Pembetulan
Beberapa Kesalahan
dalam
Berwudhu
Penulis: Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi
Berwudhu, suatu
kegiatan yang sudah akrab dengan kaum muslimin. Seorang muslim yang ingin
beramal ibadah dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah tentunya juga
ingin mengetahui kesalahan-kesalahan yang terjadi yang dilakukan orang dalam
praktik berwudhu, agar dapat terhindar dari kesalahan-kesalahan tersebut.
Disini kami diterangkan kesalahan-kesalahan yang sering
terjadi!
Ada beberapa kesalahan dalam
praktek berwudhu di tengah masyarakat. Berikut ini kami akan menerangkan
beberapa kesalahan tersebut.
Memisahkan Antara Kumur-Kumur dan Menghirup Air
Memisahkan antara kumur-kumur
dengan menghirup air, dengan cara mengambil air tersendiri untuk dihirup selain
dari air untuk berkumur-kumur, merupakan kesalahan yang hampir merata di tengah
masyarakat. Perlu kami terangkan bahawa memisahkan antara kumur-kumur dengan
menghirup air tidak dilandasi tuntunan yang benar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Orang yang melakukan hal tersebut
sandarannya hanyalah dibangun di atas hadits yang lemah. Berikut ini
penjelasannya.
Hadits Thalhah bin Musharrif dari ayahnya, dari datuknya,
beliau berkata:
دَخَلْتُ
عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ
يَتَوَضَّأُ وَالْمَاءُ يَسِيْلُ مِنْ وَجْهِهِ وَلِحْيَتِهِ عَلَى صَدْرِهِ
فَرَأَيْتُهُ يَفْصِلُ بَيْنَ الْمَضْمَضَةِ وَالْإِسْتِنْشَاقِ
“Saya masuk menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang berwudhu. Air mengucur
dari wajah dan jenggot beliau di atas dadanya. Saya melihat beliau memisahkan
antara kumur-kumur dengan menghirup air ke hidung.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu
Daud dalam Sunan -nya no. 139, Al-Baihaqy dalam Sunan -nya 1/51, dan
Ath-Thabarany jilid 19 no. 409-410. Semuanya dari jalan Al-Laits bin Abi Sulaim
dari Thalhah bin Musharrif, dari ayahnya, dari datuknya. Lalu dalam salah satu
riwayat Ath-Thabarany dengan lafazh,
...إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ فَتَمَضْمَضَ ثَلاَثًا وَاسْتَنْشَقَ ثَلاَثًا
يَأْخُذُ لِكُلِّ وَاحِدَةٍ مَاءً جَدِيْدًا
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu
lalu berkumur-kumur tiga kali dan menghirup air tiga kali. Beliau mengambil air
baru (baca: tersendiri) untuk setiap anggota ….”
Hadits ini
adalah hadits yang lemah sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Hatim dalam
Al-‘Ilal 1/53 karya anaknya. Ada dua kelemahan dalam sanadnya:
Pertama, terdapat rawi yang bernama Al-Laits bin Abi Sulaimdan ia telah
dilemahkan oleh Ibnu Mahdy, Yahya Al-Qaththan, Ibnu ‘Uyyainah, Ibnu Ma’in,
Ahmad, Abu Hatim, Abu Zur’ah, Ya’qub Al-Fasawy, An-Nasa`i dan lain-lainnya,
bahkan Imam An-Nawawy, dalam Tahdzib Al-Asma` Wa Al-Lughat 1/2/75, menukil
kesepakatan para ulama atas lemah dan goncangnya hadits Al-Laits bin Abi
Sulaim.
Kedua, ayah Thalhah bin
Musharrif adalah rawi yang majhul ‘tidak dikenal’.
Baca Tahdzibut Tahdzib ,
Al-Badrul Munir 3/277-286, At-Talkhish Al-Habir 1/133-134, dan Nashbur Rayah
1/17.
Al-Hafizh Ibnu Hajar, dalam
At-Talkhish , menyebutkan bahawa Ibnus Sakan menyebut dalam Shahih -nya satu
hadits dari jalan Abu Wa`il Syaqiq bin Salamah, bahawa beliau berkata:
شَهِدْتُ
عَلِيَّ بْنَ أَبِيْ طَالِبٍ وَعُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ تَوَضَّأَ ثَلاَثًا
ثَلاَثًا فَأَفْرَدَا الْمَضْمَضَةَ مِنَ الْإِسْتِنْشَاقِ ثُمَّ قَالاَ : هَكَذَا
رَأَيْنَا رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ
تَوَضَّأَ
“Saya menyaksikan ‘Ali bin Abi Thalib dan ‘Utsman bin ‘Affan berwudhu
tiga kali-tiga kali, lalu keduanya menyendirikan (baca: memisahkan) kumur-kumur
dari menghirup air. Kemudian keduanya berkata, ‘Demikianlah kami melihat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu.’.”
Saya berkata: “Al-Hafizh Ibnu
Hajar tidak menyebutkan sanad hadits ini, tapi boleh dipastikan bahawa hadits
ini lemah kerana ‘Utsman bin ‘Affan, dalam riwayat Bukhary-Muslim dan
selainnya, telah mencontohkan cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dan beliau tidak memisahkan
antara kumur-kumur dan menghirup air. Demikian pula ‘Ali bin Abi Thalib, dalam
riwayat yang shahih dari beliau, mencontohi cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu,
tetapi tidak memisahkan antara kumur-kumur dan menghirup air.
Kemudian saya menemukan sanad
hadits Abu Wa`il Syaqiq bin Salamah yang disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar
tersebut, yaitu diriwayatkan oleh Ibnul Ja’d sebagaimana dalam Al-Ja’diyyat no.
3406 dan dari jalannya diriwayatkan oleh Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah no. 347
dari jalan ‘Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban, dari ‘Abdah bin Abi Lubabah,
dari Syaqiq bin Salamah, sama dengan lafazh yang disebut oleh Al-Hafizh Ibnu
Hajar tapi ‘Ali bin Abi Thalib tidak disebutkan.
Adapun ‘Abdurrahman bin Tsabit
bin Tsauban, yang ada di dalam sanad, adalah rawi yang dha’if maka hadits ini
adalah mungkar kerana menyelisihi riwayat para rawi yang tsiqah ‘terpercaya’
yang tidak menyebutkan lafazh ini.”
Maka sebagai kesimpulan, seluruh
hadits, yang menjelaskan bahawa kumur-kumur dipisah dari menghirup air, adalah
lemah.
Berkata Imam An-Nawawy dalam
Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab 1/398, “Adapun memisah (antara kumur-kumur dan
menghirup air-pent.), tidak ada sama sekali hadits yang tersabit ‘kuat, sah’.
Yang ada hanyalah hadits Thalhah bin Musharrif dan ia adalah (rawi yang)
lemah.”
Berkata Ibnul Qayyim dalam Zadul
Ma’ad 1/192-193, “Dan tidaklah datang (keterangan tentang) memisah antara
kumur-kumur dan menghirup air dalam hadits yang shahih sama sekali.”
Setelah membaca huraian lemahnya
hadits yang menjelaskan disyariatkannya memisahkan antara kumur-kumur dan
menghirup air, mungkin akan muncul pertanyaan di dalam fikiran, “Kalau cara
memisah antara kumur-kumur dan menghirup air itu salah, lalu bagaimana cara
yang benarnya?”
Jawapannya dari dua sisi:
Secara global,
kami menetapkan bahawa berkumur-kumur dan menghirup air adalah menggabungkannya
dengan cara mengambil air lalu digunakan untuk berkumur-kumur sekaligus
menghirup air.
Secara terperinci, dalam hadis
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
diterangkan tiga kaifiyah' cara 'dalam berkumur-kumur dan menghirup air.
Pertama, berkumur-kumur dan menghirup air secara serentak dari satu
telapak tangan sebanyak tiga kali cidukan. Hal ini diterangkan dalam beberapa
hadits, di antaranya hadits 'Abdullah bin Zaid riwayat Bukhary-Muslim.
فَتَمَضْمَضَ
وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثًا
“Maka beliau berkumur-kumur dan menghirup air dari satu telapak tangan.
Beliau mengerjakan itu sebanyak tiga kali.”
Kedua, berkumur-kumur dan menghirup air secara bersamaan sebanyak
tiga kali dari satu kali cidukan air dengan satu telapak tangan. Cara ini,
walaupun agak sukar dilaksanakan, tetapi membolehkan dan boleh dilakukan, sebab
kaifiyah ini telah diterangkan dalam hadits 'Abdullah bin Zaid riwayat Bukhary.
فَمَضْمَضَ
وَاسْتَنْثَرَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ مِنْ غُرْفَةٍ وَاحِدَةٍ
“Maka beliau berkumur-kumur dan
(menghirup air lalu) mengeluarkannya sebanyak tiga kali dari satu cidukan.”
Ketiga
,berkumur-kumur tiga kali lalu menghirup air tiga kali dari satu kali cidukan
dengan satu telapak tangan. Hal ini dijelaskan dalam hadits ‘Ali bin Abi
Thalib,
ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى فِي الْإِنَاءِ فَمَضْمَضَ ثَلاَثًا
وَاسْتَنْشَقَ ثَلاَثًا
“Kemudian beliau memasukkan tangan kanannya ke dalam bejana lalu
berkumur-kumur tiga kali dan menghirup air tiga kali.” (diriwayatkan olehAbu Daud,
An-Nasa`idan lain-lain, dan dishahihkan oleh Syaikh Muqbil dalam Jami’
Ash-Shahih dan Al-Hafizh, dalam At-Talkhish , menyebutkan jalan-jalan yang
banyak dari hadits ini)
Walaupun
hadits ini mengandung ihtimal ‘kemungkinan’,
tetapi zhahirnya menunjukkan kaifiyah tersendiri. Wallahu a’lam.
Baca
Ikhtiyarat Ibnu Qudamah 1/158, Al-Mughny 1/170-171, dan Al-Majmu’ 1/397-398.
Lalai Dalam Menyempurnakan Wudhu
Lalai dalam menyempurnakan wudhu,
sehingga menyebabkan ada bahgian dari anggota wudhu (anggota badan dalam
berwudhu) yang terluput dari basuhan air, adalah kesalahan besar, apalagi kalau
yang terluput dari basuhan air itu adalah anggota yang merupakan rukun wudhu,
maka wudhu dianggap batal. Dimaklumi bersama, bahwa anggota yang merupakan
rukun wudhu adalah yang tertera dalam ayat 5 surah Al-Maidah,
“Wahai orang-orang yang
beriman, jika kalian berdiri hendak mengerjakan shalat, maka cucilah
wajah-wajah kalian dan tangan-tangan kalian sampai ke siku, lalu usaplah
kepala-kepala kalian dan cucilah kaki-kaki kalian sampai ke mata kaki.”
Berikut ini beberapa dalil yang menunjukkan
kewajipan dan keutamaan menyempurnakan wudhu.
Pertama, hadits Abu Hurairah, bahawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajar seseorang yang jelek
shalatnya,
إِذَا
قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوْءَ
“Jika
kamu hendak shalat, maka sempurnakanlah wudhu.” (diriwayatkan oleh
Bukhary-Muslim)
Kedua, hadits Laqith
bin Saburah, bahawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
kepadanya:
أَسْبِغِ الْوُضُوْءَ
“Sempurnakanlah wudhu.”
(Diriwayatkan oleh Asy-Syafi’iy
dalam Al-Umm 1/52, Ahmad 4/32-33, ‘Abdurrazzaq no. 79, Abu ‘Ubaid dalam
Ath-Thahur no. 284, Ath-Thayalisy no. 171, Al-Bukhary dalam Al-Adab Al-Mufrad
no. 166, Abu Daud no. 141, Tirmidzy no. 788, Ibnu Majah no. 407, An-Nasa`i
1/66,79, Ibnul Mundzir dalam Al-Ausath 1/406-407, Ibnu Khuzaimah no. 150 168,
Ibnu Hibban no. 1053, 1087, Al-Hakim 1/247-248 dan 4/123, Al-Baihaqy 1/50, 51,
76 dan 7/303, Ath-Thabarany 19/no. 281, dan Ibnu ‘Abdil Barr 18/223.
Dishahihkan oleh Syaikhuna Muqbil dalam Al-Jami’ Ash-Shahih)
Ketiga, hadits Abu Hurairah dan ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash riwayat
Bukhary-Muslim dan hadits ‘Aisyah riwayat Muslim, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَيْلٌ
لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ
“Celakalah
tumit-tumit dari api neraka.”
Sebab wurud (pengucapan) hadits
adalah kerana sebahgian dari para shahabat yang berwudhu dan hanya mengusap di
atas kakinya, maka Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam menegur mereka dengan hadits di atas.
Keempat, hadits ‘Utsman bin ‘Affan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَا
مِنْ مُسْلِمٍ يَتَطَهَّرُ فَيُتِمُّ الطُّهُوْرَ الَّذِيْ كَتَبَ اللهُ عَلَيْهِ
فَيُصَلِّيْ هَذِهِ الصَّلَوَاتَ الْخَمْسَ إِلاَّ كَانَتْ كَفَّارَاتٍ لِمَا
بَيْنَهُمَا
“Tidaklah seorang muslim
berwudhu lalu ia menyempurnakan wudhu yang Allah tetapkan atasnya kemudian dia
mengerjakan shalat lima waktu, kecuali ia menjadi kaffarah (penggugur dosa) di
antara kelimanya.” (diriwayatkan oleh Muslim)
Kelima, hadits ‘Utsman bin ‘Affan riwayat Muslim, Rasulullah shallallahui ‘alahi wa sallam menyatakan:
مَنْ
تَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ فَأَسْبَغَ الْوُضُوْءَ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّلاَةِ
الْمَكْتُوْبَةِ فَصَلاَّهَا مَعَ النَّاسِ أَوْ مَعَ الْجَمَاعَةِ أَوْ فِي
الْمَسْجِدِ غَفَرَ اللهُ لَهُ ذُنُوْبَهُ
“Barangsiapa yang berwudhu untuk shalat,
lalu ia menyempurnakan wudhunya kemudian melangkah untuk mengerjakan shalat
wajib sehingga ia shalat wajib bersama orang-orang atau bersama jamaah atau di
mesjid, maka Allah mengampuni untuk dosa-dosanya.”
Mencuci Anggota Wudhu Lebih Dari Tiga Kali
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam mencuci anggota wudhu,
mencontohkan beberapa kaifiyah.
Kadang beliau mencuci anggota
wudhunya tiga-tiga kali,sebagaimana yang diterangkan dalam hadits yang sangat
banyak, seperti hadits ‘Utsman bin ‘Affan riwayat Bukhary-Muslim dan hadits
‘Abdullah bin Zaid riwayat Bukhary-Muslim.
Kadang pula
beliau mencuci anggota wudhunya dua-dua kali,sebagaimana dalam hadits ‘Abdullah
bin Zaid riwayat Bukhary,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ
تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘ alaihi wa sallam berwudhu 2 kali 2 kali.”
Kadang beliau
juga mencuci anggota wudhunya satu-satu kali, dan ini merupakan batasan
wajibnya. Hal ini diterangkan oleh Ibnu ‘Abbas dalam riwayat Bukhary,
تَوَضَّأَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ مَرَّةً مَرَّةً
“Nabi shallallahu ‘ alaihi wa
sallam berwudhu satu kali satu kali.”
Selain itu,
kadang beliau berselang-seling dalam mencucinya dengan cara mencuci sebagiannya
tiga kali, sebagian lain dua dan satu kali, sebagaimana praktik wudhu
Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa sallam
yang diperagakan oleh ‘Abdullah bin Zaid,
فَأَكْفَأَ
عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلاَثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهُمَا
فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثًا ثُمَّ
أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهُمَا فَغَسَلَ وَجَهَهُ ثَلاَثُا ثُمَّ أَدْخَلَ
يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهُمَا فَغَسَلَ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ مَرَّتَيْنِ
ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهُمَا فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ
بِيَدَيْهِ وَأَدْبَرَ ثُمَّ غَسَلَ رَجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ.
“Maka beliau menuangkan air di atas telapak tangannya
kemudian mencucinya tiga kali kemudian beliau memasukkan tangannya (ke dalam
bejana) lalu mengeluarkannya kemudian beliau berkumur-kumur dan menghirup air
dari satu telapak tangan, beliau lakukan itu tiga kali. Kemudian beliau
memasukkan tangannya lalu mengeluarkannya kemudian mencuci wajahnya tiga kali.
Kemudian beliau memasukkan tangannya lalu mengeluarkan kemudian mencuci kedua
tangannya sampai ke siku dua kali dua kali. Kemudian beliau memasukkan
tangannya lalu mengeluarkannya kemudian mengusap kepalanya; menggerakkan kedua
tangannya ke belakang dan mengedepankannya. Kemudian beliau mencuci kedua
kakinya sampai ke mata kaki.” (diriwayatkan oleh Bukhary-Muslim,
dan lafazh ini milik Muslim)
Ini tuntunan
Rasulullah shallallahu‘ alaihi wa sallam
dalam mencuci anggota wudhunya, tidak dinukil beliau mencuci anggota wudhunya
lebih dari tiga kali, bahkan yang ada adalah larangan melebihi tiga kali
sebagaimana yang diterangkan dalam hadits dari jalan ‘Amr bin Syu’aib dari
ayahnya dari kakeknya,
جَاءَ
أَعْرَابِيٌّ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ
يَسْأَلُهُ عَنِ الْوُضُوْءِ فَأَرَاهُ ثَلاَثًا ثَلاَثُا فَقَالَ : هَذَا
الْوُضُوْءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَسَاءَ وَتَعَدَّى وَظَلَمَ
“Datang seorang A’raby kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bertanya kepadanya tentang wudhu. Maka beliau memperlihatkan wudhu tiga-tiga
kali lalu beliau berkata, ‘Inilah wudhu, siapa yang menambah di atas ini maka
ia telah berbuat jelek, melampaui batas dan berbuat zhalim.’.”(Diriwayatkan
oleh Abu Daud no. 135, Ibnu Majah no. 422, An-Nasa`i no. 140, Ahmad 2/180,
Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqa no. 75, Ibnu Khuzaimah no. 174, Ath-Thahawy dalam
Syarh Musykil Al-Atsar 1/36 , Ibnul Mundzir dalam Al-Ausath 1/361 no. 329, dan
Al-Baihaqy 1/79 dengan sanad yang hasan)
Para ulama menyebutkan bahawa
dikatakan ia berbuat jelek kerana meninggalkan yang lebih utama dan dikatakan
melampaui batas kerana melampaui batasan sunnahnya dan dikatakan berbuat zhalim
kerana menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya.
Tapi, perlu diingat, bahawa
larangan mencuci anggota wudhu lebih dari tiga kali ini berlaku kalau anggota
wudhunya dengan tiga kali telah terbasuh sempurna dengan air, adapun seperti
orang yang berada di terik matahari atau semisalnya kemudian tatkala dia
membasuh anggota wudhunya tiga kali dan ternyata setelah itu masih ada bahgian
yang belum tersentuh oleh air maka di sini ia boleh menambah dan membasuh bahgian
yang belum tersentuh air tersebut berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan
di atas tentang kewajiban menyempurnakan wudhu.
Selain itu, para ulama berbeza
pendapat tentang larangan melebihkan cucian dari tiga kali, apakah larangan itu
bersifat makruh atau haram.
Imam Syafi’i dan mayoritas ulama
syafi’iyah menganggap hal tersebut makruh karahah tanzih ‘makruh yang tidak
sampai haram’.
Ibnul Mubarak berkata, “Saya
tidak menjamin seseorang yang melebihkan wudhunya lebih dari tiga kali bahwa ia
tidak berdosa.”
Berkata Ahmad dan Ishaq, “Tidak
ada yang menambah lebih dari tiga kali kecuali orang yang tertimpa
musibah/malapetaka.”
Imam Al-Bukhary berkata, “Dan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahawa kewajiban wudhu adalah
satu-satu kali dan beliau juga berwudhu dua-dua kali dan tiga-tiga kali dan
beliau tidak menambah di atas tiga kali, dan para ulama menganggap makruh
berlebihan di dalamnya dan melewati perbuatan Nabi shallallahu ‘ alaihi wa
alihi wa sallam .”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata, “Itu juga adalah bid’ah dan kesesatan menurut kesepakatan kaum
muslimin. Bukanlah sunnah dan bukan ketaatan dan qurbah ‘pendekatan diri’ dan
siapa yang mengerjakannya di atas dasar itu sebagai ibadah dan ketaatan maka
hendaknya dilarang dari hal tersebut. Kalau tidak mau, maka diberi ta’zir
‘hukuman pelajaran’ untuknya karena itu.”
Baca Al-Mughny 1/193-194, Shahih
Al-Bukhary bersama Fathul Bary 1/232-234, Al-Majmu’ 1/466-468, Al-Fatawa
21/168, Nailul Authar 1/218, dan lain-lain.
Mengusap
Kepala Tiga Kali
Mengusap kepala tiga kali juga
termasuk kesalahan-kesalahan dalam wudhu karena hal tersebut tidak dibangun di
atas landasan yang kuat.
Untuk mengetahui tidak kuatnya
landasan pendapat ini simak uraian pendapat para ulama dalam masalah ini.
Pendapat pertama , disunnahkan mengusap kepala
tiga kali. Ini adalah pendapat Imam Syafi’iy dan pengikutnya, pendapat Imam
Ahmad dalam satu riwayat, dan Daud Azh-Zhahiry. Dalilnya sebagai berikut:
1. Hadits-hadits yang disebutkan
di atas bahawa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam berwudhu tiga kali-tiga kali. Masuk di dalamnya tiga kali-tiga
kali.
2. Mereka juga berdalilkan dengan
hadits ‘Utsman bin ‘Affan dalam sebagian riwayat dengan lafazh,
وَمَسَحَ
رَأْسَهُ ثَلاَثًا
“Dan beliau
mengusap kepalanya tiga kali.”
Pendapat kedua, tidak disyariatkan mengusap kepala kecuali
satu kali. Ini merupakan pendapat jumhur ulama seperti Abu Hanifah, Malik,
Ahmad yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, Salim bin ‘Abdillah, An-Nakha’iy,
Mujahid, Thalhah bin Musharrif dan Al-Hakam bin ‘Utaibah.
Dalil akan kuatnya pendapat ini
sangat banyak, di antaranya:
* Hadits ‘Abdullah bin Zaid
riwayat Bukhary-Muslim,
ثُمَّ
مَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ وَأَدْبَرَ مَرَّةً وَاحِدَةً
“Kemudian beliau mengusap kepalanya mengedepankan
dan mengebelakangkannya satu kali.”
* Hadits ‘Ali
bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu
ketika beliau mencontohkan wudhu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam,
فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ مَرَّةً وَاحِدَةً
“Kemudian beliau mengusap kepalanya satu kali .”
Riwayat Abu
Daud no. 111, Tirmidzy no. 48, An-Nasa`i no. 92, Ahmad 1/154, Al-Baihaqy 1/68,
Al-Maqdasy no. 642, dan lain-lain. Dishahihkan oleh Syaikhuna Muqbil dalam
Al-Jami’ Ash-Shahih.
* Hadits-hadits yang sangat
banyak yang menjelaskan sifat wudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , yang hadits-hadits tersebut
menyebutkan seluruh anggota wudhu dicuci tiga kali kecuali kepala tidak
disebutkan berapa kali diusap. Ini menunjukkan bahwa jumlah usapan kepala
tidaklah sama dengan anggota yang lainnya.
Adapun dalil-dalil pendapat
pertama di jawab sebagai berikut,
1. Konteks hadits-hadits
yang menunjukkan bahawa Nabi shallallahu ‘ alaihi wa sallam mencuci anggota
wudhunya tiga kali-tiga kali adalah riwayat yang global/mutlak dan riwayat
global ini telah diterangkan secara rinci dalam hadits-hadits yang telah
disebutkan bahawa Nabi shallallahu ‘ alaihi wa sallam mengusap kepala satu
kali.
2. Seluruh hadits-hadits
yang menerangkan bahawa Nabi shallallahu ‘ alaihi wa sallam mengusap kepala
lebih dari satu kali adalah hadits-hadits yang lemah.
Penulis: Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi
Judul
Posted by: HAR
No comments:
Post a Comment