Meluruskan
Aqidah Persiapan Menegakkan Hukum Allah
Sungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membuka peluang
seluas-luasnya bagi setiap hamba untuk meraih yang terbaik dalam hidupnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menuangkan kasih sayang kepada mereka melebihi
kasih sayang mereka terhadap diri mereka sendiri. Perkara ini sebagaimana
ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada seorang sahabat:
فَاللهُ أَرْحَمُ بِكَ
مِنْكَ بِهِ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ
“Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih sayang kepada dirimu daripada sayangmu
kepada dia (anakmu) dan Dia adalah Dzat yang paling penyayang di antara para
penyayang.” (Shahih al-Adabil Mufrad
no. 290)
Tidak ada perkara sekecil
apa pun yang akan membuahkan kebahagiaan melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah melimpahkannya kepada hamba-hamba-Nya. Yang menjadi pertanyaan, berapakah
jumlah hamba-Nya yang mengetahui bahawa Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyayanginya? Pertanyaan selanjutnya, berapa jumlah hamba-Nya yang berusaha
meraih kasih sayang tersebut?
وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ
كُلَّ شَيْءٍ
“Dan rahmat-Ku meliputi
segala sesuatu.” (Surah Al-A’raf: 156)
As-Sa’dit mengatakan,
“Rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala mencakup segala yang di atas dan di bawah,
pelaku kebaikan dan pelaku maksiat, mukmin dan kafir. Tidak ada satu makhluk
pun melainkan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala sampai kepadanya, demikian pula
kurnia serta kebaikan-Nya meliputi mereka. Namun, kasih sayang yang bersifat
menyeluruh, yang melahirkan kebahagiaan dunia dan akhirat, tidak akan diberikan
kepada seorang pun (melainkan orang-orang yang direadhai-Nya). Oleh karena itu,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَسَأَكْتُبُهَا
لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِنَا
يُؤْمِنُونَ
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ
الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ
“Maka akan Aku tetapkan
rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang
yang beriman kepada ayat-ayat kami. (iaitu) orang-orang yang mengikut rasul,
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang ummi.” (Surah Al-A’raf:
156—157)
Kasih Sayang yang Tidak
Terhingga
Bagi orang yang beriman,
tidak ada yang terbetik dalam benak, terlintas dalam sanubari, tergambar dalam
ingatan, ataupun terbayang di pelupuk mata, selain bahawa hidup di dunia ini
akan berakhir dan ia pasti akan menghadap Dzat yang Mahakuasa. Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah mempersiapkan seratus rahmat. Satu di antaranya telah
diturunkan ke dunia dan yang 99 disimpan di akhirat bagi orang yang beriman.
Salah satu bentuk kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala di dunia, Dia mengutus
para nabi dan rasul kepada mereka, menurunkan kitab-kitab kepada mereka, dan
menurunkan agama untuk mereka anuti. Namun, sangat sedikit dari mereka yang
ingin menyambut kasih sayang ini. Justru yang terjadi adalah sebaliknya, yang
ingkar dan kufur lebih banyak daripada yang beriman.
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ
الشَّكُورُ
“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (Surah
Saba : 13)
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ
مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ
سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ
يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
“Dan jika kamu menuruti
kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu
dari jalan Allah.” (Surah Al-An’am: 116)
Mengingat perkara ini,
dengan gembira dan lapang dada, orang-orang yang beriman akan menyambut segala
seruan para rasul yang diutus kepada mereka dan mengaplikasikan segala
bimbingan di dalam kitab tersebut dan berjalan dalam aturan agama yang dianutinya.
Satu rahmat di dunia ini mereka jadikan jambatan untuk mendapatkan 99 rahmat
yang dipersiapkan di akhirat kelak.
Islam, Sebuah Rahmat dan
Aturan yang Kukuh
Pernahkah Anda melihat bangunan yang kukuh dan megah? Anda mungkin
akan menjawab, “Ya.” Lalu, apakah komen Anda? Mungkin Anda tidak memberi komen
selain mengungkapkan rasa heran, “Betapa megah dan indahnya banguan ini.”
Keheranan semata tidak akan membuahkan pengetahuan bahawa bangunan yang kukuh
dan megah ini memiliki syarat-syaratnya. Oleh karena itu, mari kita menyedari
bahawa bangunan yang kukuh dan megah ini pasti berdiri di atas dasar yang kuat
dan handal. Jika bangunan tersebut
mengandung manipulasi keindahan dan terlihat kukuh tetapi tidak di atas dasar
yang kuat, nescaya tidak akan berumur panjang. Bangunan itu nescaya tidak akan
bertahan lama, dia akan segera hancur dan runtuh.
Islam sebagai agama rahmat dan
aturan yang kukuh merupakan dasar hidup menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Islam adalah sebuah bangunan yang indah dan sempurna. Di samping itu, Islam
juga menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Kekukuhan bangunan Islam berdiri di
atas lima dasar
yang kuat, dan masing-masingnya menjadi penumpang yang lain.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda:
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ؛ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيْتَاءِ
الزَّكَاةِ، وَالْحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun di atas lima dasar, iaitu (1) persaksian bahawa tidak ada sembahan yang benar selain
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Muhammad adalah rasul Allah, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan
zakat, (4) berhaji, dan (5) puasa pada bulan Ramadhan.” (Muttafaqun ‘alaih dari
sahabat Abdullah bin Umar )
Ibnu Rajab al-Hanbali t
menegaskan, “Yang dimaksud oleh hadith ini adalah bahawa Islam dibangun di atas
lima landasan.
Kelimanya bagaikan dasar dan pilar-pilar sebuah bangunan. Maksud perumpamaan
ini, bangunan tidak akan berdiri kukuh (tanpa lima dasar tersebut), sedangkan bahagian-bahagian
agama yang lain adalah penyempurna bangunan ini. Jika (bahagian-bahagian agama)
kurang maka akan mengakibatkan kekurangan pada bangunan itu, tetapi bangunan
tetap berdiri. Berbeza keadaannya jika dasar yang lima
ini tidak ada, Islam akan hilang tanpa diragukan lagi.” (Jami’ Ulumul al-Hikam
hlm. 62)
Akidah adalah Asas Dasar Islam
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus para rasul membawa misi
yang sama, iaitu mengajak mereka untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala semata dan meninggalkan segala bentuk peribadatan kepada selain Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Perkara ini telah ditegaskan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala di dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي
كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا
الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ
هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ
عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ
فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
“Dan sesungguhnya Kami
telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah
(saja), dan jauhilah thaghut itu.” Maka di antara umat itu ada orang-orang yang
diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah
pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (Surah An-Nahl: 36)
Kesamaan misi para Rasul ini sesungguhnya adalah pemberitahuan
umum dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada seluruh hamba bahawa:
- Kehancuran hidup dan
kebinasaannya akan terselesaikan dengan pemurnian tauhid kepada Allah
Subhanahu wa Ta’aa.
- Kehinaan dan kerendahan
akan hilang dengan dibersihkannya tampilan lahiriah dan keadaan batiniah oleh
akidah.
- Kerosakan dalam segala
bidang dan aspek, politik, perekonomian, aturan kenegaraan antara pemimpin dan
rakyat, akan terselesaikan dengan landasan akidah yang kokoh.
- Kesiapan untuk menerima
segala beban syariat dan menerima segala hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan Rasul-Nya harus dimulai dari pembenahan akidah.
- Landasan hidup menuju
kebahagiaan yang hakiki di dunia dan di akhirat adalah akidah yang benar.
Pembaca yang budiman, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus rasul
pertama kali ke muka bumi ini, Nabi Nuh Alaihissalam membawa mandat untuk
memurnikan akidah yang telah rusak. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّا أَرْسَلْنَا
نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ أَنْ أَنْذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ
قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي
لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ
أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ
وَاتَّقُوهُ وَأَطِيعُونِ
“Sesungguhnya Kami telah
mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan), “Berilah kaummu peringatan
sebelum datang kepadanya azab yang pedih.” Dia pun (menyeru mereka dengan)
berkata: “Wahai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang
menjelaskan kepada kamu, (iaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya
dan taatlah kepadaku.” (Surah Nuh: 1—3)
Tugas besar yang disebar oleh
Nabi Nuh Alaihissalam mendapatkan tentangan yang keras dari kaumnya. Bahkan,
kaumnya sempat mengatakan kepada beliau, “Sesungguhnya kami melihat engkau
berada dalam kesesatan yang nyata.”
Tidak ada seorang rasul pun yang diutus oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala kepada suatu kaum melainkan dalam keadaan rosaknya semua lini kehidupan mereka. Allah
Maha Mengetahui obat kerosakan tersebut sehingga setiap rasul yang Dia utus
diperintahkan untuk memulai dakwahnya dengan memurnikan tauhid kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Tugas yang disebar oleh Nabi Nuh Alaihissalam ditutup oleh Nabi kita, Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam , yang diutus kepada kaum yang juga ingkar dan kufur kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Akibat Kerusakan Akidah ……………………..
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah mengatakan,
“Penyimpangan dari akidah yang benar adalah kebinasaan dan kehancuran kerana
akidah yang benar adalah pendorong yang kuat untuk melakukan amal yang
bermanfaat. Jika seseorang tidak berada di atas akidah yang benar, nescaya dia
akan menjadi penampung segala waham (sangkaan atau alasan-alasan yang
samar-samar-jauh daripada yakin) dan
keraguan. Boleh jadi, keraguan itu menguasai hidupnya sehingga menjadikan
kehidupannya sempit. Dia lalu berusaha melepaskan diri dari kesempitan hidup
itu dengan bunuh diri, sebagaimana yang terjadi pada beberapa orang yang tidak
mendapatkan hidayah berupa akidah yang benar. Jika sebuah masyarakat tidak
melandasi hidup mereka dengan akidah yang benar, nescaya akan terwujud
kehidupan yang layaknya binatang. Akan hilang manfaat segala perkara yang menunjang
(menyokong) terwujudnya kehidupan yang bahagia. Kemampuan material yang mereka
miliki justru akan menggiring mereka menuju kebinasaan. Perkara ini boleh
disaksikan di negeri-negeri kafir.
Kekuatan material /bahan (yang dijadikan bahan berfikir/berunding)
harus disokong
oleh bimbingan
dan arahan sehingga boleh mewujudkan kehidupan yang istimewa dan bermanfaat.
Tidak ada yang boleh memandu ke arah ini selain akidah yang benar. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Wahai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang soleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Surah Al-Mu’minun: 51)
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Wahai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang soleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Surah Al-Mu’minun: 51)
وَلَقَدْ آتَيْنَا
دَاوُدَ مِنَّا فَضْلًا يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا لَهُ
الْحَدِيدَ
“Dan
demi sesungguhnya, Kami telah memberikan kepada Nabi Daud limpah kurnia dari
Kami (sambil Kami berfirman): Hai gunung-ganang, ulang-ulangilah mengucap
tasbih bersama-sama dengan Nabi Daud dan wahai burung-burung (bertasbihlah
bersama-sama dengannya)! Dan juga telah melembutkan besi baginya”; (Surah
Saba ’:10)
أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ
وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
(Serta
Kami wahyukan kepadanya): Buatlah baju-baju besi yang luas labuh dan
sempurnakanlah jalinannya sekadar yang dikehendaki dan kerjakanlah kamu (wahai
Daud dan umatmu) amal-amal yang soleh, sesungguhnya Aku Maha Melihat akan
segala yang kamu kerjakan” (Surah Saba’: 11)
وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ
غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ وَأَسَلْنَا
لَهُ عَيْنَ الْقِطْرِ
وَمِنَ الْجِنِّ مَنْ يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِإِذْنِ رَبِّهِ
أَمْرِنَا نُذِقْهُ مِنْ
عَذَابِ السَّعِيرِ وَمَنْ يَزِغْ
مِنْهُمْ عَنْ
“Dan
Kami kurniakan kepada Nabi Sulaiman kuasa menggunakan angin untuk
perjalanannya: sepagi perjalanannya adalah menyamai perjalanan biasa sebulan
dan sepetang perjalanannya adalah menyamai perjalanan biasa sebulan dan Kami alirkan
baginya mata air dari tembaga dan (Kami mudahkan) sebahagian dari jin untuk
bekerja di hadapannya dengan izin Tuhannya dan sesiapa dari jin itu yang
menyeleweng dari perintah Kami, Kami akan merasakannya (pukulan) dari azab api
Neraka”. (Saba ’: 12)
يَعْمَلُونَ لَهُ مَا
يَشَاءُ مِنْ مَحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ
كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ
رَاسِيَاتٍ اعْمَلُوا آلَ دَاوُدَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Golongan jin itu membuat untuk Nabi Sulaiman
apa yang dia kehendaki dari bangunan-bangunan yang tinggi dan patung-patung dan
pinggan-pinggan hidangan yang besar seperti kolam, serta periuk-periuk besar
yang tetap di atas tukunya. (Setelah itu Kami perintahkan): Beramallah kamu
wahai keluarga Daud untuk bersyukur! Dan sememangnya sedikit sekali di antara
hamba-hambaKu yang bersyukur”. (Surah Saba ’:13)
“Dan
demi sesungguhnya, Kami telah memberikan kepada Nabi Daud limpah kurnia dari
Kami (sambil Kami berfirman): Hai gunung-ganang, ulang-ulangilah mengucap
tasbih bersama-sama dengan Nabi Daud dan wahai burung-burung (bertasbihlah
bersama-sama dengannya)! Dan juga telah melembutkan besi baginya;
Maka dari itu, kekuatan akidah wajib ada sebagai sokongan kekuatan
material (yang dijadikan bahan
berfikir/berunding). Jika kekuatan material/bahan terlepas darinya maka ia menjadi perantara
menuju kehancuran dan kebinasaan sebagaimana yang boleh disaksikan di
negara-negara kafir yang memiliki kekuatan material/bahan-bahan namun tidak
memiliki akidah yang benar.” (Aqidah at-Tauhid hlm. 13)
Periode (edaran masa) Mekkah
Sebelum Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam kita diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sungguh kita
mengetahui bagaimana kehidupan orang-orang jahiliah. Kerosakan menimpa mereka
pada segala sisi sehingga kehormatan, darah, dan harta benda tidak memiliki
harga sedikitpun. Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap
perkara-perkara tersebut. Dalam keadaan kerosakan pada segala sisi inilah Allah
Subhanahu wa Ta’ala memilih Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai
utusan-Nya kepada mereka. Dari manakah Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan
beliau untuk memulai? Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskannya di dalam
firman-Nya:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Maka ketahuilah, bahawa sesungguhnya tiada Tuhan yang berhak
disembah melainkan Allah.” (Surah Muhammad: 19)
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ
وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
“Oleh
itu, sampaikanlah secara berterus-terang apa yang diperintahkan kepadamu (wahai
Muhammad) dan janganlah engkau hiraukan bantahan dan tentangan kaum kafir
musyrik itu.” (Surah Al-Hijr:94)
Dalam sebuah hadith, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa salam
bersabda:
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka
mempersaksikan bahawa tidak ada sembahan yang benar melainkan Allah dan
Muhammad adalah rasul Allah. Mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan bila
mereka melakukan semuanya, nescaya mereka telah memelihara darah dan harta
mereka kecuali dengan hak Islam dan hisab mereka di sisi Allah.” (HR.
al-Bukhari dari Ibnu Umar )
Al-Imam Ahmad dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Rabi’ah bin ‘Abbad
ad-Daili, yang mengalami masa jahiliah lalu masuk Islam.
Ia berkata, “Pada masa jahiliah, saya melihat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa salam di pasar Dzil Majaz mengatakan:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قُولُوا: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ؛ تُفْلِحُوا
“Wahai sekalian manusia, ucapkanlah kalimat La ilaha illallah nescaya
kalian akan beruntung.” (Lihat Shahih Sirah an-Nabawiyah karya asy-Syaikh
al-Albani hlm. 142)
Tapak tilas
(bangunan dimasa yang lampau) dakwah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa salam di
kota Mekkah
benar-benar menjadi bukti sejarah Islam semasa bahawa problem hidup dengan
segala kerosakan dan kehancurannya boleh diselesaikan oleh akidah dan tauhid.
Dari sini kita mengetahui bahawa jika sebuah bangunan berdiri tanpa dasar yang
kukuh, pasti akan hancur. Demikian juga, apabila kehidupan ini tidak dilandasi
oleh akidah yang benar, nescaya akan binasa. Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan
hafizhahullah berkata, “Akidah yang benar
adalah asas berdirinya agama.
Dengannya pula amalan akan diterima, sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala:
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah ia mengerjakan
amal yang soleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah
kepada Rabbnya.” (Surah Al-Kahfi: 110)
وَلَقَدْ
أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ
لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan
sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu (wahai Muhammad) dan kepada Nabi-nabi
yang terdahulu daripadamu: Demi sesungguhnya! jika engkau (dan
pengikut-pengikutmu) mempersekutukan (sesuatu yang lain dengan Allah) tentulah
akan gugur amalmu dan engkau akan tetap menjadi dari orang-orang yang rugi”. (Surah Az-Zumar: 65)
إِنَّا
أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ
الدِّينَ
“Sesungguhnya
Kami menurunkan Al-Quran ini kepadamu (wahai Muhammad) dengan membawa
kebenaran; oleh itu hendaklah engkau menyembah Allah dengan mengikhlaskan
segala ibadat dan bawaanmu kepadaNya”. (Surah Az-Zumar:2)
أَلَا
لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ
أَوْلِيَاءَ مَا
نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ
بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ
إِنَّ اللَّهَ لَا
يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Ingatlah!
(Hak yang wajib dipersembahkan) kepada Allah ialah segala ibadat dan bawaan
yang suci bersih (dari segala rupa syirik) dan orang-orang musyrik yang
mengambil selain dari Allah untuk menjadi pelindung dan penolong (sambil
berkata): Kami tidak menyembah atau memujanya melainkan supaya mereka
mendampingkan kami kepada Allah sehampir-hampirnya, sesungguhnya Allah akan
menghukum di antara mereka (dengan orang-orang yang tidak melakukan syirik)
tentang apa yang mereka berselisihan padanya. Sesungguhnya Allah tidak memberi
hidayat petunjuk kepada orang-orang yang tetap berdusta (mengatakan yang
bukan-bukan), lagi sentiasa kufur (dengan melakukan syirik)”. (Suraah
Az-Zumar3)
Ayat-ayat ini dan yang semakna dengannya—yang banyak
jumlahnya—menunjukkan bahawa semua amalan akan diterima apabila bersih dari
kesyirikan. Dari sinilah perhatian pertama kali para rasul adalah memperbaiki
akidah. Yang pertama kali mereka serukan kepada kaumnya adalah beribadah kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala semata dan meninggalkan segala bentuk penyembahan
kepada selain-Nya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي
كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
فَمِنْهُمْ
مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا
فِي الْأَرْضِ
فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
“Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus dalam kalangan tiap-tiap umat seorang Rasul
(dengan memerintahkannya menyeru mereka): Hendaklah kamu menyembah Allah dan
jauhilah taghut. Maka di antara mereka (yang menerima seruan Rasul itu), ada
yang diberi hidayat petunjuk oleh Allah dan ada pula yang berhak ditimpa
kesesatan. Oleh itu mengembaralah kamu di bumi, kemudian lihatlah bagaimana
buruknya kesudahan umat-umat yang mendustakan Rasul-rasulnya”.
(Surah An Nahl:36) (Lihat Aqidah at-Tauhid hlm. 9)
Periode (edaran masa) Medinah
Tiga belas tahun Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa salam berdakwah di kota
Makkah mengembalikan ajaran bapak tauhid, Ibrahim Alaihissalam, yang sudah
hilang. Beliau Alaihissalam mengibarkan
bendera tauhid dan meruntuhkan tahta berhalaisme dalam kalbu sebelum menghancurkan
wujudnya. Beliau Alaihissalam juga membangun dasar kehidupan yang kukuh di
atas akidah yang suci dan mengembalikan fitrah yang sudah rosak kerana ajaran
Amr bin Lu’ai al-Khuza’i. Meskipun beliau Alaihissalam menghadapi tentangan yang sangat
dahsyat, namun satu orang demi satu orang, bahkan satu keluarga, membesarkan
jiwa para pengikut agama dalam keasingannya
Allah Subhanahu wa Ta’ala lalu
memerintahkan mereka melakukan hijrah. Negeri yang dipilihkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala sebagai tempat bernaung dan mengatur strategi adalah kota Medinah yang dulunya
bernama Yatsrib. Dalam perjalanan berjalan kaki menuju negeri yang jauh ini,
kaum kafir Quraisy tidak berhenti berupaya membendung dakwah Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa salam. Mereka berusaha memadamkannya dengan cara menangkap beliau
baik dalam dasar masih hidup maupun mati. Namun, makar jahat mereka ada yang
mengawasinya. Mereka tidak boleh mengelak dari kehendak Allah Subhanahu wa
Ta’ala . Allah Subhanahu wa Ta’ala pun menimpakan kegagalan kepada mereka.
Sesampainya di Yatsrib,
hidup baru mulai dijalani. Strategi hidup mulai dirancang dan bendera tauhid
semakin berkibar. Dasar hidup pun tersusun dengan rapi dan kukuh. Para
pembela dan penolong agama berdiri tegak. Kesucian lahiriah dan batiniah
menghiasi diri mereka, yang dipimpin oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Salam. Negara Islam pun berdiri. Hukum-hukum Allah Allah Subhanahu wa Ta’ala
dijalankan dengan penuh ketundukan, didasari
oleh:
1. Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Salam
yang dimulai dari pemurnian akidah.
2. Kebersihan hidup lahiriah dan batiniah, disertai kebagusan hubungan mereka dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala .
3. Kesiapan yang sangat mendukung dari pemimpin dan rakyatnya yang semuanya berada pada jalan yang diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
4. Ilmu agama yang murni.
2. Kebersihan hidup lahiriah dan batiniah, disertai kebagusan hubungan mereka dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala .
3. Kesiapan yang sangat mendukung dari pemimpin dan rakyatnya yang semuanya berada pada jalan yang diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
4. Ilmu agama yang murni.
Di kota
inilah semua ajaran Islam disempurnakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan
kesempurnaannya, sempurnalah pula tugas Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Salam. sebagai utusan yang telah memperbarui
tatanan kehidupan. Allah Subhanahu wa
Ta’ala menjadikan umatnya sebagai umat yang paling mulia dibandingkan dengan
umat-umat sebelumnya. Generasi yang hidup bersama beliau pun menjadi generasi
terbaik.
Dari pembahasan yang
singkat ini, kita menyimpulkan bahawa tidaklah sebuah Negara Islam akan berdiri
melainkan harus berlandaskan akidah yang benar. Tidak akan tegak
hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala di
muka bumi melainkan dengan memurnikan tauhid kepada Allah Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Dengan misi yang sama inilah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para
rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Wallahu a’lam.
ditulis
oleh: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman
di-edit oleh: HAR
No comments:
Post a Comment