Sesungguhnya Agama Itu Mudah
Oleh: UMMU Malik
Editor: Eko Haryanto Abu Ziyad
Segala puji hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala,
shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi wa
sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya. Kerap kali manusia mengulang-ulang
perkataan ini (iaitu ucapan "Sesungguhnya
agama itu mudah"), akan tetapi sebenarnya mereka (tidak menginginkan)
dengan ucapan itu, untuk tujuan memuji Islam, atau melunakkan hati (orang yang
belum mengerti Islam) dan semisalnya. Yang diinginkan mereka adalah pembenaran
terhadap perbuatan mereka yang menyelisihi syari'at. Bagi mereka kalimat itu
adalah kalimat haq, namun yang diinginkan dengannya adalah sebuah kebatilan.
Ketika
salah seorang diantara kita ingin memperbaiki perbuatan yang menyalahi
syari'at, orang-orang yang menyalahi (syari'at itu) berhujjah dengan perkataan
mereka: "Islam adalah agama yang
mudah". Mereka berusaha mengambil keringanan yang sesuai dengan hawa
nafsu mereka, dengan sangkaan bahwa mereka telah menegakkan hujjah bagi orang
yang menasehati mereka agar mengikuti syariat yang sesuai dengan Al-Qur'an dan
Sunnah.
Orang-orang
yang menyelisihi syariat itu hendaknya mengetahui bahwa Islam adalah agama yang
mudah. (Akan tetapi maknanya adalah) dengan mengikut keringanan-keringanan yang
diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya kepada kita.
Allah
Shubhanahu wa ta'ala dan Rasul-Nya telah memberi keringanan bagi kita, ketika
kita memerlukan keringanan itu dan ketika adanya kesulitan dalam mengikuti
(melaksanakan perintah) yang sebenarnya. Asal dari ungkapan "Sesungguhnya agama itu mudah"
adalah penggalan kalimat dari hadits Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam
yang diriwayatkan Abu Hurairah dari Nabi Muhammad Shalallahu' alaihi wa sallam
bersabda:
إِنَّ
الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ ، فَسَدِّدُوا
وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا ، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ
مِنَ الدُّلْجَةِ
“Sesungguhnya agama itu mudah, dan
sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan, dan
(dalam beramal) hendaklah pertengahan (yaitu tidak melebihi dan tidak
mengurangi), bergembiralah kalian, serta mohonlah pertolongan (didalam ketaatan
kepada Allah) dengan amal-amal kalian pada waktu kalian bersemangat dan giat”
(Hadith Riwayat: Bukhari)
Al-Hafidz
Ibnu Hajar Al-Asqalani menerangkan ungkapan "Sesungguhnya
agama itu mudah" dalam kitabnya yang tiada bandingan nya:
فَتْحُ
الْبَارِي بِشَرْحِ صَحِيْحِ الْبُخَارِي
Fathul
Baariy Syarh Shahih Al-Bukhari 1/116.
Beliau
berkata: "Islam itu adalah agama yang mudah, atau dinamakan agama itu
mudah sebagai ungkapan lebih (mudah) dibanding dengan agama-agama sebelumnya.
Karena Allah Shubhanahu wa ta'ala mengangkat dari umat ini beban (syariat) yang
dipikulkan kepada umat-umat sebelumnya. Contoh yang paling jelas tentang hal
ini adalah (dalam masalah taubat), taubatnya umat terdahulu adalah dengan
membunuh diri mereka sendiri. Sedangkan taubatnya umat ini adalah dengan
meninggalkan (perbuatan dosa) dan berazam (berkemauan kuat) untuk tidak
mengulangi.
Kalau
kita melihat hadits ini secara teliti, dan melihat kalimat sesudah ungkapan "agama itu mudah", kita dapati Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam
memberi petunjuk kepada kita bahawa seorang muslim berkewajiban untuk tidak
berlebih-lebihan dalam perkara ibadahnya, sehingga (karena berlebih-lebihan) ia
akan melampaui batas dalam agama, dengan membuat perkara bid'ah yang tidak adaasalnya
dalam agama.
Sebagaimana
keadaan tiga orang yang ingin membuat perkara baru (dalam agama). Salah seorang
di antara mereka berkata: "Saya tidak akan menikahi perempuan", yang
lain berkata: "Saya akan berpuasa sepanjang tahun dan tidak berbuka",
yang ketiga berkata: "Saya akan shalat malam semalam suntuk". Maka
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam melarang mereka dari hal itu semua, dan
memberi pengarahan kepada mereka agar membaguskan amal mereka semampunya, dan
hendaknya dalam mendekatkan diri kepada Allah Shubhanahu wa ta'ala, (beribadah)
dengan ibadah yang telah diwajibkan Allah Shubhanahu wa ta' ala kepada mereka.
Dan
hendaknya mereka tidak membuat-buat perkara yang tidak ada asalnya dalam agama
ini, karena mereka sekali-kali tidak akan mampu (mengamalkannya), (sebagaimana
hadits Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam) "Maka sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan
akan dikalahkan "
Maka
ungkapan "Agama itu mudah"
maknanya adalah: "Bahwa agama yang Allah Shubhanahu wa ta'ala turunkan ini
semuanya mudah dalam hukum-hukum, syariat-syariatnya" .Dan kalaulah
perkara (agama) diserahkan kepada manusia untuk membuatnya, niscaya seorangpun
tidak akan mampu beribadah kepada Allah Shubhanahu wa ta'ala.
Maka
jika orang-orang yang menyelisihi syariat tidak mendapatkan
"kekhususan" (tidak mendapat celah sebagai pembenaran atas perbuatan
mereka) dengan hadits diatas, mereka akan lari kepada hadis-hadis lain, yang
dengannya mereka berhujjah bagi perbuatan mereka yang menggampang-gampangkan
dalam perkara agama.
Diantara
hadis-hadis yang mereka jadikan alasan dalam masalah ini, adalah sabda
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
إنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ
"Sesungguhnya
Allah menyukai keringanan-keringanannya diambil sebagaimana - Dia membenci
kemaksiatannya didatangi/dikerjakan" [Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu
Khuzaimah dan disahihkan olah Al Albany]
Dalam riwayat lain:
كَمَايُحِبُّ
أَنْ تُؤْتَى عَزَائِمُهُ
"Sebagaimana Allah menyukai
kewajiban-kewajibannya didatangi"
Hadits
lain adalah sabda Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam.
يَسِّرَا
وَلَا تُعَسِّرَا وَبَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا وَتَطَاوَعَا وَلاَ تَخْتَلِفَا
"Mudahkanlah, janganlah mempersulit dan membikin manusia lari (dari kebenaran) dan saling membantulah (dalam melaksanakan tugas) dan jangan berselisih" [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
Hadis yang ketiga.
يَسِّرُوا
وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِرُوا وَلَا تُنَفِّرُو
“Mudahkanlah, janganlah mempersulit, dan berikanlah
kabar gembira dan janganlah membikin manusia lari (dari kebenaran) ".
(Hadits Riwayat Muslimdan Abu Dawud)
Adapun
hadits yang pertama, wajib bagi kita untuk mengetahui bahawa
keringanan-keringanan dalam agama Islam banyak sekali, diantaranya: berbukanya
musafir ketika bepergian, orang yang tertinggal dalam shalat boleh mengqadha
(mengganti), orang yang tertidur atau lupa boleh mengqadha shalat, orang yang
tidak mendapatkan binatang sembelihan dalam haji tathawwu’ boleh berpuasa,
tayamum sebagai ganti wudhu ketika tidak ada air atau ketika tidak mampu untuk
berwudhu ... dan lainnya diantara keringanan yang banyak tidak diamalkan
kecuali jika terdapat kesulitan dalam melaksanakan perintah yang sebenarnya.
Dan
perlu kita perhatikan, bahawa keringanan-keringanan ini adalah syari'at Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (dengan
izin Allah Subhanahu wa Ta’ala). Dan tidak dibenarkan seorang muslim manapun,
untuk mendatangkan (mengada-ada) keringanan (dalam masalah agama) tanpa dalil,
karena hal ini adalah termasuk mengadakan perkara baru dalam agama yang tidak
berasas.
Dan perhatikanlah wahai saudaraku sesama muslim
(surat Al-Baqarah ayat 185), yang menceritakan tentang puasa dan keringanan
berbuka bagi orang yang sakit atau dalam perjalanan, lalu firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala sesudah ayat itu.
يُرِيدُ
اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu"
Makna
ini menerangkan makna mudah (menurut Allah Shubhanahu wa ta'alla), yang
maknanya adalah keringanan itu datangnya dari sisi Allah Shubhanahu wa ta'ala saja,
tiada sekutu bagi-Nya. Atau (keringanan itu) dari syariat Rasulullah Shalallahu
'alaihi wa sallam dengan wahyu dari Allah-Nya. Ayat ini juga menerangkan bahawa
makna mudah itu dengan mengikuti hukum Allah Shubhanahu wa ta'alla (yang tiada
sekutu bagi-Nya) dan mengikuti syariat-Nya. Inilah yang berkenaan dengan hadits
yang pertama tadi.
Adapun
hadits yang kedua dan tiga, maka pengambilan dalil yang dilakukan oleh
orang-orang yang mengikuti hawa nafsu serta menyelisihi syariat (dengan kedua
hadits itu) adalah batil, dan termasuk merubah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam dari makna yang sebenarnya, dan keluar dari makna yang dimaksudkan.
Tafsir kedua hadits yang lalu berhubungan dengan
para da'i yang menyeru kepada agama Islam. Dalam kedua hadits itu Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam memantapkan kaidah penting dari kaidah-kaidah
dasar dakwah kepada Allah Jalla Subhanahu wa Ta’ala, iaitu berdakwah dengan
lemah lembut dan tidak kasar. Maka dakwah para dai yang sepatutnya disampaikan
pertama kali kepada orang-orang kafir adalah Syahadat, lalu Shalat, Puasa,
Zakat. Kemudian (hendaknya) mereka menjelaskan kepada manusia tentang sunnah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu menerangkan amal perbuatan yang
wajib, yang sunnah dan yang makruh. Jika melihat suatu kesalahan yang
disebabkan karena kebodohan atau lupa, maka hendaklah bersabar dan mendakwah
manusia dengan penuh kasih sayang dan kelembutan serta tidak kasar.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ
لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
"Maka disebabkan
rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu "[Surah Ali Imran: 159]
Sesudah
memahami hadits-hadits itu, dan penjelasan makna keringanan dan kemudahan. Maka
saya berkata kepada orang-orang yang merubah dan mengganti makna-makna
hadits-hadits tersebut (karena ingin mengenyangkan hawa nafsu mereka dengan
perbuatan itu):
"Bertaqwalah kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan ikutilah apa yang diperintahkan kepada kalian, dan jauhilah
laranganNya, dan tahanlah (diri kalian) dari merubah sunnah Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan takutilah suatu hari yang kalian
dikembalikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala lalu setiap jiwa akan
disempurnakan dengan apa yang ia usahakan. Dan takutlah kalian jangan sampai
diharamkan dari mendatangi telaga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lantaran
kalian mengganti agama Allah Subhanahu wa Ta’ala dan merubah sunnah Rasulullah
Shallallahu' alaihi wa sallam ".
Saya
mengharapkan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
Maha Hidup dan Maha Berdiri sendiri agar memberi petunjuk kepada kita dan kaum
muslimin seluruhnya untuk mengikuti Al-Qur'an dan Sunnah NabiNya, dan agar
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengajarkan kepada kita
ilmu yang bermanfaat, dan memberi manfaat dari apa yang Dia ajarkan, serta
memelihara kita dari kejahatan perbuatan bid'ah dan penyelewengan, serta
kejahatan mengubah dan mengganti (syariat Allah).
Posted by: HAR
No comments:
Post a Comment