"Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan tiada aku termasuk di antara orang-orang yang musyrik" (QS Yusuf:108)

29 May, 2012


Meluruskan Aqidah Persiapan Menegakkan Hukum Allah



Sungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membuka peluang seluas-luasnya bagi setiap hamba untuk meraih yang terbaik dalam hidupnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menuangkan kasih sayang kepada mereka melebihi kasih sayang mereka terhadap diri mereka sendiri. Perkara ini sebagaimana ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada seorang sahabat:
فَاللهُ أَرْحَمُ بِكَ مِنْكَ بِهِ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ
“Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih sayang kepada dirimu daripada sayangmu kepada dia (anakmu) dan Dia adalah Dzat yang paling penyayang di antara para penyayang.” (Shahih al-Adabil Mufrad no. 290)
Tidak ada perkara sekecil apa pun yang akan membuahkan kebahagiaan melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melimpahkannya kepada hamba-hamba-Nya. Yang menjadi pertanyaan, berapakah jumlah hamba-Nya yang mengetahui bahawa Allah Subhanahu wa Ta’ala menyayanginya? Pertanyaan selanjutnya, berapa jumlah hamba-Nya yang berusaha meraih kasih sayang tersebut?
وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ
“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.” (Surah Al-A’raf: 156)
As-Sa’dit mengatakan, “Rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala mencakup segala yang di atas dan di bawah, pelaku kebaikan dan pelaku maksiat, mukmin dan kafir. Tidak ada satu makhluk pun melainkan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala sampai kepadanya, demikian pula kurnia serta kebaikan-Nya meliputi mereka. Namun, kasih sayang yang bersifat menyeluruh, yang melahirkan kebahagiaan dunia dan akhirat, tidak akan diberikan kepada seorang pun (melainkan orang-orang yang direadhai-Nya). Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ
“Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami. (iaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang ummi.” (Surah Al-A’raf: 156—157)
Kasih Sayang yang Tidak Terhingga
Bagi orang yang beriman, tidak ada yang terbetik dalam benak, terlintas dalam sanubari, tergambar dalam ingatan, ataupun terbayang di pelupuk mata, selain bahawa hidup di dunia ini akan berakhir dan ia pasti akan menghadap Dzat yang Mahakuasa. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mempersiapkan seratus rahmat. Satu di antaranya telah diturunkan ke dunia dan yang 99 disimpan di akhirat bagi orang yang beriman.
Salah satu bentuk kasih sayang Allah  Subhanahu wa Ta’ala di dunia, Dia mengutus para nabi dan rasul kepada mereka, menurunkan kitab-kitab kepada mereka, dan menurunkan agama untuk mereka anuti. Namun, sangat sedikit dari mereka yang ingin menyambut kasih sayang ini. Justru yang terjadi adalah sebaliknya, yang ingkar dan kufur lebih banyak daripada yang beriman.
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (Surah Saba: 13)
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ
سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (Surah Al-An’am: 116)
Mengingat perkara ini, dengan gembira dan lapang dada, orang-orang yang beriman akan menyambut segala seruan para rasul yang diutus kepada mereka dan mengaplikasikan segala bimbingan di dalam kitab tersebut dan berjalan dalam aturan agama yang dianutinya. Satu rahmat di dunia ini mereka jadikan jambatan untuk mendapatkan 99 rahmat yang dipersiapkan di akhirat kelak.
Islam, Sebuah Rahmat dan Aturan yang Kukuh
Pernahkah Anda melihat bangunan yang kukuh dan megah? Anda mungkin akan menjawab, “Ya.” Lalu, apakah komen Anda? Mungkin Anda tidak memberi komen selain mengungkapkan rasa heran, “Betapa megah dan indahnya banguan ini.” Keheranan semata tidak akan membuahkan pengetahuan bahawa bangunan yang kukuh dan megah ini memiliki syarat-syaratnya. Oleh karena itu, mari kita menyedari bahawa bangunan yang kukuh dan megah ini pasti berdiri di atas dasar yang kuat dan handal. Jika bangunan tersebut mengandung manipulasi keindahan dan terlihat kukuh tetapi tidak di atas dasar yang kuat, nescaya tidak akan berumur panjang. Bangunan itu nescaya tidak akan bertahan lama, dia akan segera hancur dan runtuh.
Islam sebagai agama rahmat dan aturan yang kukuh merupakan dasar hidup menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Islam adalah sebuah bangunan yang indah dan sempurna. Di samping itu, Islam juga menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Kekukuhan bangunan Islam berdiri di atas lima dasar yang kuat, dan masing-masingnya menjadi penumpang yang lain.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  telah bersabda:
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ؛ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالْحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun di atas lima dasar, iaitu (1) persaksian bahawa tidak ada sembahan yang benar selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Muhammad adalah rasul Allah, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) berhaji, dan (5) puasa pada bulan Ramadhan.” (Muttafaqun ‘alaih dari sahabat Abdullah bin Umar )
Ibnu Rajab al-Hanbali t menegaskan, “Yang dimaksud oleh hadith ini adalah bahawa Islam dibangun di atas lima landasan. Kelimanya bagaikan dasar dan pilar-pilar sebuah bangunan. Maksud perumpamaan ini, bangunan tidak akan berdiri kukuh (tanpa lima dasar tersebut), sedangkan bahagian-bahagian agama yang lain adalah penyempurna bangunan ini. Jika (bahagian-bahagian agama) kurang maka akan mengakibatkan kekurangan pada bangunan itu, tetapi bangunan tetap berdiri. Berbeza keadaannya jika dasar yang lima ini tidak ada, Islam akan hilang tanpa diragukan lagi.” (Jami’ Ulumul al-Hikam hlm. 62)
Akidah adalah Asas Dasar Islam
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus para rasul membawa misi yang sama, iaitu mengajak mereka untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata dan meninggalkan segala bentuk peribadatan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Perkara ini telah ditegaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا
الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ
عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ 
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu.” Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (Surah An-Nahl: 36)
Kesamaan misi para Rasul ini sesungguhnya adalah pemberitahuan umum dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada seluruh hamba bahawa:
- Kehancuran hidup dan kebinasaannya akan terselesaikan dengan pemurnian tauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’aa.
- Kehinaan dan kerendahan akan hilang dengan dibersihkannya tampilan lahiriah dan keadaan batiniah oleh akidah.
- Kerosakan dalam segala bidang dan aspek, politik, perekonomian, aturan kenegaraan antara pemimpin dan rakyat, akan terselesaikan dengan landasan akidah yang kokoh.
- Kesiapan untuk menerima segala beban syariat dan menerima segala hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya harus dimulai dari pembenahan akidah.
- Landasan hidup menuju kebahagiaan yang hakiki di dunia dan di akhirat adalah akidah yang benar.
Pembaca yang budiman, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus rasul pertama kali ke muka bumi ini, Nabi Nuh Alaihissalam membawa mandat untuk memurnikan akidah yang telah rusak. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ أَنْ أَنْذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ
أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ وَأَطِيعُونِ
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan), “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih.” Dia pun (menyeru mereka dengan) berkata: “Wahai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (iaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku.” (Surah Nuh: 1—3)
Tugas besar yang disebar oleh Nabi Nuh Alaihissalam mendapatkan tentangan yang keras dari kaumnya. Bahkan, kaumnya sempat mengatakan kepada beliau, “Sesungguhnya kami melihat engkau berada dalam kesesatan yang nyata.”
Tidak ada seorang rasul pun yang diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada suatu kaum melainkan dalam keadaan rosaknya semua lini kehidupan mereka. Allah Maha Mengetahui obat kerosakan tersebut sehingga setiap rasul yang Dia utus diperintahkan untuk memulai dakwahnya dengan memurnikan tauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tugas yang disebar oleh Nabi Nuh Alaihissalam  ditutup oleh Nabi kita, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam , yang diutus kepada kaum yang juga ingkar dan kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Akibat Kerusakan Akidah ……………………..


Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah mengatakan, “Penyimpangan dari akidah yang benar adalah kebinasaan dan kehancuran kerana akidah yang benar adalah pendorong yang kuat untuk melakukan amal yang bermanfaat. Jika seseorang tidak berada di atas akidah yang benar, nescaya dia akan menjadi penampung segala waham (sangkaan atau alasan-alasan yang samar-samar-jauh daripada yakin)  dan keraguan. Boleh jadi, keraguan itu menguasai hidupnya sehingga menjadikan kehidupannya sempit. Dia lalu berusaha melepaskan diri dari kesempitan hidup itu dengan bunuh diri, sebagaimana yang terjadi pada beberapa orang yang tidak mendapatkan hidayah berupa akidah yang benar. Jika sebuah masyarakat tidak melandasi hidup mereka dengan akidah yang benar, nescaya akan terwujud kehidupan yang layaknya binatang. Akan hilang manfaat segala perkara yang menunjang (menyokong) terwujudnya kehidupan yang bahagia. Kemampuan material yang mereka miliki justru akan menggiring mereka menuju kebinasaan. Perkara ini boleh disaksikan di negeri-negeri kafir.
Kekuatan material /bahan (yang dijadikan bahan berfikir/berunding) harus disokong oleh bimbingan dan arahan sehingga boleh mewujudkan kehidupan yang istimewa dan bermanfaat. Tidak ada yang boleh memandu ke arah ini selain akidah yang benar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Wahai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang soleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Surah Al-Mu’minun: 51)

وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُدَ مِنَّا فَضْلًا يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ
“Dan demi sesungguhnya, Kami telah memberikan kepada Nabi Daud limpah kurnia dari Kami (sambil Kami berfirman): Hai gunung-ganang, ulang-ulangilah mengucap tasbih bersama-sama dengan Nabi Daud dan wahai burung-burung (bertasbihlah bersama-sama dengannya)! Dan juga telah melembutkan besi baginya”; (Surah Saba’:10)
أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
(Serta Kami wahyukan kepadanya): Buatlah baju-baju besi yang luas labuh dan sempurnakanlah jalinannya sekadar yang dikehendaki dan kerjakanlah kamu (wahai Daud dan umatmu) amal-amal yang soleh, sesungguhnya Aku Maha Melihat akan segala yang kamu kerjakan” (Surah Saba’: 11)
وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ وَأَسَلْنَا
لَهُ عَيْنَ الْقِطْرِ وَمِنَ الْجِنِّ مَنْ يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِإِذْنِ رَبِّهِ
أَمْرِنَا نُذِقْهُ مِنْ عَذَابِ السَّعِيرِ وَمَنْ يَزِغْ مِنْهُمْ عَنْ 
“Dan Kami kurniakan kepada Nabi Sulaiman kuasa menggunakan angin untuk perjalanannya: sepagi perjalanannya adalah menyamai perjalanan biasa sebulan dan sepetang perjalanannya adalah menyamai perjalanan biasa sebulan dan Kami alirkan baginya mata air dari tembaga dan (Kami mudahkan) sebahagian dari jin untuk bekerja di hadapannya dengan izin Tuhannya dan sesiapa dari jin itu yang menyeleweng dari perintah Kami, Kami akan merasakannya (pukulan) dari azab api Neraka”. (Saba’: 12)
يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاءُ مِنْ مَحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ
كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَاسِيَاتٍ اعْمَلُوا آلَ دَاوُدَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Golongan jin itu membuat untuk Nabi Sulaiman apa yang dia kehendaki dari bangunan-bangunan yang tinggi dan patung-patung dan pinggan-pinggan hidangan yang besar seperti kolam, serta periuk-periuk besar yang tetap di atas tukunya. (Setelah itu Kami perintahkan): Beramallah kamu wahai keluarga Daud untuk bersyukur! Dan sememangnya sedikit sekali di antara hamba-hambaKu yang bersyukur”. (Surah Saba’:13)
“Dan demi sesungguhnya, Kami telah memberikan kepada Nabi Daud limpah kurnia dari Kami (sambil Kami berfirman): Hai gunung-ganang, ulang-ulangilah mengucap tasbih bersama-sama dengan Nabi Daud dan wahai burung-burung (bertasbihlah bersama-sama dengannya)! Dan juga telah melembutkan besi baginya;
Maka dari itu, kekuatan akidah wajib ada sebagai sokongan kekuatan material (yang dijadikan bahan berfikir/berunding). Jika kekuatan material/bahan terlepas darinya maka ia menjadi perantara menuju kehancuran dan kebinasaan sebagaimana yang boleh disaksikan di negara-negara kafir yang memiliki kekuatan material/bahan-bahan namun tidak memiliki akidah yang benar.” (Aqidah at-Tauhid hlm. 13)
Periode (edaran masa) Mekkah
Sebelum Nabi Shallallahu ‘Alaihi  wa Sallam kita diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sungguh kita mengetahui bagaimana kehidupan orang-orang jahiliah. Kerosakan menimpa mereka pada segala sisi sehingga kehormatan, darah, dan harta benda tidak memiliki harga sedikitpun. Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap perkara-perkara tersebut. Dalam keadaan kerosakan pada segala sisi inilah Allah Subhanahu wa Ta’ala memilih Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai utusan-Nya kepada mereka. Dari manakah Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau untuk memulai? Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskannya di dalam firman-Nya:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Maka ketahuilah, bahawa sesungguhnya tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah.” (Surah Muhammad: 19)
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
“Oleh itu, sampaikanlah secara berterus-terang apa yang diperintahkan kepadamu (wahai Muhammad) dan janganlah engkau hiraukan bantahan dan tentangan kaum kafir musyrik itu.” (Surah Al-Hijr:94)
Dalam sebuah hadith, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa salam bersabda:
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mempersaksikan bahawa tidak ada sembahan yang benar melainkan Allah dan Muhammad adalah rasul Allah. Mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan bila mereka melakukan semuanya, nescaya mereka telah memelihara darah dan harta mereka kecuali dengan hak Islam dan hisab mereka di sisi Allah.” (HR. al-Bukhari dari Ibnu Umar )
Al-Imam Ahmad dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Rabi’ah bin ‘Abbad ad-Daili, yang mengalami masa jahiliah lalu masuk Islam.
Ia berkata, “Pada masa jahiliah, saya melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa salam di pasar Dzil Majaz mengatakan:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قُولُوا: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ؛ تُفْلِحُوا
“Wahai sekalian manusia, ucapkanlah kalimat La ilaha illallah nescaya kalian akan beruntung.” (Lihat Shahih Sirah an-Nabawiyah karya asy-Syaikh al-Albani hlm. 142)
Tapak tilas (bangunan dimasa yang lampau) dakwah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa salam di kota Mekkah benar-benar menjadi bukti sejarah Islam semasa bahawa problem hidup dengan segala kerosakan dan kehancurannya boleh diselesaikan oleh akidah dan tauhid. Dari sini kita mengetahui bahawa jika sebuah bangunan berdiri tanpa dasar yang kukuh, pasti akan hancur. Demikian juga, apabila kehidupan ini tidak dilandasi oleh akidah yang benar, nescaya akan binasa. Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah berkata, “Akidah yang benar adalah asas berdirinya agama.
Dengannya pula amalan akan diterima, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah ia mengerjakan amal yang soleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (Surah Al-Kahfi: 110)
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu (wahai Muhammad) dan kepada Nabi-nabi yang terdahulu daripadamu: Demi sesungguhnya! jika engkau (dan pengikut-pengikutmu) mempersekutukan (sesuatu yang lain dengan Allah) tentulah akan gugur amalmu dan engkau akan tetap menjadi dari orang-orang yang rugi”.  (Surah Az-Zumar: 65)
 إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran ini kepadamu (wahai Muhammad) dengan membawa kebenaran; oleh itu hendaklah engkau menyembah Allah dengan mengikhlaskan segala ibadat dan bawaanmu kepadaNya”. (Surah Az-Zumar:2)
 أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ
أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ 
إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Ingatlah! (Hak yang wajib dipersembahkan) kepada Allah ialah segala ibadat dan bawaan yang suci bersih (dari segala rupa syirik) dan orang-orang musyrik yang mengambil selain dari Allah untuk menjadi pelindung dan penolong (sambil berkata): Kami tidak menyembah atau memujanya melainkan supaya mereka mendampingkan kami kepada Allah sehampir-hampirnya, sesungguhnya Allah akan menghukum di antara mereka (dengan orang-orang yang tidak melakukan syirik) tentang apa yang mereka berselisihan padanya. Sesungguhnya Allah tidak memberi hidayat petunjuk kepada orang-orang yang tetap berdusta (mengatakan yang bukan-bukan), lagi sentiasa kufur (dengan melakukan syirik)”. (Suraah Az-Zumar3)
Ayat-ayat ini dan yang semakna dengannya—yang banyak jumlahnya—menunjukkan bahawa semua amalan akan diterima apabila bersih dari kesyirikan. Dari sinilah perhatian pertama kali para rasul adalah memperbaiki akidah. Yang pertama kali mereka serukan kepada kaumnya adalah beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata dan meninggalkan segala bentuk penyembahan kepada selain-Nya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
 فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا
فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus dalam kalangan tiap-tiap umat seorang Rasul (dengan memerintahkannya menyeru mereka): Hendaklah kamu menyembah Allah dan jauhilah taghut. Maka di antara mereka (yang menerima seruan Rasul itu), ada yang diberi hidayat petunjuk oleh Allah dan ada pula yang berhak ditimpa kesesatan. Oleh itu mengembaralah kamu di bumi, kemudian lihatlah bagaimana buruknya kesudahan umat-umat yang mendustakan Rasul-rasulnya”. (Surah An Nahl:36) (Lihat Aqidah at-Tauhid hlm. 9)
Periode (edaran masa) Medinah
Tiga belas tahun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa salam berdakwah di kota Makkah mengembalikan ajaran bapak tauhid, Ibrahim Alaihissalam, yang sudah hilang. Beliau Alaihissalam  mengibarkan bendera tauhid dan meruntuhkan tahta berhalaisme dalam kalbu sebelum menghancurkan wujudnya. Beliau Alaihissalam juga membangun dasar kehidupan yang kukuh di atas akidah yang suci dan mengembalikan fitrah yang sudah rosak kerana ajaran Amr bin Lu’ai al-Khuza’i. Meskipun beliau  Alaihissalam menghadapi tentangan yang sangat dahsyat, namun satu orang demi satu orang, bahkan satu keluarga, membesarkan jiwa para pengikut agama dalam keasingannya
Allah  Subhanahu wa Ta’ala lalu memerintahkan mereka melakukan hijrah. Negeri yang dipilihkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai tempat bernaung dan mengatur strategi adalah kota Medinah yang dulunya bernama Yatsrib. Dalam perjalanan berjalan kaki menuju negeri yang jauh ini, kaum kafir Quraisy tidak berhenti berupaya membendung dakwah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa salam. Mereka berusaha memadamkannya dengan cara menangkap beliau baik dalam dasar masih hidup maupun mati. Namun, makar jahat mereka ada yang mengawasinya. Mereka tidak boleh mengelak dari kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala . Allah Subhanahu wa Ta’ala pun menimpakan kegagalan kepada mereka.
Sesampainya di Yatsrib, hidup baru mulai dijalani. Strategi hidup mulai dirancang dan bendera tauhid semakin berkibar. Dasar hidup pun tersusun dengan rapi dan kukuh. Para pembela dan penolong agama berdiri tegak. Kesucian lahiriah dan batiniah menghiasi diri mereka, yang dipimpin oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Salam. Negara Islam pun berdiri. Hukum-hukum Allah Allah Subhanahu wa Ta’ala dijalankan dengan penuh ketundukan, didasari oleh:
1. Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Salam yang dimulai dari pemurnian akidah.
2. Kebersihan hidup lahiriah dan batiniah, disertai kebagusan hubungan mereka dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala .
3. Kesiapan yang sangat mendukung dari pemimpin dan rakyatnya yang semuanya berada pada jalan yang diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
4. Ilmu agama yang murni.
Di kota inilah semua ajaran Islam disempurnakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan kesempurnaannya, sempurnalah pula tugas Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Salam.  sebagai utusan yang telah memperbarui tatanan kehidupan. Allah  Subhanahu wa Ta’ala menjadikan umatnya sebagai umat yang paling mulia dibandingkan dengan umat-umat sebelumnya. Generasi yang hidup bersama beliau pun menjadi generasi terbaik.
Dari pembahasan yang singkat ini, kita menyimpulkan bahawa tidaklah sebuah Negara Islam akan berdiri melainkan harus berlandaskan akidah yang benar. Tidak akan tegak hukum-hukum  Allah Subhanahu wa Ta’ala di muka bumi melainkan dengan memurnikan tauhid kepada Allah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan misi yang sama inilah   Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Wallahu a’lam.
ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman
di-edit oleh: HAR

No comments: