"Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan tiada aku termasuk di antara orang-orang yang musyrik" (QS Yusuf:108)

10 December, 2016

Dialog Seputar Cinta Rasul dan Maulid Nabi
Oleh: Ustadz Sufyan Fuad Baswedan
Sebenarnya adakah kaitan antara cinta Rasul dan perayaan maulid, alias hari kelahiran beliau? Pertanyaan ini mungkin terdengar aneh bagi mereka yang kerap merayakannya. Bagaimana tidak, sedang disana dibacakan sejarah hidup beliau, diiringi dengan syair-syair pujian dalam bahasa Arab untuk beliau (yang dikenal dengan nama burdah), yang kesemuanya tak lain demi mengenang jasa beliau dan memupuk cinta kita kepadanya…?

Dalam sebuah muktamar negara-negara Islam sedunia, salah seorang dai kondang dari Saudi yang bernama Dr. Said bin Misfir Al Qahthani, berjumpa dengan seorang tokoh Islam (syaikh) dari negara tetangga. Melihat pakaiannya yang khas ala Saudi, Syaikh tadi memulai pembicaraan. (Sebagaimana yang dituturkan sendiri oleh Dr. Said Al Qahthani ketika berkunjung ke kampus kami, Universitas Islam Madinah dan memberikan ceramah di sana).

Syaikh :          “Assalaamu ‘alaikum…”

Dr. Said :        “Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabaraatuh”

Syaikh :          “Nampaknya Anda dari Saudi ya?”

Dr. Said :        “Ya, benar”

Syaikh :           “Oo, kalau begitu Anda termasuk mereka yang tidak cinta kepada
                       Rasul…!”

(Terkejut bukan kepalang dengan ucapan Syaikh ini, ia berusaha menahan emosinya sambil bertanya):

Dr. Said :        “Lho, mengapa boleh demikian?”

Syaikh :          “Ya, sebab seluruh negara di dunia merayakan maulid Nabi  kecuali
                        negara Anda; Saudi Arabia… ini bukti bahawa kalian orang-orang Saudi
                        tidak mencintai Rasulullah ”.

Dr. Said :        “Demi Allah… tidak ada satu hal pun yang menghalangi kami dari
                       merayakan maulid Beliau, kecuali kerana kecintaan kami kepadanya!”

Syaikh :          “Bagaimana boleh begitu??”

Dr. Said :        “Anda bersedia diajak diskusi…?”

Syaikh :          “Ya, silakan saja..”

Dr. Said :        “Menurut Anda, perayaan Maulid merupakan ibadah ataukah maksiat?”

Syaikh :          “Ibadah tentunya!” (dengan nada yakin).

Dr. Said :        “Oke… apakah ibadah ini diketahui oleh Rasul , ataukah tidak?”

Syaikh :          “Tentu beliau tahu akan hal ini”

Dr. Said :        “Jika beliau tahu akan hal ini, lantas beliau sembunyikan ataukah beliau
                        ajarkan kepada umatnya?”

(…. Sejenak syaikh ini terdiam. Ia sedar bahawa jika ia mengatakan: ya, maka pertanyaan berikutnya ialah: Mana dalilnya? Namun ia juga tidak mungkin mengatakan tidak, sebab konsekuensinya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam masih menyembunyikan sebahgian ajaran Islam. Akhirnya dengan terpaksa ia menjawab )

Syaikh :          “Iya… beliau ajarkan kepada umatnya..”

Dr. Said :        “Bisakah Anda mendatangkan dalil atas hal ini?”

(Syaikh pun terdiam seribu bahasa… ia tahu bahwa tidak ada satu dalil pun yang boleh dijadikan pegangan dalam hal ini…)

Syaikh :          “Maaf, tidak boleh…”

Dr. Said :        “Kalau begitu ia bukan ibadah, tapi maksiat”

Syaikh :          “Oo tidak, ia bukan ibadah dan bukan juga maksiat, tapi bidáh hasanah”

Dr. Said :        “Bagaimana Anda boleh menyebutnya sebagai bid’ah hasanah, padahal
                       Rasul  mengatakan bahawa setiap bid’ah itu sesat??”

Setelah berdialog cukup lama, akhirnya syaikh tadi mengakui bahawa sikap sahabatnyalah yang benar, dan bahawa maulid Nabi yang selama ini dirayakan memang tidak berdasar kepada dalil yang shahih sama sekali.

Ini merupakan sepenggal dialog yang menggambarkan apa yang ada di benak sebahgian kaum muslimin terhadap sikap sebahgian kalangan yang enggan merayakan maulid Nabi . Dialog singkat di atas tentunya tidak mewakili sikap seluruh kaum muslimin terhadap mereka yang tidak mau ikut maulidan. Kami yakin bahawa di sana masih ada orang-orang yang berpikiran terbuka dan objektif, yang siap diajak berdiskusi untuk mencapai kebenaran sesungguhnya tentang hal ini.

Namun demikian, ada juga kalangan yang bersikap sebaliknya. Alias menutup mata, telinga, dan fikiran mereka untuk mendengar argumentasi pihak lain. Kerananya kartu truf terakhir mereka ialah memvonis (menuduh melakukan perbuatan melanggar hukum) pihak lain sebagai ‘wahhabi’ yang selalu dicitrakan sebagai ‘kelompok Islam serpihan’, yang konon diisukan sebagai kelompok yang gampang membid’ahkan, mengkafirkan, mengingkari karomah para wali, dan sederet tuduhan lainnya.

Cara seperti ini bukanlah hal baru. Sejak dahulu pun mereka yang tidak senang kepada dakwah tauhid, selalu berusaha memberikan gelar-gelar buruk kepada para dai’nya. Tujuannya tak lain ialah agar masyarakat awam antipati terhadap mereka. Semaklah bagaimana Fir’aun dan kaumnya menggelari Musa dan Harun :

قَالَ أَجِئْتَنَا لِتُخْرِجَنَا مِنْ أَرْضِنَا بِسِحْرِكَ يَا مُوسَى
Berkata Firaun: "Adakah kamu datang kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa?

فَلَنَأْتِيَنَّكَ بِسِحْرٍ مِّثْلِهِ فَاجْعَلْ بَيْنَنَا وَبَيْنَكَ مَوْعِدًا لَّا نُخْلِفُهُ نَحْنُ وَلَا أَنتَ مَكَانًا سُوًى
Dan kami pun pasti akan mendatangkan (pula) kepadamu sihir semacam itu, maka buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu, yang kami tidakakan menyalahinya dan tidak (pula) kamu di suatu tempat yang pertengahan (letaknya)"

قَالَ مَوْعِدُكُمْ يَوْمُ الزِّينَةِ وَأَن يُحْشَرَ النَّاسُ ضُحًى
Berkata Musa: "Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu itu ialah di hari raya dan hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari sepenggal akan naik".

فَتَوَلَّى فِرْعَوْنُ فَجَمَعَ كَيْدَهُ ثُمَّ أَتَى
Maka Firaun meninggalkan (tempat itu), lalu mengatur tipu dayanya, kemudian dia datang.

قَالَ لَهُم مُّوسَى وَيْلَكُمْ لَا تَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ كَذِبًا فَيُسْحِتَكُمْ بِعَذَابٍ وَقَدْ خَابَ مَنِ افْتَرَى
Berkata Musa kepada mereka: "Celakalah kamu, janganlah kamu mengada-adakan kedustaan terhadap Allah, maka Dia membinasakan kamu dengan siksa". Dan sesungguhnya telah merugi orang yang mengada-adakan kedustaan.

فَتَنَازَعُوا أَمْرَهُم بَيْنَهُمْ وَأَسَرُّوا النَّجْوَى
Maka mereka berbantah-bantahan tentang urusan mereka di antara mereka, dan mereka merahasiakan percakapan (mereka).

قَالُوا إِنْ هَذَانِ لَسَاحِرَانِ يُرِيدَانِ أَن يُخْرِجَاكُم مِّنْ أَرْضِكُم بِسِحْرِهِمَا وَيَذْهَبَا بِطَرِيقَتِكُمُ الْمُثْلَى
Mereka berkata: "Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusirkamu dari negeri kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama.

(QS Thaha: 57-63).

Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مُوسَىٰ بِآيَاتِنَا وَسُلْطَانٍ مُّبِينٍ
Dan sesungguhnya telah Kami utus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami dan keterangan yang nyata,

إِلَىٰ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَقَارُونَ فَقَالُوا سَاحِرٌ كَذَّابٌ
kepada Fir'aun, Haman dan Qarun; maka mereka berkata: "(Ia) adalah seorang ahli sihir yang pendusta".

(QS Ghafir: 23-24).

Simak pula bagaimana kaum Nabi Luth  hendak mengusir beliau dan para pengikutnya dengan tuduhan ‘orang-orang yang sok menyucikan diri’:

فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَن قَالُوا أَخْرِجُوا آلَ لُوطٍ مِّن قَرْيَتِكُمْ ۖ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ
Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: "Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; kerana sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (mendakwakan dirinya) bersih". (QS An Naml: 56)

Atau Nabi Shalih ‘alaihissalaam yang dianggap sombong dan pembohong oleh kaumnya… Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

كَذَّبَتْ ثَمُودُ بِالنُّذُرِ
Kaum Tsamud pun telah mendustakan ancaman-ancaman (itu).

فَقَالُوا أَبَشَرًا مِّنَّا وَاحِدًا نَّتَّبِعُهُ إِنَّا إِذًا لَّفِي ضَلَالٍ وَسُعُرٍ
Maka mereka berkata: "Bagaimana kita akan mengikuti seorang manusia (biasa) di antara kita?" Sesungguhnya kalau kita begitu benar-benar berada dalam keadaan sesat dan gila".

أَأُلْقِيَ الذِّكْرُ عَلَيْهِ مِن بَيْنِنَا بَلْ هُوَ كَذَّابٌ أَشِرٌ
Apakah wahyu itu diturunkan kepadanya di antara kita? Sebenarnya dia adalah seorang yang amat pendusta lagi sombong.

سَيَعْلَمُونَ غَدًا مَّنِ الْكَذَّابُ الْأَشِرُ
Kelak mereka akan mengetahui siapakah yang sebenarnya amat pendusta lagi sombong.

(QS Al Qamar: 23-26).

Sampai junjungan kita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun tak luput dari julukan-julukan buruk kaumnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

بَلِ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي عِزَّةٍ وَشِقَاقٍ ص ۚ وَالْقُرْآنِ ذِي الذِّكْرِ
كَمْ أَهْلَكْنَا مِن قَبْلِهِم مِّن قَرْنٍ فَنَادَوا وَّلَاتَ حِينَ مَنَاصٍ
وَعَجِبُوا أَن جَاءَهُم مُّنذِرٌ مِّنْهُمْ ۖ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَٰذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ
Shaad, demi Al Quran yang mempunyai keagungan. Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit. Betapa banyaknya umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, lalu mereka meminta tolong padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri. Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: "Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta". (QS Shaad: 1-4).

Jadi, banyaknya tuduhan-tuduhan jelek terhadap suatu golongan, mestinya tidak menghalangi kita untuk bersikap adil dan objektif terhadap mereka. Kerana boleh jadi kebenaran justeru berpihak kepada mereka, dan dalam hal ini yang menjadi patokan (dasar) adalah dalil-dalil dari Al Qur’an dan Hadits yang shahih.

Berangkat dari sini, penulis ingin mengajak para pembaca yang budiman untuk mendudukkan masalah perayaan maulid Nabi, benarkah ia merupakan bid’ah hasanah? Benarkah ia merupakan perwujudan cinta kepada Rasul yang dibenarkan? Apakah asal muasal perayaan ini? dan berbagai masalah lainnya seputar maulid Nabi . Tentunya semua akan disajikan secara ilmiah dengan merujuk kepada Al Qur’an dan Sunnah, sesuai dengan pemahaman As Salafus shaleh.

Artikel: Basweidan.Wordpress.com

No comments: