"Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan tiada aku termasuk di antara orang-orang yang musyrik" (QS Yusuf:108)

01 November, 2016

Sesungguhnya Agama Itu Mudah

Oleh: UMMU Malik   Editor: Eko Haryanto Abu Ziyad


Segala puji hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya. Kerap kali manusia mengulang-ulang perkataan ini (iaitu ucapan "Sesungguhnya agama itu mudah"), akan tetapi sebenarnya mereka (tidak menginginkan) dengan ucapan itu, untuk tujuan memuji Islam, atau melunakkan hati (orang yang belum mengerti Islam) dan semisalnya. Yang diinginkan mereka adalah pembenaran terhadap perbuatan mereka yang menyelisihi syari'at. Bagi mereka kalimat itu adalah kalimat haq, namun yang diinginkan dengannya adalah sebuah kebatilan.

Ketika salah seorang diantara kita ingin memperbaiki perbuatan yang menyalahi syari'at, orang-orang yang menyalahi (syari'at itu) berhujjah dengan perkataan mereka: "Islam adalah agama yang mudah". Mereka berusaha mengambil keringanan yang sesuai dengan hawa nafsu mereka, dengan sangkaan bahwa mereka telah menegakkan hujjah bagi orang yang menasehati mereka agar mengikuti syariat yang sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah.

Orang-orang yang menyelisihi syariat itu hendaknya mengetahui bahwa Islam adalah agama yang mudah. (Akan tetapi maknanya adalah) dengan mengikut keringanan-keringanan yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya kepada kita.

Allah Shubhanahu wa ta'ala dan Rasul-Nya telah memberi keringanan bagi kita, ketika kita memerlukan keringanan itu dan ketika adanya kesulitan dalam mengikuti (melaksanakan perintah) yang sebenarnya. Asal dari ungkapan "Sesungguhnya agama itu mudah" adalah penggalan kalimat dari hadits Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan Abu Hurairah dari Nabi Muhammad Shalallahu' alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا ، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ
“Sesungguhnya agama itu mudah, dan sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan, dan (dalam beramal) hendaklah pertengahan (yaitu tidak melebihi dan tidak mengurangi), bergembiralah kalian, serta mohonlah pertolongan (didalam ketaatan kepada Allah) dengan amal-amal kalian pada waktu kalian bersemangat dan giat” (Hadith Riwayat: Bukhari)

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani menerangkan ungkapan "Sesungguhnya agama itu mudah" dalam kitabnya yang tiada bandingan nya:

فَتْحُ الْبَارِي بِشَرْحِ صَحِيْحِ الْبُخَارِي
Fathul Baariy Syarh Shahih Al-Bukhari 1/116.

Beliau berkata: "Islam itu adalah agama yang mudah, atau dinamakan agama itu mudah sebagai ungkapan lebih (mudah) dibanding dengan agama-agama sebelumnya. Karena Allah Shubhanahu wa ta'ala mengangkat dari umat ini beban (syariat) yang dipikulkan kepada umat-umat sebelumnya. Contoh yang paling jelas tentang hal ini adalah (dalam masalah taubat), taubatnya umat terdahulu adalah dengan membunuh diri mereka sendiri. Sedangkan taubatnya umat ini adalah dengan meninggalkan (perbuatan dosa) dan berazam (berkemauan kuat) untuk tidak mengulangi.

Kalau kita melihat hadits ini secara teliti, dan melihat kalimat sesudah ungkapan "agama itu mudah", kita dapati Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam memberi petunjuk kepada kita bahawa seorang muslim berkewajiban untuk tidak berlebih-lebihan dalam perkara ibadahnya, sehingga (karena berlebih-lebihan) ia akan melampaui batas dalam agama, dengan membuat perkara bid'ah yang tidak adaasalnya dalam agama.

Sebagaimana keadaan tiga orang yang ingin membuat perkara baru (dalam agama). Salah seorang di antara mereka berkata: "Saya tidak akan menikahi perempuan", yang lain berkata: "Saya akan berpuasa sepanjang tahun dan tidak berbuka", yang ketiga berkata: "Saya akan shalat malam semalam suntuk". Maka Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam melarang mereka dari hal itu semua, dan memberi pengarahan kepada mereka agar membaguskan amal mereka semampunya, dan hendaknya dalam mendekatkan diri kepada Allah Shubhanahu wa ta'ala, (beribadah) dengan ibadah yang telah diwajibkan Allah Shubhanahu wa ta' ala kepada mereka.

Dan hendaknya mereka tidak membuat-buat perkara yang tidak ada asalnya dalam agama ini, karena mereka sekali-kali tidak akan mampu (mengamalkannya), (sebagaimana hadits Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam) "Maka sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan "

Maka ungkapan "Agama itu mudah" maknanya adalah: "Bahwa agama yang Allah Shubhanahu wa ta'ala turunkan ini semuanya mudah dalam hukum-hukum, syariat-syariatnya" .Dan kalaulah perkara (agama) diserahkan kepada manusia untuk membuatnya, niscaya seorangpun tidak akan mampu beribadah kepada Allah Shubhanahu wa ta'ala.

Maka jika orang-orang yang menyelisihi syariat tidak mendapatkan "kekhususan" (tidak mendapat celah sebagai pembenaran atas perbuatan mereka) dengan hadits diatas, mereka akan lari kepada hadis-hadis lain, yang dengannya mereka berhujjah bagi perbuatan mereka yang menggampang-gampangkan dalam perkara agama.

Diantara hadis-hadis yang mereka jadikan alasan dalam masalah ini, adalah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ
"Sesungguhnya Allah menyukai keringanan-keringanannya diambil sebagaimana - Dia membenci kemaksiatannya didatangi/dikerjakan" [Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu Khuzaimah dan disahihkan olah Al Albany]

Dalam riwayat lain:

كَمَايُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى عَزَائِمُهُ
"Sebagaimana Allah menyukai kewajiban-kewajibannya didatangi"

Hadits lain adalah sabda Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam.

يَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا وَبَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا وَتَطَاوَعَا وَلاَ تَخْتَلِفَا

"Mudahkanlah, janganlah mempersulit dan membikin manusia lari (dari kebenaran) dan saling membantulah (dalam melaksanakan tugas) dan jangan berselisih" [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Hadis yang ketiga.

يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِرُوا وَلَا تُنَفِّرُو
“Mudahkanlah, janganlah mempersulit, dan berikanlah kabar gembira dan janganlah membikin manusia lari (dari kebenaran) ". (Hadits Riwayat Muslimdan Abu Dawud)

Adapun hadits yang pertama, wajib bagi kita untuk mengetahui bahawa keringanan-keringanan dalam agama Islam banyak sekali, diantaranya: berbukanya musafir ketika bepergian, orang yang tertinggal dalam shalat boleh mengqadha (mengganti), orang yang tertidur atau lupa boleh mengqadha shalat, orang yang tidak mendapatkan binatang sembelihan dalam haji tathawwu’ boleh berpuasa, tayamum sebagai ganti wudhu ketika tidak ada air atau ketika tidak mampu untuk berwudhu ... dan lainnya diantara keringanan yang banyak tidak diamalkan kecuali jika terdapat kesulitan dalam melaksanakan perintah yang sebenarnya.

Dan perlu kita perhatikan, bahawa keringanan-keringanan ini adalah syari'at Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala). Dan tidak dibenarkan seorang muslim manapun, untuk mendatangkan (mengada-ada) keringanan (dalam masalah agama) tanpa dalil, karena hal ini adalah termasuk mengadakan perkara baru dalam agama yang tidak berasas.

Dan perhatikanlah wahai saudaraku sesama muslim (surat Al-Baqarah ayat 185), yang menceritakan tentang puasa dan keringanan berbuka bagi orang yang sakit atau dalam perjalanan, lalu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala sesudah ayat itu.

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu"

Makna ini menerangkan makna mudah (menurut Allah Shubhanahu wa ta'alla), yang maknanya adalah keringanan itu datangnya dari sisi Allah Shubhanahu wa ta'ala saja, tiada sekutu bagi-Nya. Atau (keringanan itu) dari syariat Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam dengan wahyu dari Allah-Nya. Ayat ini juga menerangkan bahawa makna mudah itu dengan mengikuti hukum Allah Shubhanahu wa ta'alla (yang tiada sekutu bagi-Nya) dan mengikuti syariat-Nya. Inilah yang berkenaan dengan hadits yang pertama tadi.

Adapun hadits yang kedua dan tiga, maka pengambilan dalil yang dilakukan oleh orang-orang yang mengikuti hawa nafsu serta menyelisihi syariat (dengan kedua hadits itu) adalah batil, dan termasuk merubah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dari makna yang sebenarnya, dan keluar dari makna yang dimaksudkan.

Tafsir kedua hadits yang lalu berhubungan dengan para da'i yang menyeru kepada agama Islam. Dalam kedua hadits itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memantapkan kaidah penting dari kaidah-kaidah dasar dakwah kepada Allah Jalla Subhanahu wa Ta’ala, iaitu berdakwah dengan lemah lembut dan tidak kasar. Maka dakwah para dai yang sepatutnya disampaikan pertama kali kepada orang-orang kafir adalah Syahadat, lalu Shalat, Puasa, Zakat. Kemudian (hendaknya) mereka menjelaskan kepada manusia tentang sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu menerangkan amal perbuatan yang wajib, yang sunnah dan yang makruh. Jika melihat suatu kesalahan yang disebabkan karena kebodohan atau lupa, maka hendaklah bersabar dan mendakwah manusia dengan penuh kasih sayang dan kelembutan serta tidak kasar.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu "[Surah Ali Imran: 159]

Sesudah memahami hadits-hadits itu, dan penjelasan makna keringanan dan kemudahan. Maka saya berkata kepada orang-orang yang merubah dan mengganti makna-makna hadits-hadits tersebut (karena ingin mengenyangkan hawa nafsu mereka dengan perbuatan itu):

"Bertaqwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ikutilah apa yang diperintahkan kepada kalian, dan jauhilah laranganNya, dan tahanlah (diri kalian) dari merubah sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan takutilah suatu hari yang kalian dikembalikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala lalu setiap jiwa akan disempurnakan dengan apa yang ia usahakan. Dan takutlah kalian jangan sampai diharamkan dari mendatangi telaga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lantaran kalian mengganti agama Allah Subhanahu wa Ta’ala dan merubah sunnah Rasulullah Shallallahu' alaihi wa sallam ".

Saya mengharapkan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Hidup dan Maha Berdiri sendiri agar memberi petunjuk kepada kita dan kaum muslimin seluruhnya untuk mengikuti Al-Qur'an dan Sunnah NabiNya, dan agar Allah Subhanahu wa Ta’ala mengajarkan kepada kita ilmu yang bermanfaat, dan memberi manfaat dari apa yang Dia ajarkan, serta memelihara kita dari kejahatan perbuatan bid'ah dan penyelewengan, serta kejahatan mengubah dan mengganti (syariat Allah).

Posted by: HAR

No comments: