Dialog Seputar Cinta Rasul
dan Maulid Nabi
Oleh: Ustadz Sufyan Fuad Baswedan
Sebenarnya adakah kaitan antara cinta Rasul dan perayaan maulid, alias hari
kelahiran beliau? Pertanyaan ini mungkin terdengar aneh bagi mereka yang kerap
merayakannya. Bagaimana tidak, sedang disana dibacakan sejarah hidup beliau,
diiringi dengan syair-syair pujian dalam bahasa Arab untuk beliau (yang dikenal
dengan nama burdah), yang kesemuanya tak lain demi mengenang jasa beliau dan
memupuk cinta kita kepadanya…?
Dalam sebuah muktamar negara-negara Islam sedunia, salah seorang dai kondang
dari Saudi yang bernama Dr. Said bin Misfir Al Qahthani, berjumpa dengan
seorang tokoh Islam (syaikh) dari negara tetangga. Melihat pakaiannya yang khas
ala Saudi, Syaikh tadi memulai pembicaraan. (Sebagaimana yang dituturkan sendiri oleh Dr. Said Al Qahthani
ketika berkunjung ke kampus kami, Universitas Islam Madinah dan memberikan
ceramah di sana).
Syaikh : “Assalaamu
‘alaikum…”
Dr. Said : “Wa’alaikumussalaam
warahmatullah wabaraatuh”
Syaikh : “Nampaknya Anda
dari Saudi ya?”
Dr. Said : “Ya, benar”
Syaikh : “Oo, kalau begitu Anda termasuk mereka yang
tidak cinta kepada
Rasul…!”
(Terkejut bukan kepalang dengan ucapan Syaikh ini, ia berusaha menahan
emosinya sambil bertanya):
Dr. Said : “Lho, mengapa boleh
demikian?”
Syaikh : “Ya, sebab seluruh
negara di dunia merayakan maulid Nabi
kecuali
negara Anda; Saudi Arabia… ini
bukti bahawa kalian orang-orang Saudi
tidak
mencintai Rasulullah ”.
Dr. Said : “Demi Allah… tidak ada
satu hal pun yang menghalangi kami dari
merayakan
maulid Beliau, kecuali kerana kecintaan kami kepadanya!”
Syaikh : “Bagaimana boleh
begitu??”
Dr. Said : “Anda bersedia
diajak diskusi…?”
Syaikh : “Ya, silakan
saja..”
Dr. Said : “Menurut Anda,
perayaan Maulid merupakan ibadah ataukah maksiat?”
Syaikh : “Ibadah tentunya!”
(dengan nada yakin).
Dr. Said : “Oke… apakah ibadah
ini diketahui oleh Rasul , ataukah tidak?”
Syaikh : “Tentu beliau tahu
akan hal ini”
Dr. Said : “Jika beliau tahu
akan hal ini, lantas beliau sembunyikan ataukah beliau
ajarkan kepada umatnya?”
(…. Sejenak syaikh ini terdiam. Ia sedar bahawa jika ia mengatakan: ya,
maka pertanyaan berikutnya ialah: Mana dalilnya? Namun ia juga tidak mungkin
mengatakan tidak, sebab konsekuensinya Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam masih menyembunyikan sebahgian ajaran Islam. Akhirnya
dengan terpaksa ia menjawab )
Syaikh : “Iya… beliau
ajarkan kepada umatnya..”
Dr. Said : “Bisakah Anda mendatangkan
dalil atas hal ini?”
(Syaikh pun terdiam seribu bahasa… ia tahu bahwa tidak ada satu dalil pun
yang boleh dijadikan pegangan dalam hal ini…)
Syaikh : “Maaf, tidak boleh…”
Dr. Said : “Kalau begitu ia
bukan ibadah, tapi maksiat”
Syaikh : “Oo tidak, ia bukan
ibadah dan bukan juga maksiat, tapi bidáh hasanah”
Dr. Said : “Bagaimana Anda
boleh menyebutnya sebagai bid’ah hasanah, padahal
Rasul mengatakan bahawa setiap bid’ah itu sesat??”
Setelah berdialog cukup lama, akhirnya syaikh tadi mengakui bahawa sikap
sahabatnyalah yang benar, dan bahawa maulid Nabi yang selama ini dirayakan
memang tidak berdasar kepada dalil yang shahih sama sekali.
Ini merupakan sepenggal dialog yang menggambarkan apa yang ada di benak
sebahgian kaum muslimin terhadap sikap sebahgian kalangan yang enggan merayakan
maulid Nabi . Dialog singkat di atas tentunya tidak mewakili sikap seluruh kaum
muslimin terhadap mereka yang tidak mau ikut maulidan. Kami yakin bahawa di
sana masih ada orang-orang yang berpikiran terbuka dan objektif, yang siap
diajak berdiskusi untuk mencapai kebenaran sesungguhnya tentang hal ini.
Namun demikian, ada juga kalangan yang bersikap sebaliknya. Alias menutup
mata, telinga, dan fikiran mereka untuk mendengar argumentasi pihak lain. Kerananya
kartu truf terakhir mereka ialah memvonis
(menuduh melakukan perbuatan melanggar hukum) pihak lain sebagai ‘wahhabi’ yang
selalu dicitrakan sebagai ‘kelompok Islam
serpihan’, yang konon diisukan sebagai kelompok yang gampang membid’ahkan,
mengkafirkan, mengingkari karomah para wali, dan sederet tuduhan lainnya.
Cara seperti ini bukanlah hal baru. Sejak dahulu pun mereka yang tidak
senang kepada dakwah tauhid, selalu berusaha memberikan gelar-gelar buruk
kepada para dai’nya. Tujuannya tak lain ialah agar masyarakat awam antipati
terhadap mereka. Semaklah bagaimana Fir’aun dan kaumnya menggelari Musa dan Harun :
قَالَ أَجِئْتَنَا
لِتُخْرِجَنَا مِنْ أَرْضِنَا بِسِحْرِكَ يَا مُوسَى
Berkata
Firaun: "Adakah kamu datang kepada kami untuk mengusir kami dari negeri
kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa?
فَلَنَأْتِيَنَّكَ بِسِحْرٍ مِّثْلِهِ فَاجْعَلْ بَيْنَنَا وَبَيْنَكَ
مَوْعِدًا لَّا نُخْلِفُهُ نَحْنُ وَلَا أَنتَ مَكَانًا سُوًى
Dan kami pun pasti akan mendatangkan (pula)
kepadamu sihir semacam itu, maka buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara
kami dan kamu, yang kami tidakakan menyalahinya dan tidak (pula) kamu di suatu
tempat yang pertengahan (letaknya)"
قَالَ مَوْعِدُكُمْ يَوْمُ الزِّينَةِ وَأَن يُحْشَرَ النَّاسُ ضُحًى
Berkata Musa: "Waktu untuk pertemuan
(kami dengan) kamu itu ialah di hari raya dan hendaklah dikumpulkan manusia
pada waktu matahari sepenggal akan naik".
فَتَوَلَّى فِرْعَوْنُ
فَجَمَعَ كَيْدَهُ ثُمَّ أَتَى
Maka Firaun meninggalkan (tempat itu), lalu
mengatur tipu dayanya, kemudian dia datang.
قَالَ لَهُم مُّوسَى
وَيْلَكُمْ لَا تَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ كَذِبًا فَيُسْحِتَكُمْ بِعَذَابٍ وَقَدْ
خَابَ مَنِ افْتَرَى
Berkata Musa kepada mereka: "Celakalah
kamu, janganlah kamu mengada-adakan kedustaan terhadap Allah, maka Dia membinasakan
kamu dengan siksa". Dan sesungguhnya telah merugi orang yang
mengada-adakan kedustaan.
فَتَنَازَعُوا أَمْرَهُم بَيْنَهُمْ وَأَسَرُّوا النَّجْوَى
Maka mereka berbantah-bantahan tentang urusan
mereka di antara mereka, dan mereka merahasiakan percakapan (mereka).
قَالُوا إِنْ هَذَانِ لَسَاحِرَانِ يُرِيدَانِ أَن يُخْرِجَاكُم مِّنْ
أَرْضِكُم بِسِحْرِهِمَا وَيَذْهَبَا بِطَرِيقَتِكُمُ الْمُثْلَى
Mereka berkata: "Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli
sihir yang hendak mengusirkamu dari negeri kamu dengan sihirnya dan hendak
melenyapkan kedudukan kamu yang utama.
(QS
Thaha: 57-63).
Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مُوسَىٰ بِآيَاتِنَا وَسُلْطَانٍ مُّبِينٍ
Dan sesungguhnya telah Kami utus Musa dengan
membawa ayat-ayat Kami dan keterangan yang nyata,
إِلَىٰ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَقَارُونَ فَقَالُوا سَاحِرٌ كَذَّابٌ
kepada
Fir'aun, Haman dan Qarun; maka mereka berkata: "(Ia) adalah seorang ahli
sihir yang pendusta".
(QS Ghafir: 23-24).
Simak pula bagaimana kaum Nabi Luth hendak mengusir beliau dan para pengikutnya
dengan tuduhan ‘orang-orang yang sok menyucikan diri’:
فَمَا كَانَ جَوَابَ
قَوْمِهِ إِلَّا أَن قَالُوا أَخْرِجُوا آلَ لُوطٍ مِّن قَرْيَتِكُمْ ۖ إِنَّهُمْ
أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ
Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan
mengatakan: "Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; kerana
sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (mendakwakan dirinya) bersih". (QS An Naml: 56)
Atau Nabi Shalih ‘alaihissalaam yang dianggap
sombong dan pembohong oleh kaumnya… Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
كَذَّبَتْ ثَمُودُ بِالنُّذُرِ
Kaum Tsamud pun telah mendustakan
ancaman-ancaman (itu).
فَقَالُوا أَبَشَرًا
مِّنَّا وَاحِدًا نَّتَّبِعُهُ إِنَّا إِذًا لَّفِي ضَلَالٍ وَسُعُرٍ
Maka mereka berkata: "Bagaimana kita
akan mengikuti seorang manusia (biasa) di antara kita?" Sesungguhnya kalau
kita begitu benar-benar berada dalam keadaan sesat dan gila".
أَأُلْقِيَ الذِّكْرُ عَلَيْهِ مِن بَيْنِنَا بَلْ هُوَ كَذَّابٌ أَشِرٌ
Apakah wahyu itu diturunkan kepadanya di
antara kita? Sebenarnya dia adalah seorang yang amat pendusta lagi sombong.
سَيَعْلَمُونَ غَدًا مَّنِ الْكَذَّابُ الْأَشِرُ
Kelak mereka akan mengetahui siapakah yang
sebenarnya amat pendusta lagi sombong.
(QS Al
Qamar: 23-26).
Sampai junjungan kita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun tak
luput dari julukan-julukan buruk kaumnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
بَلِ الَّذِينَ
كَفَرُوا فِي عِزَّةٍ وَشِقَاقٍ ص ۚ وَالْقُرْآنِ ذِي الذِّكْرِ
كَمْ أَهْلَكْنَا
مِن قَبْلِهِم مِّن قَرْنٍ فَنَادَوا وَّلَاتَ حِينَ مَنَاصٍ
وَعَجِبُوا أَن
جَاءَهُم مُّنذِرٌ مِّنْهُمْ ۖ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَٰذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ
Shaad, demi Al Quran yang mempunyai
keagungan. Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan
permusuhan yang sengit. Betapa banyaknya umat sebelum mereka yang telah Kami
binasakan, lalu mereka meminta tolong padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk
lari melepaskan diri. Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi
peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata:
"Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta". (QS Shaad: 1-4).
Jadi, banyaknya tuduhan-tuduhan jelek
terhadap suatu golongan, mestinya tidak menghalangi kita untuk bersikap adil
dan objektif terhadap mereka. Kerana boleh jadi kebenaran justeru berpihak
kepada mereka, dan dalam hal ini yang menjadi patokan (dasar) adalah
dalil-dalil dari Al Qur’an dan Hadits yang shahih.
Berangkat dari sini, penulis ingin mengajak
para pembaca yang budiman untuk mendudukkan masalah perayaan maulid Nabi,
benarkah ia merupakan bid’ah hasanah? Benarkah ia merupakan perwujudan cinta
kepada Rasul yang dibenarkan? Apakah asal muasal perayaan ini? dan berbagai
masalah lainnya seputar maulid Nabi . Tentunya semua akan disajikan secara
ilmiah dengan merujuk kepada Al Qur’an dan Sunnah, sesuai dengan pemahaman As
Salafus shaleh.
Artikel: Basweidan.Wordpress.com
No comments:
Post a Comment