para Malaikat mendengar al-Qur-an (yakni kedua surat
itu) seraya berkata: ‘Ber-bahagialah bagi ummat yang turun al-Qur-an atas
mereka, alangkah baiknya lidah-lidah yang berkata dengan ini (membacanya) dan
baiklah rongga-rongga yang membawanya (yakni menghafal kedua surat itu).
Keterangan: HADITS INI (مُنْكَرٌ) MUNKAR
Hadith ini diriwayatkan
oleh ad-Darimi (II/456), Ibnu Khuzaimah dalam kitab at-Tauhid (no. 328), Ibnu
Hibban dalam kitab adh-Dhu’afa (I/108), Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (no.
607), al-Baihaqy dalam al-Asma’ wash Shifat (I/365) dan ath-Thabrany dalam
al-Mu’jamul Ausath (no. 4873), dari jalan Ibrahim bin Muhajir bin Mismar, ia
ber-kata: “Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh bin Dzakwan dari Maula
al-Huraqah.” Kata Ibnu Khu-zaimah: “Namanya Abdur Rahman bin Ya’qub bin al-‘Ala’ bin Abdur Rahman dari Abu Hurairah, ia
berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam...”
Matan hadith ini maudhu’
(palsu). Kata Ibnu Hibban: “Matan hadith ini palsu dan sanadnya sangat lemah,
ka-rena ada dua rawi lemah:
1. Ibrahim bin Muhajir bin Mismar.
Kata Imam al-Bukhari: “Ia munkarul hadith.”
Kata Imam an-Nasa-i: “Ia perawi lemah.”
Kata Ibnu Hibban: “Ia sangat munkar hadithnya.”
Kata Ibnu Hajar: “Ia perawi lemah.”
Periksa: Mizaanul I’tidal (I/67), Taqribut Tahdzib (I/67 no. 255).
2. ‘Umar bin Hafsh bin Dzakwan.
Kata Imam Ahmad: “Kami tinggalkan hadithnya dan kami bakar.”
Kata Imam ‘Ali Ibnul Madini: “Ia seorang rawi yang tidak tsiqah.”
Kata Imam an-Nasa-i: “Ia rawi matruk.”
Periksa: Mizaanul I’tidal (III/189). Lihat Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal
Maudhu’ah (no. 1248).
Al-Hafizh Ibnu Katsir
berkata: “Hadith ini gharib dan munkar, kerana Ibrahim bin Muhajir dan
Syaikhnya (iaitu, ‘Umar bin Hafsh) diperbincangkan (oleh para ulama hadith).”
Lihat Tafsiir Ibni Katsir
(III/156), cet. Daarus Salam, th. 1413 H.
HADITH KEDUA BELAS
مَنْ سَمِعَ سُوْرَةَ يَس عَدَلَتْ لَهُ عِشْرِيْنَ دِيْنَارًا فِيْ
سَبِيْلِ اللَّهِ وَمَنْ قَرَأَهَا عَدَلَتْ لَهُ عِشْرِيْنَ حَجَّةً وَمَنْ
كَتَبَهَا وَشَرِبَهَا أَدْخَلَتْ جَوْفَهُ أَلْفَ يَقِيْنٍ وَأَلْفَ نُوْرٍ
وَأَلْفَ بَرَكَةٍ وَأَلْفَ رَحْمَةٍ وَأَلْفَ رِزْقٍ وَنَـزَعَتْ مِنْهُ كُلَّ
غِلٍّ وَدَاءٍ .
"Barangsiapa mendengar bacaan surat Yaasiin, ia akan diberi ganjaran 20
Dinar pada jalan Allah. Dan barang siapa yang membacanya diberi ganjaran
ke-padanya laksana ganjaran 20 kali melakukan ibadah Haji. dan barang siapa
yang menuliskannya kemu-dian ia meminum airnya maka akan dimasukkan ke dalam
rongga dadanya seribu keyakinan, seribu cahaya, seribu berkah, seribu rahmat,
seribu rizki, dan dicabut (dihilangkan) segala macam kesulitan dan penyakit.”
Keterangan: HADITS INI (مَوْضُوْعٌ) PALSU
Hadith ini diriwayatkan
oleh al-Khatib dari ‘Ali, lalu ia berkata: “Hadith ini palsu.”
Ibnu ‘Adiy berkata: “Dalam sanadnya ada rawi yang tertuduh memalsukan hadith, iaitu
Ahmad bin Harun.”
Mizaanul I’tidal (I/162).
Dalam sanad hadith ini
terdapat Isma’il bin Yahya al-Baghdadi. Shalih bin Muhammad Jazarah berkata:
“Ia (Isma’il) sering memalsukan hadith.” Imam Daraquthni berkata: “Ia seorang
tukang dusta dan matruk.” Imam al-Azdiy berkata: “Ia salah seorang tukang
dusta, dan tidak halal meriwayatkan daripadanya.”
Periksa: Al-Maudhu’at oleh
Ibnul Jauzi (I/246-247) dan Mizaanul I’tidal (I/253-254).
HADITH KETIGA BELAS
يَس لِمَا قُرِأَتْ لَهُ.
“Surat
Yaasiin itu boleh memberi manfaat bagi sesuatu tujuan yang dibacakan untuknya.”
Keterangan: HADITH INI (لاَ أَصْلَ لَهُ) TIDAK ADA ASALNYA
Periksa: Al-Mashnu’ fii
Ma’rifatil Haditsil Maudhu’, oleh ‘Ali al-Qari’ (no. 414 hal. 215-216), ta’liq:
Abdul Fattah Abu Ghuddah.
Kata Imam as-Sakhawi: “Hadits ini tidak ada asalnya.”
Periksa: Al-Maqaashidul Hasanah (no. 1342).
HADITH KEEMPAT BELAS
يَس قَلْبُ الْقُرْآنِ لاَيَقْرَأُهَا رَجُلٌ يُرِيْدُ اللَّهَ وَالدَّارَ
اْلآخِرَةَ إِلاَّ غُفِرَ لَهُ وَاقْرَؤُوْهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ
Surat Yaasiin itu hatinya
al-Qur-an, tidaklah seseorang membacanya kerana mengharapkan kereadhaan Allah
dan negeri akhirat (Surga-Nya), melainkan akan di-ampuni dosanya. Oleh karena
itu, bacakanlah surat
Yaasiin itu untuk orang-orang yang akan mati di antara kalian.”
Keterangan: HADITH INI (ضَعِيْفٌ) LEMAH
Hadith ini diriwayatkan
oleh Ahmad (V/26) dan an-Nasa-i dalam kitab Amalul Yaum wal Lailah (no. 1083)
dari jalan Mu’tamir, dari ayahnya, dari seseorang, dari AYAH-NYA, dari Ma’qil
bin Yasar, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ....”
Dalam hadith ini ada tiga
orang yang majhul (tidak di-ketahui namanya dan keadaannya). Jadi, hadith ini
lemah dan tidak boleh dipakai.
Periksa: Fat-hur Rabbani (VII/63).
HADITH KELIMA BELAS
اِقْرَأُوْا يَس عَلَى مَوْتَاكُمْ.
“Bacakan surat
Yaasiin kepada orang yang akan mati di antara kalian.”
Keterangan: HADITH INI (ضَعِيْفٌ) LEMAH
Hadith ini diriwayatkan
oleh Ahmad (V/26-27), Abu Dawud (no. 3121), Ibnu Abi Syaibah, an-Nasa-i dalam
Amalil Yaum wal Lailah (no. 1082), Ibnu Majah (no. 1448), al-Hakim (I/565),
al-Baihaqi (III/383) dan ath-Thayalisi (no. 973), dari jalan Sulaiman at-Taimi,
dari ABU UTSMAN (bukan an-Nahdi), dari AYAHNYA dari Ma’qil bin Yasar, ia
berkata: “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ...”
Hadith ini LEMAH, karena
ada tiga sebab yang men-jadikan hadits ini lemah:
1. ABU ‘UTSMAN seorang rawi
majhul.
2. AYAHNYA juga majhul.
3. Hadith ini mudhtarib (goncang) sanadnya.
Penjelasan Para Imam Ahli Hadith Tentang Hadith Ini
1. Tentang ABU UTSMAN
- Kata Imam adz-Dzahabi: “Abu ‘Utsman rawi yang tidak dikenal (majhul).”
- Ali Ibnul Madini: “Tidak
ada yang meriwayatkan dari Abu Utsman melainkan Sulaiman at-Taimi.”
- Kata Ibnul Mundzir: “Abu
Utsman dan bapaknya bukan orang yang masyhur (tidak dikenal).”
Lihat ‘Aunul Ma’bud (VIII/390).
- Kata Imam Ibnul Qaththan:
“Hadith ini ada ‘illat (penyakit)-nya, serta hadith ini MUDHTHORIB (goncang)
dan Abu ‘Utsman majhul.”
- Kata Abu Bakar Ibnul ‘Arabi
dan ad-Daraquthni: “Hadith dha’if isnadnya dan majhul, dan tidak ada satupun
hadith yang shahih dalam bab ini (yakni dalam bab membacakan Yaasiin untuk
orang yang akan mati).”
Periksa: Talkhisul Habir ma’asy Syarhil Muhadzdzab (V/110), Fat-hur Rabbani
(VII/63) Irwaa-ul Ghaliil (III/151).
Maksud Ibnul Madini ialah: Bahawa Abu ‘Utsman ini majhul.
Periksa: Mizaanul I’tidaal (IV/550), Tahdziibut Tahdziib (XII/182) dan Irwaa-ul
Ghaliil fii Takhriji Ahaadits Manaris Sabil (III/151, no. 688).
-Kata Imam an-Nawawi:
“Isnad hadith ini dha’if, di dalamnya ada dua orang yang majhul (Abu ‘Utsman
dan bapaknya).”
Lihat al-Adzkaar (hal. 122).
2.Tentang bapaknya Abu Utsman.
Ia ini rawi yang mubham
(seorang rawi yang tidak diketahui namanya). Ia dikatakan majhul oleh para
ulama Ahli Hadith, kerana selain tidak diketahui namanya juga tidak diketahui
tentang biografinya.
3. Hadith ini MUDHTARIB.
Perkara ini kerana di sebahagian
riwayat disebutkan: Dari Abu Utsman, dari ayahnya, dari Ma’qil bin Yasar. Sedangkan
riwayat lain menyebutkan dari Abu Utsman dari Ma’qil tanpa menyebut dari
ayahnya.
Kesimpulan: Hadith ini lemah dan tidak boleh dipakai hujjah.
HADITH KEENAM BELAS
Imam Ahmad meriwayatkan
dalam Musnad-nya (IV/ 105) dari jalan Shafwan. Ia (Shafwan) berkata:
حَدَّثَنِي الْمَشْيَخَةُ
أَنَّهُمْ حَضَرُوْا غُضَيْفَ بْنَ الْحَارِثِ الثُّمَالِيَّ حِينَ اشْتَدَّ
سَوْقُهُ فَقَالَ هَلْ مِنْكُمْ أَحَدٌ يَقْرَأُ يس قَالَ فَقَرَأَهَا صَالِحُ
بْنُ شُرَيْحٍ السَّكُونِيُّ فَلَمَّا بَلَغَ أَرْبَعِينَ مِنْهَا قُبِضَ قَالَ:
فَكَانَ الْمَشْيَخَةُ يَقُولُونَ إِذَا قُرِئَتْ عِنْدَ الْمَيِّتِ خُفِّفَ
عَنْهُ بِهَا، قَالَ صَفْوَانُ: وَقَرَأَهَا عِيسَى بْنُ الْمُعْتَمِرِ عِنْدَ
ابْنِ مَعْبَدٍ.
“Telah berkata kepadaku beberapa Syaikh bahwa-sanya mereka hadir ketika
Ghadhief bin Harits me-ngalami naza’ (sakaratil maut), seraya berkata: ‘Siapakah
dari antara kamu yang dapat membacakan surat
Yaasiin?’ Lalu Sholeh bin Syuraih as-Sakuni membacakannya. Maka, ketika sampai
pada ayat ke-40, ia (Ghadhief) wafat. Shafwan berkata: Para Syaikh berkata:
‘Bila dibacakan surat
Yaasiin di sisi orang yang mau meninggal, nescaya diringankan bagi si mayyit
(keluarnya ruh) dengan sebab bacaan itu.’ Kata Shafwan: ‘Kemudian ‘Isa bin
Mu’tamir memba-cakan surat
Yaasiin di sisi Ibnu Ma’bad.’”[HR. Ahmad (IV/105)].
Keterangan: RIWAYAT INI (مَقْطُوْعٌ) MAQTHU’
Yakni riwayat ini hanya
sampai kepada tabi’in, tidak sampai kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan riwayat maqthu’ tidak
boleh dijadikan hujjah. Apalagi riwayat ini juga LEMAH, kerana beberapa Syaikh
yang disebutkan itu MAJHUL, tidak diketahui nama dan keadaan diri mereka
masing-masing. Jadi, riwayat ini LEMAH DAN TIDAK BOLEH DIPAKAI.
Lihat Irwaa-ul Ghalil
(III/151-152).
HADITS KETUJUH BELAS
مَا مِنْ مَيِّتٍ فَيُقْرَأُ عِنْدَهُ يَس إِلاَّ هَوَّنَ اللَّهُ عَلَيْهِ.
“Tidak ada seorang pun yang akan mati, lalu dibaca-kan surat Yaasiin, di sisinya (yaitu ketika ia
sedang naza’) melainkan Allah akan mudahkan (kematian) atasnya.”
Keterangan: HADITH INI (مَوْضُوْعٌ) PALSU
Hadith ini diriwayatkan
oleh Abu Nu’aim dalam kitab Akhbaru Ahsbahan (I/188) dari jalan MARWAN BIN
SALIM ALJAZARY dari Shafwan bin ‘Amr dari Syuraih dari Abu Darda secara marfu’.
Dalam sanad hadith ini ada
seorang rawi yang sering memalsukan hadith, iaitu MARWAN BIN SALIM AL-JAZARY.
Kata Imam Ahmad dan an-Nasa-i:
“Ia tidak boleh di-percaya.”
Kata Imam al-Bukhari, Muslim, dan Abu Hatim: “Ia munkarul hadith.”
Kata Abu Arubah al-Harrani: “Ia sering memalsukan hadith.”
Periksa: Mizaanul I’tidal
(IV/90-91). Lihat juga Irwaa-ul Ghalil (III/152).
Penjelasan Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah Tentang Fadhilah-Fadhilah Surat
Al-‘Allamah Ibnul Qayyim
(wafat th. 751 H) berkata: “(Riwayat-riwayat) yang menyebutkan tentang
keutamaan-keutamaan (fadhaa-il) surat-surat dan ganjaran bagi orang yang
membaca surat ini akan mendapat pahala begini dan begitu dari awal al-Qur-an
sampai akhir sebagaimana yang disebutkan oleh Tsa’labi dan Wahidi pada awal
tiap-tiap surat dan Zamakhsyari pada akhir surat, semuanya ini kata ‘Abdullah
bin Mubarak: ‘Semua hadith yang mengatakan: ‘Barang siapa yang membaca surat
ini akan diberikan ganjaran begini dan begitu.... SEMUA HADITH TENTANG ITU
ADALAH PALSU. Mereka (para pemalsu hadith) mengatasnamakan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. ‘Sesungguhnya
orang-orang yang membuat hadith-hadith itu telah mengakui mereka
memalsukannya.’”
Mereka berkata: “Tujuan
kami membuat hadith-hadith palsu agar manusia sibuk dengan (membaca al-Qur-an)
dan menjauhkan (kitab-kitab) selain al-Qur-an.” Mereka (para pemalsu hadith)
adalah orang-orang yang sangat bodoh!!! Apakah mereka tidak tahu hadith:
مَنْ يَقُلْ عَلَيَّ مَالَمْ أَقُلْ، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ
النَّارِ.
“Barangsiapa yang berkata apa yang aku tidak katakan, maka hendaklah ia
mengambil tempat duduknya dari Neraka.”
[Hadith mutawatir.]
Periksa: Al-Manarul Muniif
fis Shahih wadh Dhai’if hal. 113-115, tahqiq: Abdul Fattah Abu Ghuddah.
KHATIMAH
Hadith-hadith tentang
fadhilah surat
Yaasiin adalah LEMAH dan PALSU, sebagaimana yang sudah saya terangkan di atas.
Oleh kerana itu hadith-hadith tersebut tidak boleh dipakai hujjah untuk
menyatakan keutamaan surat ini dari surat-surat
yang lain dan tidak boleh pula untuk menetapkan ganjaran atau penghapusan dosa
bagi yang membaca surat
ini. Tentang masalah mendapat ganjaran bagi orang yang membaca al-Qur-an memang
ada, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ،
وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لاَ أَقُوْلُ: آلم حَرْفٌ؛ وَلَكِنْ: آلِفٌ
حَرْفٌ، وَلاَمٌ حَرْفٌ، ومِيْمٌ حَرْفٌ.
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari al-Qur-an, akan mendapatkan
suatu kebaikan. Sedang satu keba-ikan akan dilipatkan sepuluh kali lipat. Aku
tidak berkata, Alif laam miim, satu huruf. akan tetapi alif satu huruf, laam
satu huruf dan miim satu huruf.
[HR. At-Tirmidzi (no.
2910). Lihat pula Shahih at-Tirmidzi (III/9) dan Shahih al-Jaami’ush Shaghir
(no. 6469), dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu].
Sesudah kita membaca, kita
diperintah untuk memahami isi al-Qur-an. Kerana Allah memerintahkan untuk mentaburkan
dan mengamalkan isi al-Qur-an.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَفَلاَ
يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ
فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً
"Patutkah mereka (bersikap
demikian), tidak mahu memikirkan isi Al-Quran? Kalaulah Al-Quran itu
(datangnya) bukan dari sisi Allah, nescaya mereka akan dapati perselisihan yang
banyak di dalamnya.” [An-Nisaa’: 82]
أَفَلَا
يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Setelah diterangkan yang demikian) maka adakah
mereka sengaja tidak berusaha memahami serta memikirkan isi Al-Quran? Atau
telah ada di atas hati mereka kunci penutup (yang menghalangnya daripada
menerima ajaran Al-Quran”? (QS. Muhammad: 24)
MARAJI’
1.
Tafsir Ibni Katsir, cet. Daarus Salaam, th. 1413 H.
2. Shahih al-Bukhari.
3. Shahih Muslim.
4. Sunan ad-Darimi.
5. Sunan at-Tirmidzy.
6. Sunan Abi Dawud.
7. Sunan Ibni Majah.
8. Musnad Imam Ahmad, cet. Daarul Fikr, th. 1398 H.
9. Mushannaf Ibni Abi Syaibah.
10. Musnad Abi Dawud ath-Thayalisy, cet. Daar Hajr, tahun 1419 H.
11. Kitaabus Sunnah libni ‘Ashim, oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany, th.
1413 H.
12. Shahih Jami’ush Shaghiir, oleh Imam Muhammad Na-shiruddin al-Albany.
13. Al-Maudhu’atul Kubra’, oleh Imam Ibnul Jauzy, cet. Daarul Fikr, th. 1403 H.
14. Al-Fawa-idul Majmu’ah fii Ahaaditsil Maudhu’ah, oleh Imam asy-Syaukany,
tahqiq: Syaikh ‘Abdurrahman al-Mu’allimy, cet. Al-Maktab al-Islamy, th. 1407 H.
15. Mizanul I’tidal, oleh Imam adz-Dzahaby, tahqiq: ‘Ali Muhammad al-Bajaawy,
cet. Daarul Fikr, th. 1403 H.
16. Lisanul Mizan, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany.
17. Tuhfatudz Dzaakiriin Syarah Imam asy-Syaukany, cet. Daarul Fikr.
18. Misykatul Mashaabih, oleh Imam at-Tibrizy, ta’liq wa takhrij Imam Muhammad
Nashiruddin al-Albany.
19. Tahdziibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqa-lany, cet. Daarul
Fikr.
20. Taqriibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqa-lany, cet. Daarul
Kutub al-‘Ilmiyyah.
21. Syu’abul Iman, oleh Imam al-Baihaqy.
22. Dha’if Jami’ush Shaghir, oleh Imam Muhammad Nashi-ruddin al-Albany.
23. Silsilatul Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah, oleh Imam Muhammad
Nashiruddin al-Albany.
24. At-Tauhid, oleh Ibnu Khuzaimah.
25. Adh-Dhu’afa’, oleh Ibnu Hibban.
26. Asma’ wash Shifat, oleh Imam al-Baihaqy.
27. Al-Mu’jamul Ausath, oleh Imam ath-Thabrany.
28. Al-Mashnu’ fii Ma’rifatil haditsil Maudhu’, oleh Imam Ali al-Qari’, tahqiq:
‘Abdul Fattah Abu Ghuddah, cet. Mu-assasah ar-Risalah, th. 1398 H.
29. Al-Maqashidul Hasanah fii Bayaan Katsir minal Ahaadits Musytahirah ‘alal
Alsinah, oleh Syaikh Muhammad ‘Abdurrahman as-Sakhawy, tahqiq: Muhammad ‘Uts-man
al-Khusyt, cet. Daarul Kitaab al-‘Araby, th. 1414 H.
30. Fat-hur Rabbany, oleh Syaikh Abdurrahman al-Banna.
31. Amalil Yaum wal Lailah, oleh Imam an-Nasa-i.
32. Shahih al-Adzkaar wa Dha’iifuhu, oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly.
33. Kitabul Adzkaar, oleh Imam an-Nawawy.
34. Irwaa-ul Ghaliil, oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany.
35. Shahih at-Tirmidzi bi Ikhtishaaris Sanad, oleh Imam Mu-hammad Nashiruddin
al-Albany, cet. I-Maktabah at-Tarbiyah al-‘Arabi lid Duwal al-Khalij, th. 1409
H.
36. ‘Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abi Dawud, oleh Abu ath-Thayyib Syamsul Haq
al-‘Azhim Abady, cet. Daarul Fikr, th. 1415 H.
[Disalin
dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas dan di-edit
oleh HAR)