PERTANYAAN
Kita selalu mendengar beberapa hadits yang disampaikan oleh penceramah dibulan Ramadhan diantaranya:
- Awal bulan Ramadhan adalah rahmat, tengahnya adalah pengampunan dan akhirnya adalah pembebasan dari neraka.
- Bepuasalah niscaya kalian sehat.
- Segala suatu ada zakatnya dan zakatnya tubuh adalah puasa
- Apabila salah satu dari kalian mendengar azan dan benjana masih berada ditangannya, maka janganlah meletakkan benjananya sampai ia menyelesaikan hajatnya dari benjana tersebut.
- Siapa yang berbuka satu hari dalam Ramadhan tanpa udzur maka dia tidak mampu menggantinya walaupun berpuasa sepanjang masa.
Bagaimana sebenarnya kedudukan hadits tersebut, apakah sahih atau tidak?
Jazakallahu khairan.
JAWAPAN
Mengetahui
kedudukan sebuah hadits adalah perkara yang sangat penting khususnya di zaman
seperti sekarang ini, dimana perhatian orang terhadap hal tersebut amat rendah.
Ditambah lagi dengan banyaknya hadits-hadits palsu dan lemah yang disebar. Khususnya dibulan yang mulia seperti bulan
Ramadhan. Seharusnya kemuliaan bulan tersebut dijaga dengan menyampaikan
hadits-hadits yang shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa alihi wa
sallam baik dalam Aqidah, Ahkam, Muamalah maupun Targhib Wat Tarhib. Maka
dengan itu lah hal syariat akan dijaga dan ibadah kita juga terjaga.
Kami
akan mencuba menjawab pertanyaan ini secara ringkas dan menyebutkan beberapa
keterangan yang berkaitan dengan lima hadits yang ditanya, dan kamu uraikan
secara berurut dengan menyebut lafaz hadits-nya.
1. HADITS PERTAMA
أَوَّلُ شَهْرِ رَمَضَانَ رَحْمَةٌ
وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ
“Awal bulan Ramadhan adalah rahmat, tengahnya
adalah pengampunan dan akhirnya adalah pembebasan dari neraka.”
Hadits ini datang dari dua jalan:
Pertama:
Dari jalan ‘Ali bin Zaid bin Jud’an,
dari Sa’îd bin Musayyab, dari Salman Al-Farisy radhiyallahu ‘anhu, beliau
berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam berkhutbah kepada kami …,” lalu beliau sebutkan hadits yang
panjang dan disebutkan di dalamnya,
وَهُوَ
شَهْرُ أولهَ رَحْمَةٌ وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ
“Dan
ia adalah bulan yang awalnya adalah rahmat dan tengahnya
adalah pengampunan dan akhirnya adalah pembebasan dari neraka.”
Dikeluarkan oleh Ibnu khuzaimah dalam Shahîh -nya 3/191 no.1887, Al-Mahamily dalam Amali -nya no.293
dan Al-Baihaqy dalam Syu’abul
Îman 3/305-306 no.
3608.
AKAN TETAPI PADA SANADNYA TERDAPAT DUA HADITS DHA’IF
§
Tidak diketahui apakah Sa’îd bin Musayyab
mendengar dari Salman atau tidak.
§
‘Ali bin Zaid bin Jud’an dha’if haditsnya.
Maka jalan pertama ini lemah.
CATATAN
Hadits ini diriwayatkan juga oleh
Haris bin Abi Usamah sebagaimana dalam Zawa’id no. 321 karya Al-Haitsamy dan Al-Mathalib Al-‘Aliyah 3/221-222 no. 1047 karya Ibnu Hajar,
beliau berkata, “menceritakan kepada saya sebahgian shahabatku (iaitu) seorang yang dikenal
dengan nama Iyas, ia mengangkat hadits kepada Sa’id bin Musayyab … ,” dan seterusnya sama dengan sanad di atas.
Saya berkata , “ Iyas ini adalah Iyas bin ‘Abdul Ghaffar dan ia
sebenarnya juga meriwayatkan hadits di atas dari ‘Ali bin Zaid. ” Lihat Syu’abul Îman 3/305.
Kedua: Dari jalan Sallam bin Sulaiman bin
Sawwar dari Maslamah bin Ash-Shalt dari Az-Zuhry dari Abu Salamah dari Abu
Hurairah beliau berkata Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda:
أَوَّلُ
شَهْرِ رَمَضَانَ رَحْمَةٌ وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ
النَّارِ
Awal bulan Ramadhan adalah rahmat, tengahnya adalah pengampunan
dan akhirnya adalah pembebasan dari neraka.”
Diriwayatkan oleh Al-‘Uqaily dalam Adh-Dhu’afa` 2/162, Ibnu ‘Adi dalam Al-Kamil Fî Du’afa`i Ar-Rijal3/1157,
dan Al-Khatib dalam Mûdhih
Awham Al-Jama’ Wa At-Tafriq 2/149.
TERDAPAT BEBERAPA HADITS DHA’IF PADA
SANADNYA
§
Sallam bin Sulaiman bin Sawwar dha’if (lemah),
bahkan Ibnu ‘Adi berkata, “Mungkar haditsnya.”
§
Maslamah bin As-Shalt. Ibnu ‘Adi dan
Adz-Dzahaby berkata, “Laa yu’raf (tidak dikenal),” bahkan Abu Hatim
berkata, “Matrukul hadits (ditinggalkan haditsnya).”
§
Maslamah bersendirian meriwayatkan dari
Az-Zuhry padahal Az-Zuhry seorang Imam besar yang mempunyai murid yang sangat
banyak, maka hal ini menyebabkan riwayat Maslamah ini dianggap mungkar.
Kerana itu, Syaikh Al-Albany
menghukumi jalan ini sebagai jalan yang mungkar.
Lihat Silsilah Ahadits Adh-Dha’ifah 4/70 no. 1569.
KESIMPULAN:
HADITS INI LEMAH DARI SELURUHJALAN-JALANNYA
2. HADITS KEDUA
صُوْمُوْا
تَصِحُّوْا
“Puasalah kalian niscaya kalian akan sehat.”
Hadits dengan lafaz ini mempunyai
beberapa jalan:
Pertama: Dari jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abi Daud, dari Zuhair bin
Muhammad Al-Khurasany, dari Suhail bin Abi Shaleh, dari Abu Hurairah, beliau
berkata Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda:
اغْزُوْا تَغْنَمُوْا وَصُوْمُوْا
تَصِحُّوْا وَسَافَرُوْا تَسْتَغْنَوْا
“Berperanglah kalian, niscaya kalian akan
mendapatkan ghanimah (harta
rampasan perang), puasalah kalian niscaya kalian sehat, safarlah kalian niscaya kalian
berkecukupan.”
Dikeluarkan oleh Ath-Thabarany dalam Al-Ausath jilid 8 hal. 174 no. 8312 dan Abu
Nu’aim dalam Ath-Thib -sebagaimana
dalam Silsilah Ahadits Adh-Dha’ifah jilid 1 hal. 420-.
Berkata Ath-Thabarany setelah menyebutkan
hadits ini, “Tidak meriwayatkan hadits ini dengan lafaz ini kecuali Zuhair.”
Ini sebagai isyarat yang sangat halus
dari Ath-Thabarany untuk menunjukkan adanya kelemahan pada hadits ini. Dan
memang demikianlah adanya, Zuhair bin Muhammad walaupun ia seorang rawi yang tsiqah (Tsiqah dalam
Ilmu Hadith adalah sifat yang diberikan kepada perawi yang mempunyai
sifat-sifat tertentu yang melayakkan periwayatan hadithnya diterima) akan tetapi riwayat orang-orang dari negeri Syam darinya adalah
riwayat yang lemah. Sementara hadits ini termasuk riwayat orang Syam darinya.
Dan ada jalan lain yang serupa dengan
jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abi Daud, diriwayatkan oleh Al-‘Uqaily dalam Adh-Dhu’afa` jilid 1 hal. 92, beliau berkata,
“Menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad An-Nashîby, beliau berkata,
‘Menceritakan kepada kami Ishaq bin Zaid Al-Khaththaby, beliau berkata, ‘Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Sulaim, beliau berkata, ‘Menceritakan
kepada kami Zuhair bin Muhammad Abul Mundzir …,’,’,’,” dan seterusnya sama
dengan jalan di atas, kemudian disebutkanlah haditsnya.
Berkata Al-‘Uqaily, “Tidak ada yang mendukungnya kecuali dari
jalan yang lemah.”
Saya berkata, “Ahmad bin Muhammad
An-Nashîby, Ishaq bin Zaid Al-Khaththaby dan Muhammad bin Sulaim saya tidak
boleh menentukan siapa mereka saat ini tapi perkataan Al-‘Uqaily di atas sudah
cukup menunjukkan lemahnya hadits ini.”
Kerana itulah hadits dengan jalan Abu
Hurairah dilemahkan oleh Al-Hafizh Al-‘Iraqy dalam Al-Mughny Fî Hamlil Asfar 3/75
sebagaimana dalam Silsilah
Ahadits Adh-Dha’ifah jilid
1 hal. 420.
Kedua: dari jalan Nahsyal bin Sa’id, dari
Adh-Dhahhak bin Muzahim, dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda:
سَافَرُوْا
تَصِحُّوْا وَصُوْمُوْا تَصِحُّوْا وَاغْزَوْا تَغْنَمُوْا
“Sabarlah
kalian niscaya kalian sehat dan puasalah kalian niscaya kalian sehat dan
berperanglah kalian niscaya
kalian mendapatkan ghanimah.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Ibnu ‘Adi dalam Al-Kamil
Fî Du’afa`i Ar-Rijal jilid
7 hal. 2521.
Berkata Imam Ibnu ‘Adi setelah
membawakan beberapa hadits lain dari jalan Nahsyal, “Hadits-hadits ini semuanya dari Adh-Dhahhak ghairu
mahfûzhah (tidak
terjaga) dan Nahsyal meriwayatkannya dari Adh-Dhahhak.”
Saya berkata, “Apa yang dikatakan
oleh Imam Ibnu ‘Adi adalah benar kerana di dalam jalan di atas terdapat dua
cacatnya (Hadits dha’if):
§
Nahsyal bin Sa’id adalah seorang rawi yang sangat
lemah haditsnya
Berkata An-Nasa`i, “Nahsyal, dari Adh-Dhahhak Khurasany, matrûkul hadits (ditinggalkan haditsnya).”
§
Ada terputus sanad nya.
Berkata Al-Albany dalam Silsilah Ahadits Ad-Dha’ifah jilid 1 hal. 421, “Adh-Dhahhak tidak
mendengar dari Ibnu ‘Abbas.”
Lihat biogafinya dalam Tahdzib At-Tahdzib jilid 10 hal. 479.
Ketiga: Dari jalan Husain bin ‘Abdillah bin Dhumairah bin Abi
Dhumairah Al-Himyary Al-Madany dari ayahnya dari kakeknya dari ‘Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu
‘anhu beliau berkata:
أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ صُوْمُوْا
تَصِحُّوْا
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa alihi wa sallam bersabda, ‘Puasalah kalian niscaya kalian akan sehat.’.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adi dalam Al-Kamil Fî Du’afa`i Ar-Rijal jilid 2 hal. 357.
Saya berkata, “Husain bin ‘Abdillah bin Dhumairah matrûkul hadits (ditinggalkan haditsnya) bahkan sebahgian para ulama menganggapnya sebagai pendusta dan saya tidak
mengetahui siapa ayah dan kakeknya, maka jalan ini juga sangat
lemah.”
Keempat: Berkata Abu ‘Amr Ar-Rabi’ bin Habib
Al-Azdy dalam Musnad -nya no. 291, “Menceritakan kepada
saya Abu ‘Ubaidah Muslim bin Abi Karimah At-Tamimy, beliau berkata, ‘Telah
sampai kepadaku dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa alihi wa sallam bahwasanya
beliau berkata:
صَلُّوْا
تَنْجَحُوْا وَزَكُّوْا تُفْلِحُوْا وَصُوْمُوْا تَصِحُّوا وَسَافَرُوْا
تَغْنَمُوْا
“Shalatlah kalian niscaya kalian selamat dan keluarkanlah zakat
niscaya kalian beruntung dan puasalah kalian niscaya kalian sehat dan safarlah
kalian niscaya kalian mendapatkan ghanimah.”.
Saya berkata, “Abu ‘Ubaidah Muslim
bin Abi Karimah At-Tamimy majhul (tidak dikenal) kemudian sanadnya
mursal.”
KESIMPULAN
KESIMPULAN DARI KETERANGAN DIATAS BAHWA HADITS INI LEMAH
KESELURUHAN NYA
Wallahu A’lam Bishshawab.
3. HADITS KETIGA
لِكُلِّ
شَيْءٍ زَكَاةٌ وَزَكَاةُ الْجَسَدِ الْصَوْمُ
“Segala
sesuatu punya zakat dan zakat tubuh adalah puasa.”
Hadits ini datang dari dua jalan:
Pertama , dari jalan Musa bin ‘Ubaidah
Ar-Rabadzy, dari Jamham, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam. Dikeluarkan oleh Ibnu Abi
Syaibah dalam Al-Mushannaf 3/7, Ibnu Majah no. 1745, Ibnu ‘Adi dalam Al-Kamil
Fî Du’afa`i Ar-Rijal 6/2336, Al-Qadha’iy dalam Musnad -nya 1/162 no. 229, dan
Al-Baihaqy dalam Syu’abul Îman no. 3577.
Terdapat
beberapa illat (cacat) dalam hadits ini:
§
Musa
bin ‘Ubaidah Ar-Rabadzy, berkata Al-Bûshiry dalam Mishbah Az-Zujajah ,
“ Para ulama sepakat tentang lemahnya ia.”
§
Musa
bin ‘Ubaidah telah mudhtharib (goncang) dalam meriwayatkan
hadits ini, kadang-kadang ia meriwayatkannya
secara marfû’ (bersambung kepada Nabi) seperti riwayat di
atas, dan kadang-kadang ia meriwayatkannya secara mauqûf (hanya sampai
kepada shahabat) sebagaimana dalam riwayat Waqi’ bin Al-Jarrah dalam Az-Zuhd . Lihat Silsilah
Ahadits Adh-Dha’ifah 3/497.
Dan
kadang-kadang Musa bin ‘Ubaidah meriwayatkannya bukan dari Jamhan, dari Abi Hurairah,
tetapidari Zaid bin Aslam, dari Jamhan, dari Abi Hurairah,
sebagaimana dalam Syu’abul
Îman 3/292 no. 3578
karya Al-Baihaqy.
§
Jamhan adalah seorang rawi majhul (tidak
dikenal).
Adapun
riwayat Yahya bin Abdul Hamid dalam Muntakhab Musnad Abdu bin Humaid no. 1447,
itu adalah riwayat yang mungkar sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh
Al-Albany dalam Silsilah Ahadits Adh-Dha’ifah 3/497
Maka jalan pertama ini adalah lemah
kerana itu berkata Al-Iraqy. Sanadnya lemah. Lihat Fathul Qadii 5/285 karya
Imam Al Manawy
Kedua: Dari jalan Hammad
bin Walid, dari Sufyan Ats-Tsaury dan ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman, dari Abu
Hazim, dari Sahl bin Sa’ad, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa alihi wa sallam.
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adi dalam
Al-Kamil Fî Du’afa`i Ar-Rijal 2/657-658, Ath-Thabarany 6/193 no. 5973, Abu
Nu’aim dalam Al-Hilyah 7/136, Al-Baihaqy dalam Syu’abul Îman 3/292-293,
Al-Khatib Al-Baghdady dalam Tarikh -nya 8/153 dan Ibnul Jauzy dalam Al-‘Ilal
Al-Mutanahiyah 2/49 no. 885.
Di dalam sanadnya ada Hammad bin Walîd dan ia ini Matrûkul hadits
(ditinggalkan haditsnya) bahkan Ibnu Hibban berkata, “Ia mencuri hadits dan
menyandarkannya pada orang-orang tsiqah (terpercaya) apa yang bukan hadits
mereka.” Maka jalan kedua ini sangat lemah.
KESIMPULAN
BOLEH DISIMPULKAN BAHWA SANAD HADITS INI LEMAH
4. HADITS KEEMPAT
إِذَا سَمِعَ أَحُدُكُمُ الْنِدَاءَ
وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَضَعُهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
“Apabila salah seorang dari kalian mendengar adzan
dan bejana masih berada di tangannya, maka janganlah ia meletakkan bejananya
sampai ia menyelesaikan hajatnya dari bejana tersebut.”
Hadits
ini diriwayatkan oleh Abu Daud no. 2350, Ibnu Jarir dalam Tafsir -nya 2/181,
Ahmad 2/423,510, Al-Hakim 1/320,323, dan 588, Al-Baihaqy 4/218, dan
Ad-Daraquthny 2/165. Semuanya dari jalan Hammad bin Salamah, dari Muhammad bin
Amr bin ‘Alqamah, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam.
Diriwayatkan juga oleh Ahmad 2/510,
Ibnu Jarir 2/181, Al-Hakim 1/320,323, dan Al-Baihaqy 4/218, dari jalan Hammad
bin Salamah, dari ‘Ammar bin Abi ‘Ammar, dari Abi Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam.
Saya berkata, “Kalau kita
memperhatikan dua jalan di atas, zahir sanad jalan pertama hasan dan jalan
kedua shahih, tapi kaidah yang sudah dimaklumi di kalangan ahli hadits bahwa
walaupun zahir sanad suatu hadits diterima, belum tentu sanad tersebut lepas
dari cacat yang tersembunyi, dan ternyata di dalam sanad hadits ini ada cacat
yang tersembunyi sebagaimana dijelaskan oleh Imam Besar pakar ‘ilalul hadits
(cacat-cacat hadits), Abu Hatim, sebagaimana dalam Al-‘Ilal 1/123-124 no. 340,
1/256-257 no. 257 beliau berkata, “Dua
hadits ini (dua jalan di atas) tidak shahih, adapun hadits ‘Ammar itu dari Abi
Hurairah secara Mauqûf (dari perkataan Abu Hurairah) dan ‘Ammar Tsiqah dan
hadits yang lainnya tidak shahih.”
Demikianlah perkataan Abu Hatim rahimahullah yang harus kita terima
walaupun zahir sanad tersebut adalah shahih atau hasan, kerana Abu Hatim dan
para imam yang setaraf dengan beliau adalah orang yang paling tahu tentang
cacat-cacat yang tersembunyi dalam hadits kerana mereka menghafal seluruh
riwayat-riwayat para rawi dan mengetahui tingkatannya, kedudukan dan
kesalahan-kesalahan setiap rawi yang menyebabkan kita harus menerima anggapan
(kesimpulan) mereka tentang lemahnya suatu hadits. Dan hal ini dinyatakan oleh
banyak ulama yakni Imam Ibnu Rajab, Ibnu Hajar dan lain-lainnya.
Wallahu A’lam.
Sebahgian para ulama menyebutkan bahwa
hadits ini mempunyai pendukung (penguat), dan saya akan menyebutkan
pendukung-pendukung tersebut kemudian kita lihat apakah memang sesuai dijadikan
pendukung atau tidak.
§
Dari jalan Ghassan bin Rabi’ dari Hammad bin
Salamah dari Yûnus dari Hasan Al-Bashry dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
alihi wa sallam secara mursal.
Diriwayatkan oleh Ahmad
2/423.
Saya
berkata, “Ini adalah hadits yang mursal dan Ghassan bin Rabi’ yang berada dalam
sanadnya adalah dha’if (lemah). Maka ini menyebabkan hadits ini tidak bisa
dijadikan pendukung karena hadits mursal bisa dijadikan pendukung kalau
sanadnya shahih sedang hadits ini sanad lemah.
Wallahu
A’lam.
§
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam Tafsir -nya
2/181 dari jalan Husain bin Waqid, dari Abu Ghalib, dari Abu Umamah beliau
berkata:
أُقِيْمَتِ
الصَّلاَةُ وَالْإِنَاءُ فِيْ يَدِ عُمَرَ قَالَ أَشْرَبُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ
قَالَ نَعَمْ فَشَرِبَهَا
“Iqamah telah
dikumandangkan dan di tangan ‘Umar ada bejana, ia berkata: ‘ Apakah saya boleh
minum , wahai Rasulullah? ’ Beliau bersabda , ‘ Iya. ’ Maka minumlah ‘Umar.”
Di dalam sanad hadits ini ada Abu
Ghalib, yang kebanyakan para ulama melemahkannya. Kerana itu, Ibnu Hajar
berkata tentangnya, “Shadûqun yukhti` (jujur tetapi banyak salah).” Ibarat ini
digunakan oleh Ibnu Hajar untuk orang yang lemah haditsnya tetapi boleh dijadikan sebagai pendukung.
§
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad 3/348 dari jalan
Ibnu Lahî’ah , dari Abi Zubair ia berkata:
سَأَلْتُ
جَابِرًا عَنِ الرَّجُلِ يُرِيْدُ الصِّيَامَ وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ
لِيَشْرَبَ مِنْهُ فَيَسْمَعُ النِّدَاءَ قَالَ جَابِرٌ كُنَّا نَحَدَّثُ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيَشْرَبُ
“Saya
bertanya kepada Jabir tentang seseorang hendak berpuasa dan bejana di tangannya
untuk ia minum kemudian ia mendengar adzan. Berkata Jabir, Kami
diceritakan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa alihi wa sallam berkata , ‘ Iya
, minumlah”.
Saya
berkata: “ Ibnu Lahi’ah dha’iful
hadits. ”
§
Hadits Bilal, beliau berkata:
أَتَيْتُ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ أُوْذِنُهُ بِالصَّلاَةِ
وَهُوَ يُرِيْدُ الصِّيَامَ فَدَعَا بِقَدَحٍ فَشَرِبَ ثُمَّ نَاوَلَنِيْ فَشَرِبْتُ
ثُمَّ
خَرَجْنَا
إِلَى الصَّلاَةِ
“Saya datang kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam memanggil beliau untuk shalat shubuh dan
(ketika itu) beliau hendak berpuasa, maka ia meminta bejana lalu minum kemudian
beliau memberikan bejana itu kepadaku kemudian saya minum lalu kami keluar
untuk shalat.”
Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad
6/12, Ibnu Jarîr 2/181, Ath-Thabarany 1/355 no. 1082-1083, Asy-Syasyi dalam
Musnad -nya 2/368 no. 972-974 , dan Adz-Dzahaby dalam Mizanul I’tidal 4/483.
Semuanya dari jalan Abu Ishaq , dari ‘Abdillah bin Ma’qil , dari Bilal.
Saya berkata , “ Abu Ishaq As-Sabi’iy
seorang mudallis dan meriwayatkan hadits ini dengan kata ‘an (dari), maka
haditsnya tidak boleh diterima apalagi ada keanehan (asing) dalam sanadnya,
sehingga Adz-Dzahaby berkata , ‘Gharîbun jiddan (aneh sekali).’ Ucapan beliau
ini menunjukkan bahwa hadits tersebut tidak boleh dijadikan pendukung.
Wallahu A’lam.”
§
Diriwayatkan oleh Imam Al-Bazzar ,
sebagaimana dalam Kasyful Astar no. 993 , dari jalan
Muthî’ bin Rasyid , dari Taubah Al-‘Anbary , dari Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda
:
انْظُرْ
مَنْ فِي الْمَسْجِدِ فَادْعُهُ فَدَخَلْتُ يَعْنِيْ الْمَسْجِدَ فَإِذَا أَبُوْ
بَكْرٍ وَعُمَرُ فَدَعَوْتُهُمَا فَأَتََيْتُهُ بِشَيْءٍ فَوَضَعْتُهُ بَيْنَ
يَدَيْهِ فَأَكَلَ
وَأَكَلُوْا
ثُمَّ خَرَجُوْا فَصَلَّى بِهِمْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ صَلاَةَ الغَدَاةِ
“Lihatlah siapa yang ada di masjid kemudian panggillah ia,” maka
saya (Anas bin Malik) masuk (masjid) ternyata ada Abu Bakr dan ‘Umar maka saya
pun memanggil mereka berdua, kemudian saya membawakan sesuatu kepada Nabi lalu
saya letakkan di depannya lalu beliau makan dan mereka pun makan, kemudian
mereka keluar lalu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa alihi wa sallam shalat Suboh mengimami mereka.”
Hadits ini dikeluarkan juga dengan matan yang lebih
ringkas oleh Ibnu Abi Syaibah dalan Musnad -nya sebagaimana dalam Al-Mathalib
Al-‘Aliyah 3/248-249 no. 1104 dan sanadnya hasan sebagaimana yang dikatakan
oleh Al-Haitsamy dalam Majma’ Az-Zawaid 3/152. Lihat juga Silsilah Ahadits
Ash-Shahîhah 3/383.
Tapi hadits ini
tidak boleh dijadikan syahid (pendukung) untuk hadits di atas kerana tidak
tegas menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam
makan sahur dalam keadaan telah adzan sementara bejana masih berada di tangan
beliau, tetapi hadits ini hanya menunjukkan bahwa kalau makan sahur, beliau
akhirkan sehingga mendekati waktu suboh. Dan hadits yang menunjukkan
disunnahkannya mengakhirkan sahur itu sangat banyak dan kita tidaklah terlalu
sulit untuk mendapatkan hadits-hadits seperti ini, di antaranya hadits Zaid bin
Tsabit radhiyallahu ‘anhu riwayat Bukhary-Muslim.
تَسَحَّرْنَا
مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قُمْنَا إِلَى
الصَّلاَةِ قُلْتُ كَمْ كَانَ قَدْرُ مَا بَيْنَهُمَا قَالَ خَمْسِيْنَ آيَةٍ
“Kami bersahur bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam kemudian kami berdiri untuk
shalat. Saya (Anas bin Malik) berkata: Berapa jarak antara keduanya (antara sahur
dan adzan)? Ia menjawab: “Lima puluh
ayat.”
§
Diriwayatkan oleh Abu Daud Ath-Thayalisy
dalam Musnad -nya no. 1898 , beliau berkata ,
“Menceritakan kepada kami Qais bin Ar-Rabi’ , dari Zuhair bin Abi Tsabit
Al-A’ma , dari Tamim bin ‘Iyadh , dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu.
كَانَ
عَلْقَمَةُ بْنُ عَلاَثَةَ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ فَجَاءَ بِلاَلٌ يُؤًذِّنُ بِالصَّلاَةِ فَقَالَ
رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ رُوَيْدًا يَا بِلاَلُ يَتَسَحَّرُ
عَلْقَمْةُ وَهُوَ يَتَسَحَّرُ بِرَأْسٍ
“Adalah ‘Alqamah bin ‘Ulatsah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam
maka datanglah Bilal memberitahukan tentang adzan shalat maka beliau bersabda:
“Pelan-pelan, wahai Bilal, Alqamah sedang makan sahur.” “Berkata Ibnu ‘Umar,
“Ia makan sahur dengan kepala.”
Saya berkata ,
“Qais bin Ar-Rabi’ yang terdapat di dalam sanadnya adalah rawi yang lemah
haditsnya, hal ini boleh disimpulkan oleh orang yang membaca biografinya.
Adapun Tamim bin ‘Iyadh, saya tidak menemukan biografinya.
Wallahu A’lam.”
KESIMPULAN
LAFAZ HADITS DIATAS MENURUT
KAIDAH ILMU HADITS BOLEH DIANGGAP SEBAGAI HADITS HASAN LIGHAINHI, TETAPI MASIH
ADA KERAGUAN TENTANG HADITS KERANA MENYELISIHI BEBERAPA NASH DALIL YANG JELAS,
DIANTARANYA FIRMAN ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA:
وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى
يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ
الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ الصِّيَامَ إِلَى الَّليْلِ
“Dan makanlah serta minumlah sehingga nyata kepada kamu
benang putih (cahaya siang) dari benang hitam kegelapan malam), iaitu waktu
fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sehingga waktu malam (maghrib).”
(Surah Al-Baqarah: 187)
Juga hadits Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhum, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Bilal adzan pada malam hari, maka makanlah dan minumlah
kalian sampai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktûm.” Muttafaqun ‘alaih .
Maksud hadits ini bahwa adzan dalam syariat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam ada dua kali: adzan
pertama dan adzan kedua. Ketika adzan pertama masih dibolehkan makan sahur, dan
batasan terakhirnya sampai adzan kedua, iaitu adzan yang dikumandangkan untuk
shalat Suboh.
Andaikata hadits ini shahih, maka maknanya tidak
boleh difahami secara zahir, tetapi difahami sebagaimana yang dikatakan oleh
Imam Al-Baihaqy dalam Sunan Al-Kubra 4/218 bahwa yang diinginkan adalah ia
boleh minum apabila diketahui bahwa muadzin tersebut adzan sebelum terbitnya
fajar suboh, dan demikianlah menurut pendapat kebanyakan para ulama.
Wallahu A’lam.
5. HADITS KELIMA
مَنْ
أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ فِيْ غَيْرِ رُخْصَةٍ رَخَّصَهَا اللهُ وَفِيْ
رِوَايَةٍ عُذْرٍ لَمْ يَقْضِ عَنْهُ صِيَامَ الدَّهْرِ
“Siapa yang berbuka satu hari dalam
ramadhan tanpa rukhshah (keringanan) yang Allah jadikan sebagai rukhshah -dalam
satu riwayat tanpa udzur- maka dia tidak mampu menggantinya walaupun berpuasa
sepanjang masa.”
Hadits ini
diriwayatkan oleh Abu Daud Ath-Thayalisy dalam Musnad -nya no. 2540, Ahmad
2/386, 442, 458, dan 470, Ishaq bin Rahawaih dalam Musnad -nya 1/296-297 no.
273-275 dan 1/361 no. 367, Abu Daud no. 2396, Tirmidzy no. 723, Ibnu Majah no.
1672, An-Nasa`i dalam Al-Kubra 2/244-245 no. 3278-3283, Ad-Darimy dalam Sunan
-nya no. 1713-1715, Ibnu Khuzaimah 3/238 no. 1987, Ad-Daraquthny 2/211 no. 29
dan dalam ‘Ilal -nya 8269-274, Al-Baihaqy 4/228 dan dalam Syu’abul Îman 3/318,
Ibnu Hibban dalam Al-Majrûhîn 3/157, Al-Khatîb dalam Tarikh -nya 8/462, dan
Ibnu Hajar dalam Taghlîq At-Ta’lîq 3/170. Semuanya dari jalan Abul Muthawwis,
dari ayahnya, dari Abi Hurairah, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa alihi wa sallam.
Dalam sanadnya
terdapat empat kecacatan:
§
Ada idhthirab (kegoncangan)
pada Habîb bin Abi Tsabit dalam menyebutkan nama gurunya. Kadang ia
mengatakan Abul Muthawwis dari ayahnya, kadang Ibnul
Muthawwis dari ayahnya, kadang Ibnul Muthawwis dari Al-Muthawwis,
dan kadang dari Ibnu Abil Muthawwis dari ayahnya. Lihat ‘Ilal
Ad-Daraquthny 8/266-269 dan Hasyiah Al-Jarh Wa At-Ta’dil 5/167-168
oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Yahya Al-Mu’allimy rahimahullah.
Tidak
diragukan bahwa hal yang seperti ini merupakan idhthirab dalam
sanad yang akan mengakibatkan lemahnya suatu hadits menurut para ulama ahli
hadits.
Adapun riwayat
Habîb bin Abi Tsabit, yang kadang-kadang meriwayatkan dari Abul Muthawwis
secara langsung dan kadang-kadang dengan perantara ‘Umarah bin ‘Umair, hal
tersebut tidaklah disebut idhthirab, bahkan keduanya adalah shahih
sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Hatim dalam Al-‘Ilal 1/231-232 no. 674.
Lihat juga ‘Ilal Ad-Daraquthny
8/266-269.
§
Tidak dikenalnya keadaan Abul Muthawwis.
Berkata Imam Abu
‘Isa (At-Tirmidzy) dalam Sunan-nya setelah menyebutkan hadits di atas, “Saya
mendengar Muhammad (yakni Imam Al-Bukhari) berkata, ‘Abul Muthawwis namanya
Yazid bin Muthawwis dan saya tidak mengetahuinya kecuali dalam hadits ini.”
Berkata Imam
Ahmad: “Saya tidak mengenalnya dan saya
tidak mengenal haditsnya dari selain ini.”
Berkata Imam
Ibnu Khuzaimah dalam Shahih –: “Sesungguhnya saya tidak mengenal Ibnu Muthawwis
dan tidak pula bapaknya selain dari Habib bin Abi Tsabit yang telah menyebutkan
bahwasanya dia bertemu dengan Abul Muthawwis.”
Berkata Imam
Ibnu Hibban dalam Al-Majrûhîn 3/157: “(Dia adalah) seorang dari ahli Kufah
meriwayatkan dari bapaknya, tidak ada yang mengikutinya, tidak boleh berhujjah
dengannya jika dia bersendirian.”
Juga tidak ada Imam yang menganggapnya dipercaya,
kecuali Imam Ibnu Ma’în dalam salah satu riwayat, iaitu riwayat Abu Bakar bin
Abi Haitsamah, “Saya bertanya kepada Yahya Ibnu Ma’în tentang Abul Muthawwis
yang meriwayatkan darinya Habîb bin Abi Tsabit, maka beliau menjawab: ‘Namanya
‘Abdullah bin Muthawwis, Dia itu Kufy tsiqah (terpercaya).’.” Lihat Al-Jarh
Wat-Ta’dil 5/773 dan ‘Ilal Ad-Daraquthny 8/273.
Tapi yang nampak
-Wallahu A’lam- Abul Muthawwis yang disebutkan oleh Ibnu Ma’in bukanlah Abul
Muthawwis yang tersebut di dalam sanad hadits ini. Mungkin kerana itu, Imam
Adz-Dzahaby dalam Al-Kasyif memberikan isyarat dengan ucapannya wutstsiq (ada
yang menganggapnya tsiqah). Kata wutstsiq digunakan oleh Imam Adz-Dzahaby bagi
orang yang hanya di-tsiqah-kan oleh Ibnu Hibban, khususnya dalam kitabnya,
Ats-Tsiqat, sementara Abul Muthawwis ini justru beliau sebutkan dalam
Al-Majrûhîn. Hal ini menunjukkan bahwa beliau tidak menganggap (mengakui)
perkataan Imam Ibnu Ma’in tersebut.
Demikian pula
Ibnu Hajar, dalam Taqribut Tahdzib, berkata: “Abul Muthawwis (namanya) adalah
Yazid dan ada yang menyatakan (namanya) ‘Abdullah bin Muthawwis, Layyinul
hadits (lemah haditsnya).” Disini, Ibnu Hajar menggunakan kata qila (ada yang
mengatakan), menunjukkan bahwa pendapat yang mengatakan nama Abul Muthawwis
adalah ‘Abdullah bin Muthawwis merupakan pendapat yang lemah. Wallahu A’lam.
§ Ayah Abul Muthawwis ini majhûl (tidak dikenal).
§ Ada inqitha’ (keterputusan) antara ayah Abul Muthawwis
dengan Abu Hurairah. Berkata Imam Al-Bukhary dalam At-Tarikh Al-Kabir:
“Abul Muthawwis bersendirian meriwayatkan hadits ini, dan saya tidak mengetahui
apakah bapaknya mendengar dari Abi Hurairah atau tidak.” Lihat Fathul
Bari4/161 dan At-Tahdzib .
Maka sebagai kesimpulan hadits ini
adalah hadits yang lemah. Wallahu
A’lam
Demikianlah jawaban kami atas
pertanyaan tentang hadits-hadits tersebut. WallahuTa’alaA’lam.
PERINGATAN
Banyak
orang yang menyebarluaskan bahwa hadits ini adalah riwayat Bukhary dalam Shahih
-nya. Ini adalah kesalahan yang sangat nyata kerana Imam Al-Bukhary hanya
meriwayatkannya secara mu’allaq (tidak menyebutkan sanadnya kepada rawi yang ia
sandarkan hadits tersebut kepadanya) dan para ulama tidak menghitung
(menganggap) apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary secara mu’allaq sebagai
bagian dari Shahîh Al-Bukhary . Apalagi Imam Al-Bukhary meriwayatkan hadits ini
dengan shighah tamridh, menunjukkan lemahnya riwayat tersebut menurut beliau.
Wallahu A’lam.