DEMI MASA…
DEMI MASA!!! Sesungguhnya manusia
itu benar-benar dalam Kerugian..! Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal soleh.
Surat Al ‘Ashr ialah salah satu
surat yang ada di dalam Al Qur’an yang sudah banyak dihafalkan oleh berbagai
kaum Muslim kerana ayat-ayatnya itu ringkas, dan juga mudah untuk dihafalkan.
Tetapi malangnya, makna yang tersirat di dalamnya sangat
sedikit daripada mereka yang boleh mendapatkan makna dan memahami dengan baik.
Walaupun surat tersebut dimasukkan dalam
surat pendek, ternyata ia mempunyai makna yang terkandung sangat mendalam.
Mengungkapkan pendapat Imam Asy Syafi’i rahimahullah:
لَوْ
تَدَبَّرَ النَّاسُ هَذِهِ السُّوْرَةَ لَوَسَعَتْهُمْ
“Seandainya setiap manusia merenungkan surah ini, niscaya
hal itu akan mencukupi untuk mereka”. (Tafsir Ibnu Katsir 8/499)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surah Al-Asr:
بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ
إِلَّا
الَّذينَ آمَنوا وَعَمِلُوا الصّالِحاتِ وَتَواصَوا بِالحَقِّ وَتَواصَوا
بِالصَّبرِ . إِنَّ
الإِنسانَ لَفي خُسرٍ . وَالعَصرِ
Dengan
nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani.
“Demi Masa! Sesungguhnya manusia
itu dalam kerugian - Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh, dan
mereka pula berpesan-pesan dengan kebenaran serta berpesan-pesan dengan sabar”.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al
‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Maksud perkataan Iman Syafi’I adalah Surah ini
telah cukup bagi manusia untuk mendorong mereka agar memegang teguh agama Allah
Subhanahu wa Ta’ala dengan beriman, beramal soleh, berdakwah dijalan Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan bersabar atas semua itu. Beliau tidak bermaksud bahawa
manusia cukup merenungkan surah ini tanpa mengamalkan seluruh syari’at.
Di dalam surat di atas Allah subhanahu wa ta'ala
menjelaskan bahawa semua manusia benar-benar berada dalam kerugian.
Kerugian yang disebut dalam ayat ini boleh menjadi
mutlak, yang bermaksud bahawa seseorang dalam kerugian didunia dan di akhirat,
tidak mendapat nikmat dan berhak untuk dimasukkan ke dalam neraka.
Oleh itu, dalam surah ini Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyatakan bahawa kerugian tertentu akan dialami oleh manusia kecuali mereka
yang memiliki empat kriteria dalam surah Al-Asr iaitu: 1. Beriman 2. Beramal soleh 3. Saling menasihati agar menegakkan
kebenaran (berdakwah). 4. Saling nasihat
menasihati agar selalu bersabar dalam segala rintangan.
URAIAN DARI 4 KRITERIA – ORANG-ORANG YANG TIDAK
MERUGIKAN
1. KRITERIA PERTAMA: IMAN YANG
DILANDASI DENGAN ILMU
Beriman kepada
Allah. Akan tetapi, keimanan ini tidak akan terwujud tanpa ilmu, karena
keimanan merupakan cabang dari ilmu dan keimanan tersebut tidak akan sempurna
jika tanpa ilmu.
Yang dimaksud
dengan ilmu di sini adalah ilmu agama. Seorang muslim wajib (fardhu ‘ain) untuk
mempelajari setiap ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan agamanya, saperti
pokok-pokok keimanan dan syari’at-syari’at Islam, ilmu tentang hal-hal
yang wajib dia jauhi berupa hal-hal yang diharamkan, apa yang dia diperlukan
dalam mu’amalah, dan lain sebagainya.
طَلَبُ
الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلىَ كُلِّ مَسْلَمٍ
”Menuntut ilmu wajib bagi setiap
muslim.” (HR. Ibnu Majah nomor 224- sanad shahih).
Sedangkan Imam Ahmad rahimahullah pun
Berkata,
يَجِبُ
أَنْ يَطْلَبَ مِنَ الْعِلْمِ مَا يَقُوْمُ بِهِ دِيْنَهُ
"Seorang wajib menuntut ilmu
yang dapat membuat dirinya mampu menegakan agama" (Al-Furu' li Ibni
Muflih, 1/525. Dikutip dari Hushuulul Ma'mul, hal. 12)
Setelah menuntut
ilmu, seseorang dituntut untuk mengamalkan ilmu tersebut. Yang berkaitan dengan
akidah, ibadah, muamalah dan sebagainya. Semua itu maksudnya, dia dapat
mengubah ilmu yang telah dipelajarinya tersebut menjadi suatu perilaku yang
nyata dan tercermin dalam pemikiran dan amalnya. Ibnu Mas’ud berkata,”Belajarlah ilmu. Apabila sudah tahu, maka amalkanlah”.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ما
كُنتَ تَدري مَا الكِتابُ وَلَا الإيمانُ وَلٰكِن جَعَلناهُ نورًا نَهدي بِهِ مَن
نَشاءُ مِن عِبادِنا
Kami beri
petunjuk dengannya sesiapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan
sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) adalah memberi petunjuk dengan Al-Quran
itu ke jalan yang lurus, (Surah Asy-Syuura: 51)
2.
KRITERIA KEDUA: MENGAMALKAN ILMU
Menuntut ilmu dan berniat mengamalkannya, agar ilmu yang
diperolehinya membuat perubahan perilaku nyata yang tercermin dalam pemikiran
dan perbuatannya itulah amal soleh yang hakiki.
Dengan indahnya seorang soleh Fudhail bun Iyadh rahimahullah
berkata:
لاَ
يَزَالُ الْعَالِمُ جَاهِلاً حَتىَّ يَعْمَلَ بِعِلْمِهِ فَإِذَا عَمِلَ بِهِ
صَارَ عَالِمًا
“Seseorang
yang berilmu akan tetap menjadi orang bodoh sampai dia dapat mengamalkan
ilmunya. Apabila dia mengamalkannya, barulah dia menjadi seorang alim”.
Perkataanya mengandung makna yang
dalam, bahawa dengan memiliki ilmu tetapi tidak mengamalkan-nya, hakikatnya
seseorang itu masih bodoh. Dan ini masih tergolong dalam kelompok orang yang
merugikan.
Ini sesuai pula dengan sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam:
لاَ
تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتىَّ يَسْأَلَ عَنْ عِلْمِهِ مَا
فَعَلَ بِهِ
”Seorang hamba tidak akan beranjak
dari tempatnya pada hari kiamat nanti hingga dia ditanya tentang ilmunya, apa
saja yang telah ia amalkan dari ilmu tersebut.”
(HR. Ad Darimi nomor 537 dengan sanad shahih).
Semua orang yang belajar ilmu
syar’i dengan tujuan bukan untuk mengamalkannya, tidak akan mendapat berkah dan
pahala ilmu yang sangat agung.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan
kita dari tidak mengamalkan ilmu dengan sabdanya:
مثل
الذي يعلم الناس الخير وينسى نفسه كمثل السراج يضيء للناس ويحرق نفسه
”Perumpamaan
orang yang mengajari orang lain kebaikan, tetapi melupakan dirinya (tidak
mengamalkannya), bagaikan lilin yang menerangi manusia sementara dirinya
sendiri terbakar” (Hadith Riwayat: Thabrani. Dihasankan oleh Al-Albani).
Ilmu itu sangat
berkaitan dengan amal karena amal adalah buah dari ilmu. Oleh karena itu,
ilmu tanpa disertai amal bagaikan pohon yang tidak berbuah. Pohon tersebut
tidak ada manfaatnya. Tujuan menuntut ilmu adalah untuk diamalkan. Sebaliknya,
orang yang beramal tanpa didasari ilmu, dia justru akan tersesat dan amalnya
akan sia-sia.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ
عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا، فَهْوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengerjakan suatu amal yang tidak ada tuntunannya dari
kami, amal tersebut tertolak.” (Hadith Riwayat:. Bukhari dan
Muslim)
Surat Al-Fatihah yang senantiasa
kita baca,
اهْدِنَا
الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6)
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا
الضَّالِّينَ (7
“Tunjukilah
kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat
kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka
yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 6-7).
Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala
menyebut orang-orang yang beramal tanpa ilmu sebagai orang yang sesat. Adapun
orang-orang yang berilmu, tetapi tidak mau beramal, itulah orang-orang yang
dimurkai. Ini adalah dua hal yang harus kita camkan dengan baik.
3.
KRITERIA KETIGA: BERDAKWAH MENGAJAK MANUSIA KEPADA ALLAH
DAKWAH bermaksud tuntutan dan seruan. Berdakwah kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala bermaksud menyeru manusia kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan menuntut (mengajak) mereka supaya beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan mengikut syariat-Nya. Ketika seseorang telah mengetahui agamanya dengan
baik, hendaklah dia kemudian berusaha mengajak saudara-saudaranya dan
menyebarkan kebaikan. Semua Rasul merupakan para pendakwah menurut pengertian
diatas.
Firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala kepada nabi-Nya
Muhammad SAW:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلنَّبِيُّ إِنَّآ أَرۡسَلۡنَٰكَ شَٰهِدٗا وَمُبَشِّرٗا وَنَذِيرٗا ٤٥ وَدَاعِيًا
إِلَى ٱللَّهِ بِإِذۡنِهِۦ وَسِرَاجٗا مُّنِيرٗا
Wahai nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi
(terhadap umatmu) dan pembawa berita gembira (kepada orang yang beriman) serta
pemberi amaran (kepada orang yang ingkar). Dan juga sebagai penyeru (umat
manusia seluruhnya) kepada agama Allah dengan taufiq yang diberi-Nya dan
sebagai lampu yang menerangi.
(Surah Al-Ahzab:45-46)
Ini merupakan
satu kemuliaan yang besar bagi seorang muslim agar ia melaksanakan tugas para
anbiya dalam menyampaikan seruan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada manusia dan
memperkenalkan mereka akan jalan kebaikan dan petunjuk.
Allah Subhanahu
telah memerintahkan orang yang beriman agar berdakwah dengan firman-Nya:
قُلْ
هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي
وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah
(wahai Muhammad): "Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang menurutku,
menyeru manusia umumnya kepada agama Allah dengan berdasarkan keterangan dan
bukti yang jelas nyata. Dan aku menegaskan: Maha suci Allah (dari segala
iktiqad dan perbuatan syirik); dan bukanlah aku dari golongan yang
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain." (Surah Yusof: 108)
كُنتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ
خَيْراً لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Kamu
(wahai umat Muhammad) adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan bagi (faedah)
umat manusia, (kerana) kamu menyuruh berbuat segala perkara yang baik dan
melarang daripada segala perkara yang salah (buruk dan keji), serta kamu pula
beriman kepada Allah (dengan sebenar-benar iman). Dan kalaulah Ahli Kitab
(Yahudi dan Nasrani) itu beriman (sebagaimana yang semestinya), tentulah (iman)
itu menjadi baik bagi mereka. (Tetapi) di antara mereka ada yang beriman dan
kebanyakan mereka: orang-orang yang fasik. (Surah A-li'Imraan:110)
Firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala lagi dalam Surah Al-‘Ashr:
وَٱلۡعَصۡرِ
١ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡرٍ ٢ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ
ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ ٣
“Demi
masa. Sesungguhnya manusia itu dalam kerugian, kecuali orang yang beriman dan
beramal soleh serta mereka berpesan-pesan sesama mereka dengan kebenaran dan
berpesan-pesan sesama mereka dengan kesabaran.”
Sebagaimana juga
junjungan besar kita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah menyuruh
orang yang beriman dengan sabda baginda:
ألَا
فلْيُبلِّغِ الشاهدُ مِنكم الغائب
“Ingatlah
kamu semua, bahawa hendaklah sesiapa di kalangan kamu yang hadir dalam majlis
ini menyampaikan pula ilmu yang diterimanya kepada sesiapa yang tidak
hadir”. (Hadith Riwayat: Imam Bukhari dan Muslim)
Baginda
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda lagi:
بَلِّغُوا
عنِّي ولو آية
“Sampaikan
ilmu daripadaku walaupun hanya satu ayat”.
(Hadith Riwayat: Imam Bukhari)
Ketika seseorang
telah mengetahui agamanya dengan baik, hendaklah dia kemudian berusaha mengajak
saudara-saudaranya dan menyebarkan kebaikan.
Dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu , bahawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ
أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ
دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ ، كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ
تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
"Barangsiapa mengajak kepada petunjuk, maka ia
memperoleh pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa
mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa mengajak kepada kesesatan,
maka ia mendapatkan dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi
dosa mereka sedikitpun" (Hadith Riwayat: Muslim).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa orang yang mengajak kepada petunjuk dengan
dakwahnya, ia mendapat ganjaran seperti ganjaran orang yang mendapat petunjuk
tersebut. Dan orang yang menyebabkan kesesatan dengan seruannya, ia akan
mendapat dosa seperti dosa orang yang ia sesatkan tersebut. Karena orang yang
pertama telah mencurahkan kemampuannya untuk memberikan petunjuk kepada
manusia, dan orang kedua mencurahkan tenaganya untuk menyesatkan manusia. Maka
masing-masing dari keduanya berkedudukan seperti orang yang melakukan perbuatan
tersebut.
Berdakwah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah satu
tuntutan kerana ia merupakan satu proses ta’lim (pengajaran) dan tarbiah
(pendidikan dan pembentukan). Di atas pelaksanaan tuntutan inilah maka akan
tertegaknya asas-asas kebahagiaan dunia dan akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah memerintahkan nabi-Nya untuk melaksanakan tugas ini. Kesimpulannya tugas berdakwah
merupakan satu kefardhuan syar’ie dan dan keperluan dharuri bagi manusia.
Banyak dalil daripada al-Quran dan hadith tentang kefardhuan melaksanakan
dakwah.
Antaranya adalah firman Allah SWT:
ٱدۡعُ
إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم
بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ
وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ
“Serulah ke jalan Tuhanmu (wahai
Muhammad) dengan hikmat kebijaksanaan dan nasihat pengajaran yang baik, dan
berbahaslah dengan mereka (yang engkau serukan itu) dengan cara yang lebih
baik; sesungguhnya Tuhanmu Dia lah jua yang lebih mengetahui akan orang yang
sesat dari jalanNya, dan Dia lah jua yang lebih mengetahui akan orang-orang
yang mendapat hidayah petunjuk”. (Surah Al-Nahl: 125)
Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah memerintahkan orang yang beriman agar berdakwah dengan
firman-Nya:
وَلۡتَكُن
مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ
وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu satu
puak yang menyeru (berdakwah) kepada kebajikan (mengembangkan Islam), dan
menyuruh berbuat segala perkara yang baik, serta melarang daripada segala yang
salah (buruk dan keji). Dan mereka yang bersifat demikian ialah orang-orang
yang Berjaya” (Surah A-li'Imraan:104)
Marilah kita simak pula Firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَنْ
أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي
مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Dan tidak ada yang lebih baik
perkataannya daripada orang yang menyeru kepada (mengesakan dan mematuhi
perintah) Allah, serta ia sendiri mengerjakan amal yang soleh, sambil berkata:
"Sesungguhnya aku adalah dari orang-orang Islam (yang berserah bulat-bulat
kepada Allah)!" (Surah Fussilat: 33)
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pula bersabda:
فَوَاللَّهِ
لَأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ
“Demi Allah, sungguh satu orang
saja diberi petunjuk (oleh Allah) melalui perantaraanmu, maka itu lebih baik
dari unta merah.” (Hadith Riwayat: Bukhari dan Muslim, dari Sahl bin Sa’ad)
Oleh itu, dengan merenungkan firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan kata-kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, seorang
muslim sepatutnya mengetahui kebenarannya, hendaklah dia menyelamatkan para
saudara-saudaranya, keluarganya, kerabat, masyarakat dengan mengajak mereka
memahami dan melaksanakan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan betul.
Adalah sangat pelik, jika terdapat sekumpulan orang yang
mengetahui Islam yang benar, tetapi kita hanya sibuk dengan urusan peribadi
masing-masing dan "duduk" tanpa memikirkan kewajiban DAKWAH yang
hebat ini.
Pada hakikatnya orang yang lalai akan
kewajipan berdakwah masih berada dalam KERUGIAN meskipun ia termasuk orang yang
berilmu dan mengamalkannya. Ia masih berada dalam kerugian disebabkan ia hanya
mementingkan kebaikan diri sendiri (egois) dan tidak mau memikirkan begaimana
cara untuk mengentaskan umat dari jurang kebodohan dan kelalaian terhadap
agamanya.
Dengan batas kemampuannya
masing-masing,setiap muslim harus melibatkan diri dalam gerak dakwah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
لا يُكَلِّفُ
اللَّهُ نَفسًا إِلّا وُسعَها
"Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”
(Surah Al-Baqarah:
286).
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
وَالَّذينَ آمَنوا
وَعَمِلُوا الصّالِحاتِ لا نُكَلِّفُ نَفسًا إِلّا وُسعَها أُولٰئِكَ أَصحابُ
الجَنَّةِ ۖ هُم فيها خالِدونَ
"Dan
orang-orang yang beriman serta beramal soleh - (dengan tidak menjadi keberatan
kepada mereka, kerana) Kami tidak memberati diri seseorang (dengan kewajipan)
melainkan sekadar yang terdaya olehnya, - merekalah ahli Syurga, mereka kekal
di dalamnya". (Surah Al-A'raaf: 42)
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَا
أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Dan
apa yang diperintahkan bagi kalian, maka lakukanlah semampu kalian” (Hadith
Riwayat: Bukhari dan Muslim).
Nasihat Ibnu Taimiyah:
يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ
يَقُومَ مِنْ الدَّعْوَةِ بِمَا يَقْدِرُ عَلَيْهِ إذَا لَمْ يَقُمْ بِهِ غَيْرُهُ
فَمَا قَامَ بِهِ غَيْرُهُ سَقَطَ عَنْهُ وَمَا عَجَزَ لَمْ يُطَالَبْ بِهِ .
وَأَمَّا مَا لَمْ يَقُمْ بِهِ غَيْرُهُ وَهُوَ قَادِرٌ عَلَيْهِ فَعَلَيْهِ أَنْ
يَقُومَ بِهِ
“Setiap
orang dari umat ini punya kewajiban untuk menyampaikan dakwah sesuai
kemampuannya. Jika sudah ada yang berdakwah, maka gugurlah kewajiban yang lain.
Jika tidak mampu berdakwah, maka tidak terkena kewajiban karena kewajiban
dilihat dari kemampuan. Jika tidak ada yang berdakwah padahal ada yang mampu,
maka ia terkena kewajiban untuk berdakwah” (Majmu’ Al Fatawa, 15: 166).
Semoga dengan sedikit penjelasan
ini semakin menyemangati kita untuk berdakwah sesuai kemampuan kita. Semoga
dengan mengenal keutamaan dakwah berikut ini kita semakin bersemangat. Maka jangan sampai kita berhenti beramar ma’rug nahi munkar
dengan alasan kita adalah seorang pendosa.
KRETERIA
KEEMPAT: BERSABAR DALAM DAKWAH
Kita wajib
bersabar dalam berdakwah dan tidak menghentikan dakwah. Kita harus sabar atas
segala penghalang dakwah kita dan sabar terhadap gangguan yang kita dapati.
Hendaklah kita bersabar atas gangguan yang mungkin kita terima dari masyarakat.
Sebagaimana Rintangan ini juga dirasakan dan dialami oleh
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dan Nabi dan Rasul sebelum beliau.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَقَدِ
استُهزِئَ بِرُسُلٍ مِن قَبلِكَ فَحاقَ بِالَّذينَ سَخِروا مِنهُم ما كانوا بِهِ
يَستَهزِئونَ
“Dan demi sesungguhnya! Telah
diperolok-olok beberapa Rasul sebelummu, lalu orang-orang yang mengejek-ejek di
antara mereka ditimpakan (balasan azab) bagi apa yang mereka telah
perolok-olokkan itu”. (Surah Al-An’aam:10)
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman juga:
وَلَقَد
كُذِّبَت رُسُلٌ مِن قَبلِكَ فَصَبَروا عَلىٰ ما كُذِّبوا وَأوذوا حَتّىٰ أَتاهُم
نَصرُنا ۚ وَلا مُبَدِّلَ لِكَلِماتِ اللَّهِ ۚ وَلَقَد جاءَكَ مِن نَبَإِ
المُرسَلينَ
“Dan demi sesungguhnya, Rasul-rasul
sebelummu pernah juga didustakan, maka mereka sabar terhadap perbuatan
orang-orang yang mendustakan mereka dan menyakiti mereka, sehingga datanglah
pertolongan Kami kepada mereka; dan sememangnyalah tiada sesiapa pun yang dapat
mengubah Kalimah-kalimah Allah (janji-janjiNya); dan demi sesungguhnya, telah
datang kepadamu sebahagian dari khabar berita Rasul-rasul itu”. (surah
Al-An’aam: 34)
Kita wajib
bersabar dalam berdakwah dan tidak menghentikan dakwah. Kita harus sabar atas
segala penghalang dakwah kita dan sabar terhadap gangguan yang kita dapati.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala menyebutkan wasiat Luqman Al-Hakim
kepada anaknya:
يا بُنَيَّ
أَقِمِ الصَّلاةَ وَأمُر بِالمَعروفِ وَانهَ عَنِ المُنكَرِ وَاصبِر عَلىٰ ما
أَصابَكَ ۖ إِنَّ ذٰلِكَ مِن عَزمِ الأُمورِ
"Wahai anak kesayanganku,
dirikanlah sembahyang, dan suruhlah berbuat kebaikan, serta laranglah daripada
melakukan perbuatan yang mungkar, dan bersabarlah atas segala bala bencana yang
menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu adalah dari perkara-perkara yang
dikehendaki diambil berat melakukannya” (Surah Luqman: 17)
Sabar di dalam berdakwah memiliki peranan
amat penting dan sebagai kewajiban bagi seorang da’i. Sabar, secara umum
merupakan kewajiban bagi setiap muslim, namun bagi seorang da’i, ia lebih dan
sangat ditekan-kan. Oleh kerana itu, Allah memerintahkan kepada pemimpin para
da’i dan teladan mereka, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wasallam untuk bersikap sabar
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَاصبِر وَما
صَبرُكَ إِلّا بِاللَّهِ ۚ وَلا تَحزَن عَلَيهِم وَلا تَكُ في ضَيقٍ مِمّا
يَمكُرونَ
إِنَّ اللّهَ
مَعَ الَّذِينَ اتَّقَواْ وَّالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ
“Dan bersabarlah (wahai Muhammad
terhadap perbuatan dan telatah golongan yang ingkar itu); dan tiadalah berhasil
kesabaranmu melainkan dengan (memohon pertolongan) Allah; dan janganlah engkau
berdukacita terhadap kedegilan mereka, dan janganlah engkau bersempit dada disebabkan
tipu daya yang mereka lakukan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
bertaqwa, dan orang-orang yang berusaha memperbaiki amalannya.” (Surah Al-Nahl:
127-128))
Seorang da’i memerlukan kesabaran yang ekstra
kuat, hal ini kerana keberadaan seorang da’i lain dengan masyarakat pada
umumnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam telah memberitahukan bahawa semakin
tinggi tingkat keimanan seseorang, maka semakin berat ujian yang dihadapinya.
Ketika Rasullullah Shallalahu 'alahi Wassalam
ditanya: Wahai Rasullullah, Siapakah manusia yang paling keras ujiannya? Maka
beliau shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:
Nabi
Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:
الأنبياء ثم الأمثل
فالأمثل فيبتلى الرجل على حسب دينه فإن كان دينه صلبا اشتد بلاؤه وإن كان في دينه
رقة ابتلى على حسب دينه فما يبرح البلاء بالعبد حتى يتركه يمشى على الأرض ما عليه
خطيئة
“(Orang
yang paling keras ujiannya adalah) para nabi, kemudian yang semisalnya dan yang
semisalnya, diuji seseorang sesuai dengan kadar agamanya, kalau kuat agamanya
maka semakin keras ujiannya, kalau lemah agamanya maka diuji sesuai dengan
kadar agamanya. Maka senantiasa seorang hamba diuji oleh Allah sehingga dia
dibiarkan berjalan di atas permukaan bumi tanpa memiliki dosa.” (HR.
At-Tirmidzy, Ibnu Majah, Ahmad dan al-Hakim berkata Syeikh Al-Albany: Hasan
Shahih)
Marilah kita melihat apa yang terjadi pada
da’i teladan kita semua, iaitu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Betapa
banyak halangan dan gangguan yang beliau dapatkan. Orang-orang kafir Quraisy
saat itu mengolok-olok beliau dengan sebutan orang gila, dukun, tukang sihir,
pendusta, dan lain-lain sebagaimana yang Allah Ta’ala ceritakan dalam
Al–Qur’an. Beliau juga dilempari batu sampai berdarah. Beliau juga diancam akan
dibunuh. Dalam perang Uhud pun beliau terluka. Akan tetapi, beliau tetap
bersabar di atas dakwahnya.
Oleh karena itu, seorang da’i wajib bersabar
dalam berdakwah dan tidak menghentikan dakwahnya. Dia harus sabar atas segala
penghalang dakwahnya dan sabar terhadap gangguan yang ia dapati.
Allah Ta’ala menyebutkan wasiat Luqman
Al-Hakim kepada anaknya:
يَا بُنَيَّ
أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ
عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
"Wahai
anak kesayanganku, dirikanlah sembahyang, dan suruhlah berbuat kebaikan, serta
laranglah daripada melakukan perbuatan yang mungkar, dan bersabarlah atas
segala bala bencana yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu adalah dari
perkara-perkara yang dikehendaki diambil berat melakukannya. (Surah Luqman: 17)
Pada akhir tafsir surat Al ‘Ashr ini, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di
rahimahullah berkata:
فَبِالِأَمْرَيْنِ
اْلأَوَّلِيْنَ، يُكَمِّلُ اْلإِنْسَانُ نَفْسَهُ، وَبِالْأَمْرَيْنِ
اْلأَخِيْرِيْنَ يُكَمِّلُ غَيْرَهُ، وَبِتَكْمِيْلِ اْلأُمُوْرِ اْلأَرْبَعَةِ،
يَكُوْنُ اْلإِنْسَانُ قَدْ سَلِمَ تعل مِنَ الْخُسَارِ، وَفَازَ بِالْرِبْحِ
[الْعَظِيْمِ]
”Maka dengan dua hal yang pertama (ilmu dan amal), manusia dapat
menyempurnakan dirinya sendiri. Sedangkan dengan dua hal yang terakhir
(berdakwah dan bersabar), manusia dapat menyempurnakan orang lain. Dan dengan
menyempurnakan keempat kriteria tersebut, manusia dapat selamat dari KERUGIAN
dan mendapatkan KEUNTUNGAN yang besar” (Tafsiir Karimir Rohmaan hal. 934).
Semoga Allah memberikan
taufik kepada kita untuk menyempurnakan keempat hal ini sehingga kita dapat
memperoleh keuntungan yang besar di dunia ini, dan lebih-lebih di akhirat
kelak. Amiin.
Posted by: HAR
RUJUKAN: KIBLAT.NET; RUMAYSHO.COM;
TERJEMAHAN AL-QURAN: WWW.SURAH.MY