Jangan Berprasangka Buruk Terhadap Orang
Lain dan Jangan Pula Mendengarkan Ucapan Orang Lain Dalam Keadaan Mereka Tidak
Suka!!!
Buruk sangka kepada orang lain
atau yang dalam bahasa Arabnya disebut su`u
zhan mungkin biasa atau bahkan sering hinggap di hati kita. Pelbagai
prasangka terlintas di fikiran kita, si A begini, si B begitu, si C demikian,
si D demikian dan demikian. Yang parahnya, kadang-kala persangkaan kita tiada
berdasar dan tidak beralasan (tidak rasional)
Memang semata-mata sifat kita
suka curiga dan penuh sangka kepada orang lain, lalu kita membiarkan zhan tersebut bersemayam di dalam hati.
Bahkan kita membicarakan serta menyampaikannya kepada orang lain. Padahal su`u zhan kepada sesama kaum muslimin
tanpa ada alasan / bukti merupakan perkara yang terlarang.
Demikian jelas ayatnya dalam
Al-Qur`anil Karim, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ
إِثْمٌ
“Wahai orang-orang yang
beriman! Jauhilah kebanyakan dari sangkaan (supaya kamu tidak menyangka
sangkaan yang dilarang) kerana sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah
dosa”. (Sūrat Al-Ĥujurāt:
12)
Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan untuk
menjauhi kebanyakan dari prasangka dan tidak mengatakan agar kita menjauhi
semua prasangka. Kerana memang prasangka yang dibina di atas suatu qarinah (tanda-tanda yang menunjukkan ke
arah tersebut) tidaklah terlarang. Hal itu merupakan tabiat manusia. Bila ia
mendapatkan qarinah yang kuat maka
timbullah zhannya, apakah zhan yang baik ataupun yang tidak baik.
Yang namanya manusia memang mau tidak mau akan tunduk menuruti qarinah yang ada. Yang seperti ini tidak
apa-apa. Yang terlarang adalah berprasangka semata-mata tanpa ada qarinah. Inilah
zhan yang diperingatkan oleh Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam dan dinyatakan oleh beliau sebagai pembicaraan yang
paling dusta. (Syarhu Riyadhis Shalihin, 3/191)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu berkata, "Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman melarang
hamba-hamba-Nya dari banyak persangkaan, iaitu menuduh dan menganggap khianat
kepada keluarga, kerabat, pemimpin dan orang lain tidak pada tempatnya. Kerana
sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa yang murni, maka jauhilah kebanyakan dari sangkaan tersebut
dalam rangka berhati-hati. Kami meriwayatkan dari Amirul Mukminin Umar ibnul
Khaththab radhiyallahu 'anhu beliau
berkata,' Janganlah sekali-kali engkau
berprasangka kecuali kebaikan terhadap satu kata yang keluar dari saudaramu
yang mukmin, jika memang engkau dapati kemungkinan kebaikan pada kata tersebut
'. "(Tafsir Ibnu Katsir, 7/291)
Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu pernah menyampaikan sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang bermaksud:
يَّاكُمْ
وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ، وَلاَ تَحَسَّسُوْا، وَلاَ
تَجَسَّسُوْا، وَلاَ تَنَافَسُوْا، وَلاَ تَحَاسَدُوْا، وَلاَ تَبَاغَضُوْا، وَلاَ
تَدَابَرُوْا، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهَ إِخْوَانًا كَمَا أَمَرَكُمْ،
الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَخْذُلُهُ، وَلاَ
يَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَهُنَا، التَّقْوَى ههُنَا -يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ-
بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ
الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ، إِنَّ اللهَ
لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ، وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ
إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ
“Hati-hati kalian dari persangkaan yang buruk (zhan) karena zhan itu
adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kalian
mendengarkan ucapan orang lain dalam keadaan mereka tidak suka. Janganlah
kalian mencari-cari aurat/cacat/cela orang lain. Jangan kalian berlomba-lomba untuk menguasai
sesuatu. Janganlah kalian saling hasad, saling benci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana yang
Dia perintahkan. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, maka
janganlah ia menzalimi saudaranya, jangan pula tidak memberikan
pertolongan/bantuan kepada saudaranya dan jangan merendahkannya. Takwa itu di
sini, takwa itu di sini.” Beliau mengisyaratkan (menunjuk) ke arah dadanya.
“Cukuplah seseorang dari kejelekan bila ia merendahkan saudaranya sesama
muslim. Setiap muslim terhadap muslim
yang lain, haram darahnya, kehormatan dan hartanya. Sesungguhnya Allah
tidak melihat ke tubuh-tubuh kalian, tidak pula ke rupa kalian akan tetapi ia
melihat ke hati-hati dan amalan kalian.” (HR. Al-Bukhari
no. 6066 dan Muslim no. 6482)
Zhan yang disebutkan dalam
hadits di atas dan juga di dalam ayat, kata ulama kita, adalah tohmah
(tuduhan). Zhan yang diperingatkan dan dilarang adalah tohmah tanpa ada
sebabnya. Seperti seseorang yang dituduh berbuat fahisyah (zina) atau dituduh minum khamr padahal tidak nampak
darinya tanda-tanda yang memerlukan dilemparkannya tuduhan tersebut kepada
dirinya. Dengan demikian, bila tidak ada tanda-tanda yang benar dan sebab yang
zahir (nampak), maka haram berzhan yang jelek. Lebih-lebih lagi kepada orang
yang keadaannya tertutup dan yang nampak darinya hanyalah kebaikan / keshalihan.
Beza halnya dengan seseorang yang terkenal di
kalangan manusia sebagai orang yang tidak baik, suka terang-terangan berbuat
maksiat, atau melakukan hal-hal yang mendatangkan kecurigaan seperti keluar
masuk ke tempat penjualan khamr,
berteman dengan para wanita penghibur yang fajir, berjudi, suka melihat perkara yang haram dan
sebagainya. Orang yang keadaannya seperti ini tidaklah terlarang untuk berburuk
sangka kepadanya. (Al-Jami 'li Ahkamil Qur`ân 16/217, Ruhul Ma'ani
13/219)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu menyebutkan dari majoriti
ulama dengan menukilkan dari Al-Mahdawi, bahwa zhan yang buruk terhadap orang yang zahirnya baik tidak dibolehkan.
Sebaliknya, tidak berdosa berzhan yang jelek kepada orang yang zahirnya jelek.
(Al Jami 'li Ahkamil Qur`ân, 16/218)
Karenanya, Ibnu Hubairah Al-Wazir Al-Hanbali berkata, “Demi Allah, tidak halal berbaik sangka kepada orang yang menolak
kebenaran, tidak pula kepada orang yang
menyelisihi syariat.”
(Al-Adabus Syar’iyyah, 1/70)
Dari hadits:
إِيَّاكُمْ
وَالظَّنَّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata menjelaskan ucapan
Al-Khaththabi tentang zhan yang
dilarang dalam hadits ini, “Zhan yang diharamkan adalah zhan yang terus menetap pada diri
seseorang, terus mendiami hatinya, bukan zhan yang sekadar terbetik di hati lalu hilang tanpa
bersemayam di dalam hati. Karena zhan yang terakhir ini di luar
kemampuan seseorang. Sebagaimana yang telah dinyatakan dalam hadits bahwa Allah
Subhanahu
wa Ta’ala memaafkan umat ini dari apa yang terlintas di
hatinya selama ia tidak mengucapkannya atau ia bersengaja.”
(Al-Minhaj, 16/335)
Lafadz hadits yang dimaksud adalah:
إِنَّ اللهَ
تَجَاوَزَ لِإُمَّتِي مَا حَدَثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَـمْ يَتَكَلَّمُوْا
أَوْ يَعْمَلُوْا بِهِ
“Sesungguhnya Allah memaafkan bagi umatku apa yang
terlintas di jiwa mereka selama mereka tidak membicarakan atau melakukannya.” (HR. Bukhari no. 2528 dan
Muslim no. 327)
Sufyan
rahimahullahu berkata, "Zhan yang mendatangkan dosa adalah bila
seseorang berzhan dan ia membicarakannya. Bila ia diam / menyimpannya dan tidak
membicarakan nya maka ia tidak berdosa. "
Dimungkinkan
pula, kata Al-Qadhi 'Iyadh rahimahullahu,
bahwa zhan yang dilarang adalah zhan yang murni / tidak beralasan, tidak
dibina di atas asas dan tidak disokong dengan bukti. (Ikmalul Mu'lim bi Fawa`id Muslim, 8/28)
Kepada
seorang muslim yang secara zahir baik agamanya serta menjaga kehormatannya,
tidaklah pantas kita berzhan buruk. Bila
sampai pada kita berita yang "condong" tentangnya maka tidak ada yang
sepatutnya kita lakukan kecuali tetap berbaik sangka kepadanya. Kerana itu,
tatkala terjadi peristiwa Ifk di masa
Nubuwwah, di mana orang-orang munafik
menyebarkan fitnah berupa berita dusta bahawa isteri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang
mulia, solehah, dan thahirah (suci dari perbuatan nista) Aisyah radhiyallahu' anha berzina, wal 'iyadzubillah, dengan sahabat yang
mulia Shafwan ibnu Muattal radhiyallahu'
anhu, Allah Subhanahu wa Ta'ala
mengingatkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar tetap berprasangka baik
dan tidak ikut-ikutan dengan munafikin yang menyebarkan kedustaan tersebut.
Dalam
Tanzil-Nya, Dia Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
لَوْلاَ إِذْ
سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا
وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُبِينٌ
“Mengapa di waktu kalian mendengar berita bohong tersebut, orang-orang
mukmin dan mukminah tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri dan
mengapa mereka tidak berkata, ‘Ini adalah sebuah berita bohong yang nyata’.” (An-Nur: 12)
Dalam
Al-Qur`anul Karim, Allah Subhanahu wa
Ta'ala mencela orang-orang Badui yang takut berperang ketika mereka diajak
untuk keluar bersama pasukan mujahidin yang dipimpin oleh Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam. Orang-orang Badui ini dihinggapi dengan zhan yang jelek.
سَيَقُولُ
لَكَ الْمُخَلَّفُونَ مِنَ اْلأَعْرَابِ شَغَلَتْنَا أَمْوَالُنَا وَأَهْلُونَا
فَاسْتَغْفِرْ لَنَا يَقُولُونَ بِأَلْسِنَتِهِمْ مَا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ قُلْ
فَمَنْ يَمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ بِكُمْ ضَرًّا أَوْ
أَرَادَ بِكُمْ نَفْعًا بَلْ كَانَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا. بَلْ
ظَنَنْتُمْ أَنْ لَنْ يَنْقَلِبَ الرَّسُولُ وَالْمُؤْمِنُونَ إِلَى أَهْلِيهِمْ
أَبَدًا وَزُيِّنَ ذَلِكَ فِي قُلُوبِكُمْ وَظَنَنْتُمْ ظَنَّ السَّوْءِ
وَكُنْتُمْ قَوْمًا بُورًا
“Orang-orang Badui yang tertinggal (tidak turut ke
Hudaibiyah) akan mengatakan, ‘Harta dan keluarga kami telah menyibukkan kami,
maka mohonkanlah ampunan untuk kami.’ Mereka mengucapkan dengan lidah mereka
apa yang tidak ada di dalam hati mereka. Katakanlah, “Maka siapakah gerangan
yang dapat menghalangi-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudaratan
bagi kalian atau jika Dia menghendaki manfaat bagi kalian. Bahkan Allah Maha
Mengetahui apa yang kalian kerjakan. Tetapi kalian menyangka bahwa Rasul dan
orang-orang yang beriman sekali-kali tidak akan kembali kepada keluarga mereka
selama-lamanya dan setan telah menjadikan kalian memandang baik dalam hati
kalian persangkaan tersebut. Dan kalian telah menyangka dengan sangkaan yang
buruk, kalian pun menjadi kaum yang binasa.” (Al-Fath: 11-12)
JIKA KAU TAK TAHU CERITA SEBENARNYA
TENTANG SESEORANG, JANGAN MENEMBAK TERUS
LIHAT DIRI KITA DULU - CERMINKAN
|
Wallahu a’lam bish-shawab.
Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah,
Judul: Jauhi Buruk Sangka
Di-kutip dari: qurandansunnah.wordpress
Posted: HAR
No comments:
Post a Comment