Kaum Hedonis
Islam adalah ajaran yang sempurna, sebuah sistem dan cara pandang
hidup yang lengkap, senang, dan mudah. Islam memberikan tuntunan berkait dengan
perkara yang bersifat individu dan yang berkaitan masalah kemasyarakatan. Semua
itu telah diatur oleh Islam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ
دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ
دِينًا
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, telah
Ku-cukupkan untukmu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu.” (al-Maidah: 3)
Islam mengajak manusia ke
alam nan bercahaya, terang benderang. Islam menarik manusia dari kegelapan dan
mengarahkannya menuju kehidupan yang penuh bermakna. Islam membebaskan manusia
dari kehampaan hidup, kekeringan jiwa, dan kehilangan arah kendalian hidup.
Melalui Islam, manusia menjadi mulia dan sukakan perkara mulia. Ia termasuk
dalam perkara dakwah dan perjuangan. Kebodohan yang tergumpal di dada manusia
kacau (gelisah),.berpecah-pecah tidak
keruan. Islam dengan sinarnya yang kemilau menghapuskan
kebodohan yang meliputi umat. Karena itu, berbahagialah manusia yang telah
diliputi oleh petunjuk, berpegang teguh dengan Islam dan menepis setiap nilai jahiliah.
Adapun orang-orang yang
berpaling dan tidak mau peduli terhadap kebenaran Islam, sungguh mereka adalah
orang-orang yang merugi. Hawa nafsu menjadi landasan pacu amalnya. Perilakunya
senantiasa diwarnai oleh noda hitam yang pekat, tidak merujuk kepada Islam, dan
lebih menyukai bersandar kepada sistem nilai kekufuran.
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ
الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ
الْخَاسِرِينَ
“Dan sesiapa yang mencari agama selain agama
Islam, maka tidak akan diterima daripadanya dan dia pada hari akhirat kelak
dari orang-orang yang rugi”. (Ali Imran: 85)
Lantaran keadaan mereka
yang gersang dari ajaran Islam, tanpa pemahaman dan amal yang lurus dan benar,
mereka lebih cenderung bergelut dengan beragam maksiat. Kehidupan dunia telah
banyak memerdayakannya. Mereka berlomba menikmati material sebanyak-banyaknya
tanpa memerhatikan nilai kebenaran walaupun semua itu palsu, tidak terkecuali
dari kalangan kaum muda Islam. Dengan slogan kata ‘modern’, mereka bergumul
meraup dunia. Mereka meninggalkan batas-batas dan meroboh rambu-rambu agama.
Halal-haram tak lagi menjadi pertimbangan dalam bersikap. Bagai sudah
kehilangan, mereka terjerat siasat Yahudi dan Nasrani. Tidak ada lagi
kecemburuan terhadap Islam. Ghirah untuk menampilkan diri sebagai keperbadian muslim yang taat pun hilang. Mata, hati, dan
pendengaran sudah tidak dapat lagi membezakan mana yang benar dan mana yang
salah. Mereka tidak ubahnya bagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menggambarkan
fenomena ini dalam ayat-Nya,
Karena keadaan hati yang buta dan tuli, banyak manusia menolak kebenaran. Bahkan, tidak sedikit yang melontarkan caci maki terhadap Islam dan kaum muslimin yang taat kepada ajarannya. Bagi mereka, Islam dianggap sebagai ajaran yang kolot, kuno, dan ortodoks. Islam hanya akan menegahkan kebebasan manusia, berekspresi, dan berperilaku. Orang-orang yang setia dan mengagungkan Islam mereka tuduh sebagai manusia yang tidak luas pengetahuan nya. Singkat kata, Islam hanya akan mengeluarkan pendapat yang apa yang diinginkannya dan hanya akan menyulitkan manusia. Islam hanya akan mempersempit ruang gerak kehidupannya, memasung kebebasannya, dan menyepitkan pergaulannya.
Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (al-Hajj: 78)
Gaya
hidup hedonis membentuk sikap mental manusia yang rapuh, mudah putus asa,
cenderung tidak mau bersusah payah, selalu ingin mengambil jalan pintas, tidak
hidup prihatin, dan bekerja keras. Seseorang yang terjebak gaya hidup hedonis akan mengambil bahagian yang
menyenangkan saja. Adapun perkara yang bakal meyusahkan, dia hindari. Dia tidak
mau peduli atau ambil berat bagaimana
orang tuanya bekerja keras siang dan malam, sementara itu dirinya hanya boleh melepak
di pasar raya, berkumpul dengan kalangan berduit, selalu memilih barang
berharga mahal meskipun menggunakan barang yang relatif murah. Asalkan dapat.
“Orang yang meninggal dunia
itu diikuti oleh tiga hal: keluarganya, hartanya, dan amalnya. Yang dua akan kembali,
adapun yang satu tetap tinggal. Yang kembali adalah keluarganya dan hartanya.
Adapun yang tetap (bersamanya) adalah amalnya.” (HR. al-Bukhari no. 6514 dan
Muslim no. 5)
Begitulah dunia, dia tidak akan selalu bersama pemiliknya. Dia akan terpisah, meninggalkan pemiliknya. Kaum hedonis amat sukar menerima kenyataan ini.
Wallahu a’lam.
وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ
“Sesungguhnya Kami jadikan
untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai
hati, tetapi tidak digunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah). Mereka
mempunyai mata, (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah). Mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan
lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (al-A’raf: 179)Karena keadaan hati yang buta dan tuli, banyak manusia menolak kebenaran. Bahkan, tidak sedikit yang melontarkan caci maki terhadap Islam dan kaum muslimin yang taat kepada ajarannya. Bagi mereka, Islam dianggap sebagai ajaran yang kolot, kuno, dan ortodoks. Islam hanya akan menegahkan kebebasan manusia, berekspresi, dan berperilaku. Orang-orang yang setia dan mengagungkan Islam mereka tuduh sebagai manusia yang tidak luas pengetahuan nya. Singkat kata, Islam hanya akan mengeluarkan pendapat yang apa yang diinginkannya dan hanya akan menyulitkan manusia. Islam hanya akan mempersempit ruang gerak kehidupannya, memasung kebebasannya, dan menyepitkan pergaulannya.
Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (al-Hajj: 78)
مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ
الْقُرْآنَ لِتَشْقَى
إِلَّا تَذْكِرَةً لِمَنْ
يَخْشَى
Kami tidak menurunkan
al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah, tetapi sebagai peringatan bagi
orang yang takut (kepada Allah).” (Thaha: 2—3)
Percakapan mereka hakikatnya menunjukkan bahawa mereka
tidak memahami Islam secara baik dan benar. Mungkin perkara itu, karena
kedengkian yang ada pada hati mereka. Kemungkinan-kemungkinan itu boleh saja
terjadi. Namun, yang jelas sikap kurang penyelidikan mereka terhadap Islam
sangat merugikan. Celah ini dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam dan kaum
muslimin. Upaya mereka untuk memadamkan cahaya Islam seakan mendapat angin
segar. Inilah gerakan yang diperingatkan melalui firman-Nya:
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا
نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ
الْكَافِرُونَ
“Mereka ingin hendak
memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah
tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.” (ash-Shaf:8 )
Akibat sikap buruk terhadap
Islam, mereka pun menetapkan aturan-aturan hidup yang bersumber dari hawa
nafsu. Mereka bangga melaksanakannya meskipun kemudian menimbulkan kerosakan di
semua garisan kehidupan. Dalam pergaulan antara jenis manusia, kerosakan kronis
telah begitu kuat mencengkeram. Kebebasan seksual, perilaku kerahiban (hidup
membujang), homoseks, lesbian, dan perilaku penyimpangan seksual lainnya telah
dianggap sebagai sesuatu yang biasa. Hubungan yang bercampur baur antara lelaki
dan wanita yang bukan mahram tidak lagi dianggap sebagai dosa yang harus
dijauhi.
Anehnya, tidak sedikit dari
kalangan umat Islam yang meniru dan bangga dengan hal itu. Tanpa rasa takut kepada
Allah Subhanahu wa
Ta’ala, tanpa malu, dan tanpa merasa malu mereka tiru mentah-mentah perbuatan
yang menyelisihi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya . Nabi SAW berkata:
“Sesungguhnya dari apa yang
telah manusia peroleh dari perkataan kenabian yang pertama, ‘Jika engkau tak
memiliki rasa malu, berbuatlah sekehendakmu’.” (HR. al-Bukhari no. 6120 dari
sahabat Abu Mas’ud as)
Menjelaskan hadith di atas,
asy-Syaikh Shalih bin Fauzan hafizahullah berkata, “Malu adalah perangai yang
agung. Sikap malu menyebabkan seseorang tercegah dari sesuatu yang akan
mengantarkan kepada perkara yang tak patut, saperti perbuatan-perbuatan yang
rendah dan hina, serta akhlak buruk. Oleh karena itu, sikap malu ini termasuk
dari cabang keimanan.” (al-Minhatu ar-Rabbaniyyah fi Syarhi al-Arba’in
an-Nawawiyah, hlm. 181)
Jika malu sudah tidak lagi
ada di dada, sikap tidak nyaman lantaran melanggar ketentuan Allah Subhanahu Wa
Ta’ala dan Rasul-Nya SAW menjadi sesuatu yang biasa. Tidak ada lagi kata malu.
Jangankan malu, malu saja tidak.
Dengan berbuat seperti itu,
seakan-akan mereka menganggap diri mereka sebagai orang yang menerapkan sistem
modern. Kalau tidak berbuat dan menerapkan perkara demikian, bakal merugikan
kehidupannya, masa depannya, dan segenap usahanya. Apa yang dilakukannya
seakan-akan merupakan langkah yang baik, selaras dengan prinsip hidup modern,
dan sesuai dengan keadaan masyarakat.
Fenomena ini digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam
firman-Nya:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ
بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا
أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ
صُنْعًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ
“Katakanlah
(wahai Muhammad): Mahukah Kami khabarkan kepada kamu akan orang-orang yang
paling rugi amal-amal perbuatannya? (Iaitu) orang-orang yang telah sia-sia amal
usahanya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahawa mereka
sentiasa betul dan baik pada apa sahaja yang mereka lakukan”. (al-Kahfi:
103—104)
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ
يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Patutkah
mereka berkehendak lagi kepada hukum-hukum jahiliah? Padahal kepada orang-orang
yang penuh keyakinan, tidak ada sesiapa yang boleh membuat hukum yang lebih
baik dari Allah”. (al-Maidah: 50)
Padahal, apa yang
dibanggakannya boleh menjadi sumber bencana. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
“Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (an-Nur: 63)
“Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (an-Nur: 63)
Maka dari itu, yang sekiranya perkara itu merupakan perbuatan yang
dilarang, hendaknya dijauhi. Sekiranya itu merupakan perintah untuk
dipraktikkan, maka tunaikanlah.
Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا
مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Apa yang telah kularang
padamu darinya, tinggalkanlah (jauhilah). Apa yang telah kuperintahkan
dengannya, tunaikanlah semampumu.” (HR. al-Bukhari no. 7288 dan Muslim no. 1337
dari sahabat Abu Hurairah as)
Meskipun demikian, masih ada sekelompok manusia yang menyandarkan
falsafah hidupnya hanya untuk meraup kesenangan. Ia tidak peduli kesenangan
yang didapatnya ditempuh dengan apa-apa cara pun. Baginya, kesenangan adalah
satu-satunya kebaikan. Prinsip hidup “asal senang” ini adalah prinsip hidup
kaum hedonis. Dalam KamusDewan Bahasa, hedonisme diertikan sebagai pegangan
atau pandangan hidup yg mementingkan keseronokan atau kesenangan hidup. Doktrin
hedonisme (asal katanya adalah hedone, bahasa Yunani yang berarti kesenangan) dibawa
oleh salah seorang murid Socrates yang bernama Aristippus.
Filsafat hedonisme
mengajarkan prinsip “Apa yang dilakukan dalam rangka meraup kesenangan atau
menghindari penderitaan. Kesenangan adalah satu-satunya kebaikan, dan mencapai
puncak kesenangan adalah satu-satunya kebajikan.” (Sejarah Pemahaman Psikologi
dari Masa Kelahiran sampai Masa Modern, Dr. C. George Boeree, hlm. 55)
Pemahaman ini diusung pula
oleh Sigmund Freud, seorang keturunan Yahudi yang melontarkan idea Principle of
Pleasure (Prinsip-Prinsip Kenikmatan). Freud melemparkan idea bahawa segala
sesuatu yang dilakukan oleh manusia akan bermuara pada soal ekspresi dan nafsu
seks. Dengan demikian, atas dasar kenikmatan dan kesenangan ini, tanpa
memerhatikan norma yang ada, serbuan pemahaman yang bertitik tekan pada
kesenangan dan kenikmatan hidup semata menyeruak masuk ke benak sebahagian
manusia. Tidak mengherankan apabila kemudian di tengah masyarakat muncul
iklan-iklan yang diwarnai oleh citra seksual. Begitu pula di sisi kehidupan
media massa
lainnya. Berita dan cerita yang beraroma nafsu berahi cenderung meningkat dan digila-gila.
Sadar atau tidak, gaya
hidup hedonis telah meresap dan menjadi bahagian hidup sebahagian masyarakat.
Apa yang melekat pada dirinya harus selalu bergaya mewah dan
elegan.
Padahal hidup di dunia ini
hanyalah main-main dan sendau gurau belaka. Adapun kampung akhirat adalah
perkara yang lebih utama.
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman;
وَمَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ
لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
"Dan
tidak (dinamakan) kehidupan dunia melainkan permainan yang sia-sia dan hiburan
yang melalaikan dan demi sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik bagi
orang-orang yang bertakwa. Oleh itu, tidakkah kamu mahu berfikir?" (al-An’am: 32)
Rasulullah SAW
mengibaratkan kehidupan dunia bagaikan seorang pengembara yang beristirahat di
bawah pohon. ketika letih telah hilang dari tubuhnya, penembara itu pun
melanjutkan perjalanannya. Pohon tempatnya berteduh dia tinggalkan. Itulah
dunia beserta kehidupan di dalamnya, sekadar tempat rehat seketika.
Nabi SAW bersabda,
مَا لِي وَلِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ
اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Apalah arti dunia bagiku.
Tiadalah (bagi) aku dalam perkara dunia melainkan seperti seorang pengelana
yang beristirahat di bawah pohon, lalu setelah itu meninggalkan (pohon)
tersebut.” (HR. at-Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah, dan al-Hakim.
Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani menyatakan hadits ini sahih dalam
Shahih al-Jami’ ash-Shaghir wa Ziyadatuhu no. 5669)
Dalam sebuah hadith dari
Abul Abbas Sahl bin Sa’d as-Sa’idi as disebutkan,
“Seorang lelaki datang
kepada Nabi SAW. Laki-laki itu berkata kepada Nabi SAW, ‘Wahai Rasulullah,
tunjukkanlah kepadaku satu amalan yang apabila aku mengamalkannya Allah akan
mencintaiku dan manusia akan mencintaiku.’ Jawab Rasulullah SAW, ‘Zuhudlah
dalam urusan dunia, Allah akan mencintaimu dan zuhudlah terhadap apa yang ada
di tangan manusia, nescaya manusia akan mencintaimu’.” (HR. Ibnu Majah no.
4102, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani t. Lihat
ash-Shahihah no. 944)
Sikap zuhud boleh dilakukan
oleh seorang hamba yang fakir ataupun yang memiliki harta kekayaan yang
melimpah. Bagi orang fakir, hendaknya dia berzuhud dengan tetap bersemangat
mencurahkan segenap kemampuannya bagi kehidupan akhiratnya. Adapun bagi yang
diberi limpahan harta kekayaan, dia berzuhud dengan segenap kemampuan dari
hartanya kegunaan kepentingan Islam dan kaum muslimin. Harta yang disalurkan untuk
hal itu akan membawa kebaikan baginya dan tidak akan membinasakannya.
(asy-Syaikh Muhammad al-Imam, Tahdzirul Basyar, hlm. 95)
Menyikapi kehidupan dunia dengan bimbingan syariat, nescaya akan menyelamatkan hamba dari tekanan hedonisme. Seseorang tidak akan diperbudak oleh dunia, tidak pula silau oleh kemilau dalam dunia yang menipu. Dunia hanyalah tempat singgah sementara, sedangkan kampung akhirat adalah tempat tujuan yang hakiki, tujuan nan abadi.
وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
“Adapun kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (al-A’la: 17)
Saat seseorang meninggalkan dunia fana ini menuju kampung akhirat, segenap harta kekayaan yang telah dikumpulkan selama hidupnya tidak akan dibawanya, kecuali kain kafan yang menyelimutinya.
Perkara ini dinyatakan oleh Rasulullah SAW;
Menyikapi kehidupan dunia dengan bimbingan syariat, nescaya akan menyelamatkan hamba dari tekanan hedonisme. Seseorang tidak akan diperbudak oleh dunia, tidak pula silau oleh kemilau dalam dunia yang menipu. Dunia hanyalah tempat singgah sementara, sedangkan kampung akhirat adalah tempat tujuan yang hakiki, tujuan nan abadi.
وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
“Adapun kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (al-A’la: 17)
Saat seseorang meninggalkan dunia fana ini menuju kampung akhirat, segenap harta kekayaan yang telah dikumpulkan selama hidupnya tidak akan dibawanya, kecuali kain kafan yang menyelimutinya.
Perkara ini dinyatakan oleh Rasulullah SAW;
يَتْبَعُ الْمَيَّتَ
ثَلَاثَةٌ: أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ، فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى
وَاحِدٌ، فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ
Begitulah dunia, dia tidak akan selalu bersama pemiliknya. Dia akan terpisah, meninggalkan pemiliknya. Kaum hedonis amat sukar menerima kenyataan ini.
Wallahu a’lam.
Ditulis oleh: Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin
Edit: HAR
No comments:
Post a Comment