JALAN MENUJU KEBAHAGIAN YANG
HAKIKI
Banyak cara manusia melakukan untuk mencapai kebahagiaan.
Sesetengah daripada mereka menganggap bahawa kebahagiaan dapat dicapai dengan
kekayaan, kedudukan yang menonjol, dan popularitas yang pasang surut. Tidak
hairan jika orang bersaing untuk mendapatkan semuanya, termasuk menggunakan
segala cara. Jadi, jika seseorang menjadi kaya, terkenal, dan terkenal secara
automatik menjadi orang yang sentiasa bahagia? Tidak! Nah, bagaimana untuk
mencapai kebahagiaan sejati?
Mungkin anda adalah salah satu daripada banyak orang yang cuba
mencari cara untuk mencapai kebahagiaan dan ketenangan hidup. Jadi, anda sibuk
dengan Facebook, Istagram, majalah, dan semisalnya, atau pergi ke orang yang
berpengalaman untuk mendapatkan tip untuk kehidupan yang bahagia. Mungkin tip
yang anda terima tetapi apabila dipraktekan, kebahagiaan dan ketenangan tidak
kunjung datang. Walaupun kebahagiaan dan ketenangan hidup adalah salah satu
keperluan penting, terutama jika kehidupan selalu dibungkus dan dipenuhi dengan
masalah, kesedihan dan kecemasan gulanaan, akan semakin terasalah
keperluannya kebahagian, atau
sekurang-kurangnya tenang dan lapang ketika menghadapi segala masalah.
Hampir semua orang bersetuju bahawa kebahagiaan tidak sepenuhnya
diperoleh dengan harta dan kekayaan. Berapa banyak orang yang hidup dalam
kekayaan tetapi mereka tidak bahagia. Kadang-kadang mereka juga belajar tentang
kebahagiaan orang yang tidak mempunyai kekayaan dan harta.
Sebenarnya kebahagian hidup yang hakiki lahirnya daripada
ketenangan hati, pegangan agama yang teguh dan kental, semuanya hanya didapati
dalam agama Islam yang mulia. Justeru itu ada pelbagai dan pendekatan yang
diajar dalam Islam bagi merealisasikan apa sebenarnya kebahagian yang dicari.
Asy-Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullah dalam kitabnya Al-Wasailul Mufidah
lil Hayatis Sa‘idah menyebut:
1. Orang-orang yang beriman serta beramal soleh
مَن
عَمِلَ صالِحًا مِن ذَكَرٍ أَو أُنثىٰ وَهُوَ مُؤمِنٌ فَلَنُحيِيَنَّهُ حَياةً
طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجزِيَنَّهُم أَجرَهُم بِأَحسَنِ ما كانوا يَعمَلونَ
“Sesiapa yang beramal salih, dari lelaki atau perempuan sedang ia
beriman, maka sungguh Kami akan menghidupkan dia dengan kehidupan yang baik;
dan sesungguhnya Kami akan membalas mereka, dengan pahala yang lebih baik dari
apa yang mereka telah kerjakan” (Surah An-Nahl: 97)
Ini merupakan janji dari Allah Ta’ala bagi orang
yang mengerjakan amal shalih, yaitu amal yang mengikuti Kitab Allah Ta’ala
(al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya, Muhammad, baik laki-laki maupun perempuan yang
hatinya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Amal yang diperintahkan itu telah
disyari’atkan dari sisi Allah, yaitu Dia akan memberinya kehidupan yang baik di
dunia dan akan memberikan balasan di akhirat kelak dengan balasan yang lebih
baik daripada amalnya. Kehidupan yang baik itu mencakup seluruh bentuk
ketenangan, bagaimanapun wujudnya. (Tafsir Ibnu Katsir)
Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari `Abdullah bin `Umar, bahwa Rasulullah saw
bersabda: “Sungguh beruntung orang yang berserah diri, yang diberi rizki dengan
rasa cukup, dan diberikan perasaan cukup oleh Allah atas apa yang telah Dia
berikan kepadanya.” (Hadits Riwayat: Muslim)
Imam Ahmad juga meriwayatkan, dari `Anas bin
Malik, dia bercerita, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak
mendhalimi suatu kebaikan seorang mukmin yang Dia berikan di dunia dan
diberikan balasan atasnya di akhirat kelak. Sedangkan orang kafir, maka dia
akan diberi makan di dunia karena berbagai kebaikannya di dunia sehingga
apabila datang di alam akhirat, maka tiada satu pun kebaikan yang mendatangkan
kebaikan baginya.” (Hadits Riwayat: Muslim)
2. Dengan Sentiasa Berzikir Mengingati Allah
Manusia yang sentiasa mengingati Allah Subhanahu
wa Ta’ala akan beroleh keuntungan abadi di dunia dan akhirat. Mereka yang
sentiasa membasahkan lidah dengan zikir akan mendapat penghormatan tinggi serta
rahmat daripada Allah Subhanahu wa Ta’ala
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
الَّذينَ
آمَنوا وَتَطمَئِنُّ قُلوبُهُم بِذِكرِ اللَّهِ ۗ أَلا بِذِكرِ اللَّهِ تَطمَئِنُّ
القُلوبُ
"(Iaitu)
orang-orang yang beriman dan tenang tenteram hati mereka dengan
zikrullah". Ketahuilah dengan "zikrullah" itu, tenang
tenteramlah hati manusia”. (Surah Ar-Rad: 28)
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala Lagi:
وَلَذِكْرُ
اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
“…dan sesungguhnya mengingati Allah (Solat) adalah lebih
besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain); dan (ingatlah) Allah
mengetahui akan apa yang kamu kerjakan”. (Surah Al-Ankabut: 45)
Mengapa shalat dapat mencegah dari perbuatan keji
dan mungkar adalah karena seorang hamba yang mendirikannya; yang menyempurnakan
syarat dan rukunnya disertai sikap khusyuâ™ (hadirnya hati) sambil memikirkan apa yang ia baca, maka
hatinya akan bersinar dan menjadi bersih, imannya bertambah, kecintaannya
kepada kebaikan menjadi kuat, keinginannya kepada keburukan menjadi kecil atau
bahkan hilang, sehingga jika terus menerus dilakukan, maka akan membuat
pelakunya mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, hubungannya dengan Allah
terjalin, sehingga Allah memberikan kepadanya penjagaan, dan setan yang
mengajak kepada kemaksiatan merasa kesulitan untuk menguasai dirinya.
Inilah buah yang dihasilkan dari shalat, namun di
sana terdapat maksud yang lebih besar dari itu, yaitu dapat tercapai dzikrullah
(mengingat Allah) seperti yang dikandung oleh shalat itu sendiri, di mana di
dalamnya terdapat dzikrullah baik dengan hati, lisan maupun dengan anggota
badan, dan lagi Allah Subhaanahu wa Ta'aala menciptakan manusia untuk beribadah
kepada-Nya, sedangkan ibadah yang paling utama adalah shalat yang di sana
terdapat bukti penghambaan anggota badan secara keseluruhan yang tidak terdapat
pada ibadah selainnya. (Rujuk: Tafsirq.com)
3. Bersandar dan Tawakal kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam segala hal
Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً
“…dan sesiapa yang bertaqwa kepada Allah, nescaya Allah akan
mengadakan baginya jalan keluar (dari segala perkara yang menyusahkannya)”.
(Surah At-Talaq: 2)
Orang yang bertakwa kepada Allah dan mengutamakan
keridhaan Allah dalam semua keadaannya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan
membalasnya di dunia dan akhirat. Di antara sekian balasannya adalah Allah
Subhaanahu wa Ta'aala berikan jalan keluar dari setiap kesulitan dan
kesempitan. Sebagaimana orang yang bertakwa kepada Allah, akan dibukakan jalan
keluar baginya, maka orang yang tidak bertakwa kepada Allah, akan terjatuh ke
dalam kesempitan, beban dan belenggu yang sukar untuk keluar dan keluar
daripadanya.
Dari Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu
berkata, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kalian betul-betul bertawakal pada
Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung
mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar
dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (Hadits Riwayat: Ahmad, Tirmidzi, dan Al Hakim).
4. Berbuat baik kepada sesama -
sikap atau perilaku baik dari segi ucapan atau perbuatan yang sesuai dangan
tuntunan ajaran Islam.
Berbuat kebaikan kepada sesama pada hakikatnya
adalah salah satu keperluan manusia. Betapa sulitnya kehidupan ini jika kita
sesama manusia tidak saling berbuat baik. Betapa kacaunya kehidupan
bermasyarakat kalau manusia selalu berbuat keburukan dan kezhaliman terhadap
sesamanya.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
لا خَيرَ
في كَثيرٍ مِن نَجواهُم إِلّا مَن أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَو مَعروفٍ أَو إِصلاحٍ
بَينَ النّاسِ ۚ وَمَن يَفعَل ذٰلِكَ ابتِغاءَ مَرضاتِ اللَّهِ فَسَوفَ نُؤتيهِ
أَجرًا عَظيمًا
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali
(bisik-bisikan) orang yang menyuruh bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau
mendamaikan di antara manusia. Dan sesiapa yang berbuat demikian dengan maksud
mencari keredaan Allah, tentulah Kami akan memberi kepadanya pahala yang amat
besar”. (Surah An-Nisa’: 114)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullah berkata
menafsirkan ayat di atas: “Yakni tidak ada kebaikan dalam kebanyakan
pembicaraan di antara manusia dan tentunya jika tidak ada kebaikan maka boleh
jadi yang ada adalah ucapan tak berfaedah seperti berlebih-lebihan dalam pembicaraan
yang mubah atau boleh jadi kejelekan dan kemudlaratan semata-mata seperti
ucapan yang diharamkan dengan seluruh jenisnya. Kemudian Allah Subhanahu wa
Ta'ala mengecualikan: “Kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia)
untuk bersedekah,” dari harta ataupun ilmu (dengan mengajarkannya–pen) atau
sesuatu yang bermanfaat, bahkan boleh jadi masuk pula di sini ibadah-ibadah
seperti bertasbih, bertahmid, dan semisalnya sebagaimana Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya setiap tasbih adalah sedekah, setiap
takbir adalah sedekah dan setiap tahlil adalah sedekah. Demikian pula amar
ma‘ruf merupakan sedekah, nahi mungkar adalah sedekah dan dalam kemaluan salah
seorang dari kalian ada sedekah (dengan menggauli istri)….” (Tafsir Al-Karimir
Rahman, hal. 202)
Seseorang yang melakukan kebaikan haruslah semata
mata karena Allah. Hanya karena mengharapkan pahala dan balasan
dari-Nya. Misalnya dalam hal berinfak, maka haruslah dilakukan semata mata
karena Allah sehingga bernilai disisi-Nya.
5. Mempelajari Ilmu yang
bermanfaat
Sebagai
hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mempunyai iman dan menyedari kewajibannya
di dunia ini, kita pasti ingin selalu menuntut dan meningkatkan pengetahuan.
Sekarang,
di sekeliling kita banyak maklumat dan berita yang tidak bernilai seperti
sampah sarap. Maklumat sedemikian boleh didapati dengan mudah dari televisyen,
majalah, atau dalam sosial media. Banyak gosip, kebohongan, fitnah, cerita
artis dan sebagainya, yang tidak mempunyai manfaat kepada kita.
Alangkah pentingnya ilmu yang bermanfaat dalam
hidup ini. Ilmu yang bermanfaat adalah yang digunakan untuk beramal dalam
rangka mendekatkan diri atau beribadah kepada Allah, baik secara langsung atau
tidak langsung. Jika belum dapat diamalkan setidaknya ilmu tersebut diajarkan
kepada manusia agar kehidupan pengajar menjadi bernilai meskipun dia telah
meninggalkan dunia
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Jika seseorang telah wafat, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal;
sedekah yang pahalanya terus mengalir, ilmu yang dimanfaatkan (diamalkan dan
diajarkan) , dan anak soleh yang mendoakannya.” (Hadits Riwayat: Muslim)
Dalam Islam, menuntut ilmu yang bermanfaat itu
merupakan fardhu ain (kewajiban
per individu) seperti halnya mendirik shalat lima waktu.
Sabda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa
Sallam: “Mencari ilmu itu
fardhu (wajib) atas setiap orang Muslim.” (Riwayatkan Ahmad dan Ibnu Majah,
hadits hasan).
Salah
satu Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَرْفَعِ اللَّهُ
الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ
دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ ۚ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“….Allah meninggikan darjat
orang-orang yang beriman di antara kamu, dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan ugama (dari kalangan kamu) - beberapa darjat. Dan (ingatlah), Allah
Maha Mendalam PengetahuanNya tentang apa yang kamu lakukan”. (Surah Al-Mujadih:
11)
Sebab utama untuk meraih ilmu yang bermanfaat
adalah bertakwa pada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan
mentaati-Nya dan meninggalkan berbagai maksiat. Juga hendaklah ia ikhlas,
banyak bertaubat serta banyak memohon pertolongan dan taufik Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
6. Apa yang berlaku
didunia samada secara zahariah mahupun batiniah hendaklah memohon doa dan
petunjuk daripada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sebaik-baik amalan. Pasrah
dan redha dengan segala kententuan tanpa cepat melatah dan meratap pada setiap
kegagalan. Yakin dan percaya sebaik-baik
perancangan datangnya daripada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اِحْرِصْ عَلَى مَا
يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلاَ تَعْجزْ، وَإِذَا أَصَابَكَ شَيْءٌ
فَلا تَقُلْ: لَوْ أَنِّي
فَعَلْتُ كَذَا كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَّرَ اللهُ وَمَا
شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَل
الشَّيْطَانِ
“Bersemangatlah
untuk memperoleh apa yang bermanfaat bagimu dan minta tolonglah kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan janganlah lemah. Bila menimpamu sesuatu (dari perkara
yang tidak disukai) janganlah engkau berkata: “Seandainya aku melakukan ini
niscaya akan begini dan begitu,” akan tetapi katakanlah: “Allah telah
menetapkan dan apa yang Dia inginkan Dia akan lakukan,” karena sesungguhnya
kalimat ‘seandainya’ itu membuka amalan syaithan.” (Hadits Riwayat: Muslim)
7. Allah Ta’ala
sudah mengingatkan hamba-hambanya untuk selalu bersyukur atas nikmat yang telah
Ia berikan kepada hamba-Nya. Dengan melalui kitab Al Qur’an yang diturunkan
kepada Nabi-Nya yaitu Nabi Muhammad Saw.
فَاذكُروني أَذكُركُم
وَاشكُروا لي وَلا تَكفُرونِ
“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu, Dan
bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kalian mengingkari-Ku.” (Surah Al Baqarah:152.)
Biarpun nikmat yang
diperoleh tidaklah sehebat mana, sematkan dalam diri dengan sifat qanaah.
Sentiasa berasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah kurniakan. Biarpun ia
berupa ujian, lapangkan hati untuk menerimanya dan bersyukur kerana ujian
yang ditimpakan lebih ringan berbanding orang lain.
Firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala:
وَإِن تَعُدّوا
نِعمَةَ اللَّهِ لا تُحصوها ۗ إِنَّ اللَّهَ لَغَفورٌ رَحيمٌ
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah (yang dilimpahkannya kepada
kamu), tiadalah kamu akan dapat menghitungnya satu persatu; sesungguhnya Allah
Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.(Surah An-Nahl: 18)
Ada ketikanya Allah
berikan kita ujian dan menarik nikmat yang telah diberikannya kepada kita
selama ini bagi melihat dan menguji kesabaran kita sebagai hamba.
Sekiranya kita sabar dan redha maka Allah akan tambah dengan nikmatnya yang
berlipat kali ganda lagi. Oleh itu Allah turunkan sedikit ujian dan
dugaan bagi menguji sejauh mana kita sanggup menerimanya. Sekiranya kita
bersyukur maka Allah hapuskan dosa-dosa kita itu.
8. Kehidupan seseorang
adalah berbeza dari yang lain. Masih ada orang yang keadaannya berada di
bawah kita, mungkin keadaan jauh lagi dengan kita, jika kita merasa susah
sebenarnya ada orang lain yang lebih susah daripada kita dan bahkan keadaannya
sangat jauh dari keadaan kita.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
memerintahkan kita agar melihat orang yang berada di bawah kita dalam masalah
kehidupan dunia dan mata pencaharian. Tujuan dari hal itu, agar kita tetap
mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada kita.
Rasulullah
shallallahu ‘alahi wassalam bersabda:
وَعَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم (
انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ, وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ
فَوْقَكُمْ, فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اَللَّهِ عَلَيْكُمْ
) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari
Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Lihatlah orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat
orang yang berada di atasmu karena hal itu lebih patut agar engkau sekalian
tiak menganggap rendah nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu.” (Muttafaq
Alaihi.)
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang seorang Muslim
melihat kepada orang yang di atas. Maksudnya, jangan melihat kepada orang kaya,
banyak harta, kedudukan, jabatan, gaji yang tinggi, kendaraan yang mewah, rumah
mewah, dan lainnya. Dalam kehidupan dunia terkadang kita melihat kepada
orang-orang yang berada di atas kita.
Begitu pun dalam masalah penghasilan, terkadang seseorang
hanya mendapat nafkah yang hanya cukup untuk makan hari yang sedang dijalaninya
saja, maka dalam keadaan ini pun ia harus tetap bersyukur karena masih ada
orang-orang yang tidak memiliki penghasilan dan ada orang yang hanya hidup dari
menggantungkan harapannya kepada orang lain.
9. Ketika kita
melakukan kebaikan, jangan mengharap ucapan terima kasih ataupun balasan
daripadanya. Berharaplah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Berbuatlah
kebaikan hanya demi allah semata, maka anda akan menguasai keadaan, tak pernah
terusik oleh kebencian mereka, Anda harus bersyukur kepada allah karena dapat
berbuat baik ketika orang-orang disekitar anda berbuat jahat . Dan, ketahuilah
bahwa tangan diatas itu lebih baik dari tangan dibawah.
Firman Allah Suhanahu wa Ta’ala:
إِنَّما نُطعِمُكُم
لِوَجهِ اللَّهِ لا نُريدُ مِنكُم جَزاءً وَلا شُكورًا
"Sesungguhnya
kami memberi makan kepada kamu kerana Allah semata-mata; kami tidak
berkehendakkan sebarang balasan dari kamu atau ucapan terima kasih”. (Surah
Al-Insaan: 9)
Oleh itu, beberapa perkara boleh dilakukan
untuk mencapai keamanan dan kebahagiaan hidup. Sebagai akhir teruntai doa kepada Rabbul
‘Izzah :
“Ya Allah, perbaikilah bagiku agamaku yang agama ini merupakan
penjagaan perkaraku, dan perbaikilah bagiku duniaku yang aku hidup di dalamnya,
dan perbaikilah bagiku akhiratku yang merupakan tempat kembaliku, dan
jadikanlah hidup ini sebagai tambahan bagiku dalam seluruh kebaikan, dan
jadikanlah kematian sebagai peristirahatan bagiku dari seluruh kejelekan.” (Hadits
Riwayat: Muslim)
Wallahu ta‘ala a‘lam
bish-shawab.
Posted by: HAR
Bahan Rujukan: Ditulis oleh Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein
Tambahan oleh: HAR
Rujukan: asysyariah.com